Sebelum dikenal sebagai Borat ataupun Admiral-General Aladeen, komedian asal Inggris, Sacha Baron Cohen pernah mengangkat popularitas salah satu negara Afrika. Melalui lagu “I like to move it“, Madagaskar sempat jadi sensasi. Khususnya di dunia perfilman.
Film animasi produksi DreamWorks itu mungkin hanya memenangkan Nickelodeon’s Kids Choice Award 2005. Namun suara Sacha Baron Cohen sering terdengar radio. Mengangkat kembali popularitas lagu itu layaknya 1994. Hingga Januari 2019, lagu tersebut masih jadi andalan dalam performa musikal ‘Madagascar’ di Inggris.
Hampir 14 tahun setelah film animasi itu dirilis di Indonesia, Madagaskar sebagai negara siap membuat sejarah. Untuk pertama kalinya, negara kecil dari Samudra Hindia itu akan tampil di Africa Cup of Nations (AFCON).
Setelah empat film dan dua serial televisi diproduksi DreamWorks, Madagaskar sebagai negara siap menunjukkan batang hidung mereka. Setidaknya dalam urusan sepakbola.
Meraih 10 poin melalui tiga kemenangan dan satu hasil imbang dari enam pertandingan, the Barea -julukan Madagaskar- menjadi kesebelasan pertama yang lolos ke AFCON 2019. Meski pada akhirnya duduk di peringkat dua klasemen akhir Grup A dengan selisih enam poin dengan Senegal, mereka tetap menjadi negara pertama yang meraih tiket ke Mesir.
Ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Madagaskar. Mengingat pada kualifikasi AFCON 2017, mereka berakhir sebagai juru kunci grup. Hanya berhasil meraih tiga hasil imbang dari enam pertandingan. Termasuk dibantai Republik Demokratik Kongo 1-6.
Kurang dari dua tahun kemudian, the Barea berhasil mengalahkan Guinea Khatulistiwa yang dibela gelandang West Ham United, Pedro Obiang dengan skor 1-0 dan menahan imbang 2-2 Sadio Mane dan kawan-kawan.
“Tentu semua tahu Madagaskar sebagai film anak-anak. Tapi kami di Madagaskar tidak mengenal film tersebut. Negara ini tidak memiliki zebra ataupun singa! Sangat senang rasanya bisa memperlihatkan bahwa negara ini bukan sekedar fiksi belaka dan memiliki pencapaian yang membanggakan,” ungkap Kapten Madagaskar Faneva Imà Andriatsima.
Mencuri Perhatian Sejak 2017
Keberhasilan Madagaskar untuk lolos ke AFCON 2019 bukanlah kebetulan. Mereka sudah mulai mencuri perhatian sejak 2015. sebagai salah satu negara sepakbola Afrika sejak berhasil duduk di peringkat 128 dunia pada akhir 2015.
Ketika itu the Barea berhasil meraih lima kemenangan dari 12 pertandingan internasional. Bahkan meraih 34 poin pada peringkat FIFA edisi Juni 2015. Sayangnya, momentum yang mereka miliki gagal dipertahankan. Setahun kemudian, Madagaskar turun ke peringkat 133 dunia. Sempat merasakan pengurangan 23 poin di Bulan Juli. Pengurangan poin terbanyak sejak Oktober 2009 (-23).
Beruntung bagi Madagaskar, 2017 jadi awal kebangkitan sepakbola mereka. The Barea memang gagal menembus AFCON tahun itu. Mereka juga terhenti di fase grup Piala COSAFA [AFF versi Afrika Selatan]. Namun, Nicolas Dupuis yang baru ditunjuk sebagai nakhoda Madagaskar berhasil memberi delapan kemenangan dari 13 laga internasional.
The Barea bahkan sempat menduduki peringkat ke-89 dunia meski mengakhiri tahun 2017 di posisi 108. Sejak saat itu, Madagaskar selalu ada di sekitaran 100 besar FIFA dan mulai diperhitungkan sebagai negara sepakbola di Benua Afrika.
