Estadio Hernando Siles merupakan salah satu stadion yang cukup menjadi momok bagi para pengunjungnya. Bagaimana bisa?
Melakukan perjalanan untuk mendapatkan tiga poin, atau bahkan hanya untuk menahan imbang lawan di kandang, tak pernah menjadi sebuah tugas yang mudah. Tekanan dalam memainkan sepakbola terbaik juga dipersulit oleh tuntutan untuk menyarangkan bola ke gawang lawan jika ada peraturan gol tandang. Selain itu, gemuruh teriakan penonton juga sangat berpotensi untuk memecah konsentrasi. Perbedaan kondisi geografis yang menyebabkan perbedaan atmosfer juga kerap menjadi masalah serius yang perlu diperhatikan.
Dari semua stadion nasional di dunia, beberapa di antaranya memberikan keuntungan bagi tim kandang. Camp Nou, rumah bagi salah satu klub terbesar di dunia, merupakan salah satu tempat yang terbilang angker bagi tim tamu. Bayangkan saja, setiap pemain harus menanggung tekanan yang berasal dari 99 ribu lebih teriakan pendukung tuan rumah. Kaki seorang pesepak bola tanpa mental baja tentunya akan bergetar saat pertama melangkah masuk ke lapangan. Old Trafford yang disebut Theatre of Dreams juga cukup menjadi momok bagi siapapun yang datang untuk menantang Manchester United. Kritik tajam dengan kata-kata kasar dari para penonton jelas sangat berpengaruh pada konsentrasi permainan.
Estadio Hernando Siles
Ada satu stadion di dunia sepak bola yang cukup tenar di telinga para pemain tim nasional tangguh. Lantangnya sorakan dari 41 ribu lebih pendukung tuan rumah dan hawa mistis dari bangunan besar yang dibangun pada tahun 1931 mampu mengendurkan semangat pesepakbola manapun yang memiliki agenda untuk datang ke sini, tak terkecuali pemain profesional dengan segudang pengalaman.
Yang paling mengkhawatirkan para pemain, juga konfederasi sepak bola, ialah ketinggian dari stadion ini. Lapangan hijau tempat 22 pemain sepak bola memainkan permainan terbaiknya ini terletak di ketinggian 3,636 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebagai perbandingan, atap tertinggi di pulau Jawa, Gunung Semeru, memiliki ketinggian 3,676 mdpl dan puncaknya juga termasuk momok bagi para pendaki sendiri. Jadi, para pemain yang unjuk gigi di stadion ini pada dasarnya sedang bermain diatas puncak sebuah gunung.
Stadion yang sedang kita bicarakan tak lain dan tak bukan ialah Estadio Hernando Siles di La Paz, Bolivia. Stadion kandang dari tim Club Bolivar, The Strongest, La Paz FC, dan tim nasional Bolivia sendiri bisa menjadi masalah besar bagi tim tamu. Gedung yang memiliki nama sama seperti presiden ke-31 Bolivia berpotensi besar untuk menyebabkan sakit kepala dan bahkan kehilangan kesadaran diri jika tidak terbiasa. Nama-nama pesepakbola kondang seperti Angel di Maria, Mascherano, dan Lionel Messi, bahkan terlihat terhuyung-huyung di lapangan saat bertamu di La Paz, mereka harus mengenakan masker oksigen setelah mengeluhkan pening saat bertanding.
Di La Paz, Bolivia merupakan tim yang mengerikan bahkan bagi Brasil. Negara samba ini pernah dikalahkan di tahun 1993. Pada 2009, mereka akhirnya bisa menebus pembantaian Argentina terhadap mereka 60 tahun silam. Enam bulan pasca momen bersejarah ini, Bolivia mengulang kejayaannya di tahun 1993 dengan sekali lagi mengalahkan Brasil pada perhelatan Kualifikasi Piala Dunia.
Pertama dan satu-satunya trofi Copa America yang pernah diraih Bolivia terjadi pada 1963, saat itu Bolivia sendirilah yang menjadi tuan rumah. Pada 1997, turnamen tersebut kembali digelar di La Paz, Estadio Hernando Siles menjadi saksi lima kemenangan berturut-turut Bolivia, namun sayangnya Brasil yang menunggu di final masih terlalu tangguh untuk dikalahkan.
Pada ketinggian 3,636 mdpl, Estadio Hernando Siles terletak di wilayah kategori sangat tinggi. Pada wilayah kategori tinggi, gejala penyakit ketinggian ringan dan penurunan performa mungkin terjadi. Pada wilayah kategori cukup tinggi, kedua hal tersebut sering terjadi. Namun, pada wilayah kategori sangat tinggi, gejala penyakit ketinggian dan penurunan performa pasti terjadi.
Tanpa dua minggu proses aklimatisasi, tim tamu memiliki asupan oksigen lebih sedikit dari biasanya sementara detak jantung mereka meningkat drastis. Efek ketinggian akan muncul beberapa saat setelah mereka mulai bertanding. Tak heran jika statistik menunjukkan bahwa Bolivia kerap mencuri angka di rentang 15 menit terakhir pertandingan.
Keuntungan Bolivia dengan ketinggiannya diprotes oleh FIFA pada tahun 2007; saat itu, organisasi tersebut memutuskan bahwa Estadio Hernando Siles dianggap tidak adil dan membahayakan kesehatan. Ujungnya mereka menetapkan bahwa ketinggian maksimal untuk stadion internasional harus berada dibawah 2,500 mdpl.
Tak hanya Bolivia, peraturan ini juga berpengaruh pada Colombia, Bolivia, Ecuador, Peru, dan Mexico. Geram dengan ketentuan ini, negara-negara Amerika Latin mengajukan mosi pencabutan peraturan tersebut dengan menyebut hukum tersebut merupakan sebuah diskriminasi terhadap negara-negara yang berada di ketinggian.
Presiden Bolivia saat itu, Evo Morales memandang peraturan ini sebagai sebuah ketidakadilan tak hanya terhadap Bolivia, namun juga terhadap olah raga secara keseluruhan. “Mereka yang menang di ketinggian, menang dengan hormat,” kata Morales pada New York Times. “Mereka yang takut terhadap ketinggian, tidak memiliki kehormatan.”
Stadion Hernando Siles merupakan sebuah simbol atas perlawanan terhadap larangan FIFA dan menarik sejumlah simpati. Tak lama, badan sepakbola tersebut mengumumkan batas maksimal ketinggian yang baru dengan Estadio Hernando Siles yang mendapat keistimewaan.