Ketika hasil undian delapan besar Liga Europa 2018/2019 mempertemukan Chelsea dengan kesebelasan asal Ceko, Slavia Praha, seperti tidak ada hal menarik dari pertandingan itu. Performa the Blues lagi inskosisten. Tapi Slavia juga tidak pernah lolos lebih dari delapan besar sejak pertama kali mengikuti kompetisi antar klub Eropa pada 1974. Tidak ada yang menarik!
Anggapan itu kemudian terbantahkan setelah mengingat penyerang andalan Slavia saat ini, Miroslav Stoch, merupakan mantan pemain akademi Chelsea. Bukan sekedar alumni, tapi juga pernah disebut sebagai ‘bocah ajaib’ dari Slovakia!
Datang saat usianya masih 16 tahun, Chelsea memenangkan jasa Stoch dari kesebelasan asal Prancis, OGC Nice. Baru satu musim menjadi pemain akademi, Stoch kemudian diberi kontrak profesional oleh Chelsea pada 2007 sebelum kemudian mendapatkan debutnya di tim senior pada November 2008. Stoch menggantikan Deco saat Chelsea kalah 1-2 dari Arsenal.
Masih berganti-ganti tim sesuai kebutuhan Chelsea, penampilan terbaik Stoch terjadi di akademi asuhan Brendan Rodgers. Chelsea menang melawan AC Milan pada Oktober 2008 lewat gol dari Fabio Borini. Namun, performa Stoch yang paling dipuji oleh Rodgers. “Stoch bisa bermain di sisi mana saja. Kalian melihat itu hari ini. Dia memiliki kemampuan teknik yang tinggi dan rajin untuk membantu pertahanan,” puji Rodgers.
Sempat dipinjamkan ke Twente, Stoch akhirnya dijual Chelsea pada 2011 ke Fenerbahce. Menandatangani kontrak empat tahun bersama kesebelasan asal Turki itu sebagai bagian dari cuci gudang yang dilakukan oleh the Blues. Stoch pergi bersama Joe Colle, Michael Ballack, dan Juliano Belletti.
Stoch tidak berkembang di Fenerbahce. Musim terbaiknya hanyalah 10 gol dari 28 laga. Tapi, namanya masih masuk ke dalam daftar Bleacher Report terkait pemain-pemain yang dianggap terlalu cepat dijual oleh Chelsea. Total ada empat kesebelasan yang sudah ia bela sejak pertama hengkang dari Chelsea. Termasuk Al-Ain di Uni Emirat Arab.
Dirinya juga sempat mendapat tawaran dari Galatasaray. Tapi lebih memilih Fenerbahce ketimbang kesebelasan Oranye-Merah tersebut. “Saya punya peluang untuk bergabung dengan Galatasaray sebelum memilih Fenerbahce. Namun melihat ke belakang, pilihan saya adalah sesuatu yang tepat,” akunya.
Tidak ada penyesalan bagi seorang Miroslav Stoch. Bahkan memilih Chelsea di usia muda juga tidak membuatnya menyesal. Berbeda dengan beberapa pemain muda lainnya yang gagal menembus tim utama di London. Lucas Piazon contohnya, pemuda Brasil itu sempat disebut sebagai penerus Ricardo Kaka, tapi hingga 2019, dirinya tidak pernah jadi bagian utama Chelsea.
“Saya tidak bisa terus-menerus bermain di luar negeri. Hal ini tidak sehat bagi pemain seperti saya. Sangat sulit untuk menembus tim utama ketika mereka memiliki pemain sendiri. Satu-satunya yang bisa saya lakukan hanyalah membuktikan diri di kesebelasan yang saya bela,” aku Piazon.
Piazon sebelumnya pernah ditawari kontrak oleh Juventus. Namun ia memilih Chelsea dibandingkan Si Nyonya Tua. Pertama mendarat di Stamford Bridge pada 2012, Piazon telah dipinjamkan ke enam kesebelasan dan hanya mengoleksi tiga penampilan bersama tim senior the Blues.
Puskas Setelah Pergi
Penyesalan itu tidak dirasakan oleh Stoch. Menurutnya, Chelsea adalah pembelajaran yang berharga dalam karier sebagai pemain. “Saya pertama dihubungi oleh Chelsea saat masih berusia 15 tahun. Kemudian pindah ke London tanpa mengerti satu kata Bahasa Inggris. Saya kemudian seperti dititipkan di satu keluarga bersama seorang warga Swiss dan dua dari Finlandia. Kami belajar bahasa bersama selama tiga atau empat bulan. Itu merupakan pengalaman yang menyenangkan,” kata Stoch.
Chelsea selalu mendapat tempat khusus dalam diri Stoch. Ia bahkan menyebut pertemuan Slavia melawan the Blues di Liga Europa sebagai partai impiannya. “Bertemu Chelsea jadi mimpi saya. Bukan hanya karena saya pernah menjadi bagian mereka dan mendukung the Blues sebagai suporter. Tapi ini adalah kesempatan langka. Bisa berbagi lapangan dengan N’Golo Kante dan Eden Hazard,” aku Stoch.
Stoch tidak pernah menyesali kariernya di Chelsea. Sebaliknya, ia bersyukur pernah mengenakan seragam the Blues. Mungkin jika tidak pernah membela the Blues, dirinya tidak akan seperti sekarang. Tercatat sebagai penyerang andalan Slavia Praha dan punya piala Puskas sebagai bukti ketajamannya.
Stoch memenangkan Puskas atau penghargaan gol terbaik pada 2012. Mengalahkan Neymar dan Radamel Falcao dalam prosesnya. Saat itu ia baru pergi dari Chelsea, dan membela Fenerbahce. Bertemu dengan Gençlerbirliği, Stoch menyambut sepak pojok dari sisi kiri gawang dengan sebuah tendangan volley dari luar kotak penalti. Upayanya tersebut juga tepat menghujam pojok kanan atas gawang. Sempurna!
Semua itu bisa ia raih karena meninggalkan Chelsea. Setelah hanya bermain empat kali dalam periode 2006-2010. Jika tidak mendarat di Chelsea lebih dulu, mungkin alur karier Stoch akan berbeda jauh.