Meski kalah dari 2-3 Crystal Palace pada pekan ke-34 Premier League 2018/2019 (21/4) dan turun ke posisi lima klasemen, masih ada hal positif yang bisa dilihat oleh pendukung Arsenal. Pertama mereka lolos ke semi-final Liga Europa. Jika juara mereka akan mendapat tiket Liga Champions, sama dengan hadiah peringkat empat Premier League.
Kedua, hanya ada selisih dua poin antara the Gunners dan Chelsea yang tengah menduduki peringkat empat. Dengan empat pertandingan tersisa masih mungkin bagi anak-anak asuh Unai Emery mendapat tiket Liga Champions dari jalur liga. Bahkan secara matematis, the Gunners masih mungkin mengakhiri musim di atas rival sekota, Tottenham Hotspur, karena mereka hanya berjarak empat poin.
Namun poin positif yang paling menonjol adalah sistem 3-4-1-2 yang diterapkan Emery. Bukan hanya memberi warna baru kepada permainan the Gunners, sistem ini juga telah melahirkan bintang bernama Ainsley Maitland-Niles. Pertama diorbitkan Arsene Wenger pada 2014/2015, Maitland-Niles tidak pernah begitu menonjol.
Ia hanya digunakan sebagai pemain pelapis karena keahliannya mengisi berbagai posisi. Entah itu bek kanan, penyerang sayap, gelandang bertahan, semua pernah dikerjakan Maitland-Niles saat diasuh Wenger. Saat Emery mengubah sistem permainan jadi 4-3-2-1, barulah Maitland-Niles mendapatkan posisi terbaiknya sebagai gelandang sayap.
Tampil 25 kali di empat kompetisi berbeda, Maitland-Niles disebut menjadi pembeda dalam tubuh the Gunners. Dan Coombs dari HITC sampai menyebut jawara Piala Dunia U-20 itu sebagai pemain paling underrated alias hebat tapi kurang dipandang di Premier League.
Disamakan dengan Bale
Foto: Strait Times
Ketika masih bermain di tim cadangan Arsenal, Maitland-Niles lebih sering digunakan sebagai gelandang tengah oleh Steve Gatting. Tapi itu juga karena Gatting kehilangan Isaac Hayden di lini tengah Gunners muda. Sejatinya, ia memang seorang penyisir sisi lapangan. “Saya sangat senang sembuh dari cedera dan langsung kembali ke posisi asli sebagai seorang sayap,” kata Maitland-Niles.
Berkat penampilan Maitland-Niles, Emery menjadi sedikit lebih tenang apabila ia gagal mendatangkan seorang gelandang sayap pada bursa transfer musim panas 2019. The Gunners sebelumnya dikaitkan dengan Ryan Fraser dari Bournemouth serta duo Crystal Palace, Wilfried Zaha dan Aaron Wan-Bissaka. Tapi kini Emery membuka peluang untuk Maitland-Niles dan Reis Nelson untuk mengisi posisi di tim utama.
“Zaha dan Wan-Bissaka jelas pemain hebat. Tapi kita juga punya pemain hebat di akademi. Sudah jadi salah satu kewajiban saya untuk memberikan mereka kesempatan membela tim senior. Kami punya standard tinggi, tapi lihat Ainsley [Maitland-Niles], dia bisa main dengan baik dan saya memintanya untuk terus berkembang. Hal yang sama juga akan didapatkan oleh Reis Nelson, Emile Smith Rowe, dan Joe Willock,” jelas Emery.
Performa Maitland-Niles selama 2018/2019 dan kemampuannya mengisi berbagai posisi sampai membuat mantan penyerang Chelsea, Tony Cascarino, menyebut pemain kelahiran 29 Agustus 1997 itu sebagai penerus Gareth Bale. “Ia menjalani tugas bek sayap. Namun pada dasarnya dia bukan bek sayap. Sama seperti awal karier Bale di Tottenham,” ungkap Cascarino.
“Maitland-Niles ekspolosif, bisa menempatkan diri dengan baik dan menciptakan peluang. Satu-satunya yang saya takutkan hanyalah hantu cedera. Bale juga merupakan pemain yang sering cedera,” tambahnya.
Hampir Mustahil Ikuti Jejak Bale
Foto: Independent
Cascarino melihat kesamaan Bale dan Maitland-Niles tak hanya sampai posisi dan karakter permainan, tapi sampai cedera. Apalagi sebelum bersinar seperti sekarang, Maitland-Niles cedera dua bulan karena tulang betisnya retak. Dia absen dalam 10 pertandingan Arsenal karena cedera tersebut. Logikanya, jika ia sehat-sehat saja, mungkin Arsenal akan ada di posisi yang lebih baik. Logikanya.
Meski demikian, menyebut Maitland-Niles sebagai titisan Bale nampaknya terlalu ekstrem. Tentu ada kemiripan antara kedua pemain tersebut seperti yang disebutkan Cascarino. Tapi salah satu alasan Bale bisa menjadi pemain bintang adalah ketergantungan. Berangkat dari pemain buangan Tottenham yang hampir dijual ke Birmingham hingga akhirnya mendarat di Santiago Bernabeu untuk membela Real Madrid, semua karena ketergantungan.
Apabila Harry Redknapp tidak mengikuti instingnya untuk terus menaruh Bale di sektor penyerangan, ia tak akan seperti sekarang. Setelah Bale terbukti sukses, ia menjadi poros utama Tottenham dalam setiap pertandingan. Itulah yang membuat dirinya bisa ada dalam diskusi serupa dengan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.
Maitland-Niles tidak akan menjadi poros Arsenal. Hal itu terbukti dari perbincangan transfer Arsenal yang masih dikaitkan dengan pemain berposisi sama dengan Maitland-Niles. Entah itu Zaha, Wan-Bissaka, Fraser, ataupun Nicolas Pepe, semuanya sebenarnya bisa diisi oleh Maitland-Niles. Bek, gelandang, penyerang, tidak masalah.
Penerus Bale? Apabila ditelusuri ke belakang, satu-satunya alasan Maitland-Niles mendapat sorotan seperti sekarang adalah karena Arsene Wenger. Dalam beberapa musim terakhir Sang Profesor di Emirates Stadium, ia tidak pernah memiliki sayap yang konsisten di lini serang. Bahkan Gael Clichy sampai pernah dipasang sebagai penyerang sayap oleh Wenger.
Lalu kemudian muncul Maitland-Niles yang memiliki etos kerja luar biasa, rajin naik-turun, memiliki insting untuk menciptakan peluang, seakan lengkap. Perbandingan luar biasa itu akhirnya muncul. Padahal andaikan Emery memiliki pemain yang lebih tenar di sisi sayap, nasib Maitland-Niles kemungkinan besar hanya akan seperti Smith Rowe dan Nelson.