Foto: Obiaks
Hari Bersejarah Tertahan dan Berakhir Tragis
Madagaskar berhasil mengamankan tiket ke AFCON 2019 setelah mengalahkan Guinea Khatulistiwa 1-0 pada 13 Oktober 2018. Tiket itu sebenarnya bisa saja diraih lebih awal oleh Andriatsima dan kawan-kawan. Stadion Mahamasima yang hampir dipenuhi 22.000 penonton bahkan tidak sanggup menahan gairah di tribun.
Penonton yang membeludak membuat satu orang meninggal dunia dan 37 lainnya luka-luka karena terinjak di kerumunan. “Saya hanya satu setengah meter dari pintu masuk tribun. Ketika kerusuhan itu terjadi. Sempat terinjak, tapi untungnya tas saya membuat injakan tersebut tidak terlalu terasa,” kata salah satu pengunjung kepada AFP.
Meski demikian, pertandingan tetap dijalankan. Sayangnya, the Barea gagal membayar pengorbanan suporter mereka. Andriatsima dan kawan-kawan hanya berhasil imbang 2-2 melawan Senegal. Itupun dibantu gol bunuh diri bek Napoli, Kalidou Koulibaly.
Beruntung bagi Madagaskar, satu bulan kemudian hari bersejarah yang ditunggu akhirnya tiba. Berkat keberhasilan ini, para pemain Madagaskar diberi hadiah uang sekitar 100 juta ariary oleh pemerintah dan Dupuis mendapat perpanjangan kontrak hingga akhir 2019.
Foto: Flipboard / France TV
Memaksimalkan Naturalisasi
Pada sela-sela kepelatihannya di Madagaskar, Dupuis menangani tim amatir Prancis, Fleury 91. Meskipun bekerja di divisi empat Prancis, Dupuis tetap menjadikan Madagaskar sebagai prioritasnya. “Presiden klub paham bahwa tugas utama saya di Madagaskar. Tetapi, Fleury punya ambisi yang serupa,” kata Dupuis.
Berkat Dupuis, penyerang Madagaskar, Zotsara Randriambololona, bisa melanjutkan kariernya di Prancis. Lahir di Nice, Randriambololona sempat terdaftar sebagai pemain akademi Auxerre. Namun, perlahan karier pemain kelahiran 22 April 1994 itu jauh dari negara kelahirannya. Hijrah sampai Luksemburg dan Belgia sebelum diboyong Dupuis ke Fleury.
“Awalnya saya sering disebut anak pelatih. Tapi dia [Dupuis] sendiri telah memastikan bahwa apa yang terjadi di tim nasional tak boleh dibicarakan saat membela klub,” jelas Randriambololona.
Randriambololona hanya satu dari beberapa nama pemain kelahiran Prancis yang ada di tim nasional Madagaskar. Waktu Dupuis bersama Fleury memang juga ia gunakan untuk melihat talenta the Barea yang ada di Prancis.
Oleh karena itulah mayoritas pemain Madagaskar di kualifikasi AFCON 2019 bermain di klub Prancis. Mulai dari Andriatsima, Sang Kapten yang membela Clermont Foot, hingga talenta muda Rayan Raveloson dari Troyes.
Mayoritas dari mereka telah mengabdi pada Madagaskar sebelum Dupuis datang. Bukan berarti the Barea berhenti memanggil pemain kelahiran Prancis. “Saya sedang berusaha meyakinkan Ludovic Ajorque [Strasbourg]. Dia ragu, tapi saya akan terus coba panggil dia ke tim nasional Madagaskar,” kata Dupuis.
Tak semua ingin membela Madagaskar. Dupuis bahkan sudah ditolak oleh penjaga gawang Angers, Zacharie Boucher. “Untuk Boucher beda kasus dengan Ajorque. Dia masih berpikir membela Prancis. Mengingat dirinya membela U16 hingga U21 di sana” aku Dupuis. “Saat ini saya berusaha memberikan naturalisasi penjaga gawang dan penyerang,” lanjutnya.
Naturalisasi menjadi salah satu kunci Dupuis untuk meraih kesuksesan dengan The Barea. Tapi ia juga harus hati-hati. Pasalnya, FIFA sudah memperingkatkan mereka untuk melihat Artikel 8 statuta FIFA. Masalah yang juga menimpa Indonesia dan Ezra Walian.