Timnas Inggris baik pria maupun perempuan dan di berbagai kelompok umur, setidaknya dalam tiga tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Ada beberapa hal yang sebenarnya berubah secara signifikan dari bagaimana Inggris mengembangkan para pemainnya.
Dikutip dari BBC, ada lima hal yang diubah dan diterapkan Inggris agar timnas mereka lebih kuat, yang amat bisa ditiru kesebelasan negara lain, termasuk Indonesia.
Memproduksi Pemain dengan Bola
Biasanya para pesepakbola muda diajarkan teknik mengumpan sedari dini. Namun, Inggris berbeda. Karena mereka memerlukan pemain yang lebih berteknik, maka kurikulum di akademi sepakbola di Inggris diubah. Para pesepakbola di usia lima hingga 11 tahun, diminta lebih banyak memegang bola dan meningkatkan kemampuan olah bola.
Ini diakui oleh pelatih FA untuk pembentuk fondasi sepakbola, Peter Sturgess. Menurutnya, menguasai bola kini menjadi prioritas nomor satu, karena umpan bisa dipelajari di kemudian waktu.
“Kami bilang kalau umpan itu penting, tapi bukan prioritas dalam fase membangun fondasi sepakbola untuk anak-anak. Prioritasnya adalah membangun koneksi yang besar dengan bola, jadi para individu ini punya kemampuan mengolehnya, dalam situasi sulit dan tertekan, menjadi sebagus mungkin,” kata Sturgess kepada BBC.
Menurut Sturgess dengan kemampuan menguasai bola yang baik, ditempatkan di sistem apapun di lapangan, para pemain bisa melakukannya. Pasalnya, peluangnya kecil mereka akan kehilangan bola. Sementara itu, umpan bisa dikembangkan setelah mereka menguasai bola itu sendiri.
Dwi Kewarganegaraan
Bagian ini mungkin akan sangat penting buat Indonesia terutama karena kasus Ezra Walian yang gagal mentas di kualifikasi Piala Asia U-23. Di Inggris sendiri kasus ini terjadi pada Declan Rice yang memilih beralih membela Inggris dari sebelumnya Republik Irlandia.
Dwi kewarganegaraan ini menjadi biasa di Inggris. Bahkan sekitar 60 persen pemain Inggris bisa bermain untuk negara lain. Pun dengan 75 persen skuat Prancis yang menjuarai Piala Dunia di mana mereka punya dwi kewarganegaraan.
Apakah ini peluang atau ancaman? Peluangnya adalah timnas bisa lebih melebarkan sayap dengan mencari pemain bagus yang berkewarganegaraan ganda tapi bermain di kompetisi yang lebih tinggi. Dalam kasus Indonesia, biasanya mereka bermain di Belanda. Namun, ancamannya adalah adanya negara lain yang mencoba mendapatkan pemain dengan dwi kewarganegaraan. Hal ini mungkin saja terjadi di Inggris, tapi agak mustahil di Indonesia. Misalnya, Radja Nainggolan lebih besar kemungkinan memilih Belgia kalau dipanggil, ketimbang timnas Indonesia, bukan?
Mencari Kesempatan Bermain
Merupakan hal yang lumrah bagi pemain muda untuk duduk di bangku cadangan dan tak dimainkan. Ini wajar apalagi pemain muda yang bermain di tim besar. Pasalnya, selain saingan mereka secara kualitas lebih bagus dan secara jam terbang lebih berpengalaman, ada banyak yang dipertaruhkan pelatih di tim besar sehingga tak mau menurunkan pemain muda.
Untuk itu, pemain muda harus mau dipinjamkan, baik ke tim divisi yang lebih rendah, atau tim semenjana. Ini penting karena menit bermain amat dibutuhkan untuk meningkatkan pengalaman. Di sisi lain, ada banyak pemain muda yang terlalu menikmati statusnya sebagai pemain di tim besar sehingga enggan beranjak.
Inggris punya masalah besar soal ini, di mana cuma ada 30 persen pemain Inggris setiap pekannya yang menjadi starter atau cuma 58 pemain. Bandingkan dengan Prancis yang punya 200 pemain yang menjadi starter di lima liga top Eropa.
Problem di Inggris sama dengan di Indonesia yakni banyaknya pemain asing. Untuk di beberapa posisi seperti penyerang tengah, biasanya diisi oleh pemain asing, pun untuk bek tengah. Ini yang membuat banyak pemain Indonesia menonjol di pos sayap hanya karena ia punya kecepatan.
Lantas apa yang harus dilakukan? Meregulasi liga akan mengoyangkan kestabilan liga itu sendiri. Maka pemain yang harus berinisiatif dengan meminta dipinjamkan ke klub lain, karena itu jalan satu-satunya yang paling bisa dilakukan.
Bermain di Luar Negeri
Salah satu masalah utama Inggris adalah buruknya adaptasi pemain mereka saat bermain di luar negeri. Ini yang membuat ketika pemain Inggris tersisih di liga, mereka tak bisa memperbaikinya karena tak bisa ke mana-mana.
Namun, musim ini semua berubah karena Jadon Sancho yang menjadi sensasi di Bundesliga. Ini menunjukkan bahwa “pendidika” di luar negeri, bukan cuma belajar tentang gaya bermain yang berbeda tapi juga bagaimana si pemain melakukan adaptasi.
Sebagai contoh, Sancho memilih keluar dari zona nyaman sebagai pemain Manchester City. Ia pindah ke Bundesliga dengan sejarah minimnya pemain Inggris yang sukses di liga lain. Namun, Sancho justru bisa membuktikan kalau pilihannya tepat. Sancho pun bermain baik ketika Inggris menang 5-0 atas Republik Ceko.
Menjadi penting pula buat pemain potensial di Indonesia untuk mencoba liga di luar negeri. Pasalnya, mereka akan mendapatkan pengalaman berbeda dalam hal taktikal yang akan berguna apabila ada pelatih baru yang menerapkan strategi yang berbeda dari pelatih lokal.