Amerika Serikat membuka gelaran Piala Dunia Perempuan dengan meyakinkan, mereka menang telak atas Thailand dengan margin dua digit gol, 13-0. Tentu semua pemain menyambut secara suka cita kemenangan telak ini. Tidak termasuk legenda sepakbola perempuan Amerika Serikat, Abby Wambach.
“Kemenangan yang luar biasa, ini adalah mimpi bagi semua pemain (mencetak gol di Piala Dunia),” ujar Wambach.
Namun kritik juga begitu deras mengalir ke para pemain USWNT. Kritik tersebut diutarakan karena para pemain Amerika Serikat seperti tidak menjunjung tinggi sportifitas dengan menang 13 angka dan masih berselebrasi secara “berlebihan”. Fred Bowen, Kolumnis Washington Post menganggap kemenangan dengan margin sebesar itu berdampak buruk bagi psikis pemain lawan dan tidak selayaknya dirayakan.
Prespektif yang dilayangkan oleh Fred Bowen, ada benarnya. 19 tahun silam kita semua mengingat kemenangan telak sepanjang sejarah yang dicatatkan Australia atas Samoa Amerika 31-0.
Kita semua akan bergumam, “Bagaimana sebuah kesebelasan kalah setelak itu?”. Namun kita semua lupa menanyakan “Spa yang terjadi dengan penjaga gawang yang kebobolan 31 gol dalam satu laga?”
Mari melihat apa yang terjadi kepada penjaga gawang Samoa Amerika saat itu, Nikcky Salapu. Kiper yang harus memungut 31 gol yang bersarang di gawangnya, apakah permainannya seburuk itu, atau ada yang salah dengan gaya bermain Samoa Amerika.
Nicky Salapu dan persiapan Samoa Amerika
11 April 2000 mungkin menjadi malam yang tidak akan terlupakan bagi Samoa Amerika dan Nicky Salapu. Semua bermula dari aturan FIFA dimana para pemain Samoa Amerika Amerika harus memegang paspor Amerika Serikat karena Samoa Amerika secara hukum teritori di bawah kependudukan Amerika Serikat atau Unincorporated territories of the United States, sama seperti Puerto Rico, Guam, dan Filipina, sebelum merdeka tahun 1946. Sedangkan saat itu pemain Samoa Amerika hanya memegang paspor Warga Negara Samoa Amerika tanpa paspor Amerika Serikat kecuali satu pemain: Nicky Salapu.
Nicky saat itu berusia 20 tahun, dan secara komposisi pemain, Samoa Amerika hanya diperkuat pemain dengan rataan umur 19 tahun, bahkan dua pemain berusia 15 tahun. Itupun mereka bukanlah pemain Timnas Samoa Amerika ataupun pemain sepakbola secara profesional di bawah kelompok umur tertentu. Mereka adalah jemaat Gereja Evangelis yang memiliki paspor Amerika Serikat dan hanya bermain bola di saat senggang.
Pelatih Samoa Amerika saat itu Tunoa Lui, menyebut tidak ada target dalam laga kualifikasi Piala Dunia yang mereka jalani kontra Australia. Toh ranking 203 yang dimiliki Samoa Amerika sangat jauh dari Australia secara kualitas dan susunan pemain pun jauh tertinggal.
Samoa Amerika memulai kualifikasi Piala Dunia 2002 dengan sangat buruk, kalah 8-0 melawan Samoa, kemudian kembali kalah melawan Tonga dengan skor 5-0, sebelum dikalahkan Fiji dengan skor 13-0. Namun Tunoa Lui tidak menyerah, mereka terus bertekad memainkan semua pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2002. Hingga tiba saatnya mereka menghadapi Australia.
Secara logis, apabila mereka kalah menghadapi Fiji dengan skor begitu telak, lalu bagaimana menghadapi raksasa Oceania? Dan laga kemudian dimulai pada 11 April 2011, Coffs Harbour International Stadium menjadi saksi, kekalahan tertelak sepanjang sejarah sepakbola yang belum terkalahkan secara rekor.
Laga dimulai dan Nicky Salapu sudah mencatatkan 10 penyelamatan dalam 10 menit pertama. Samoa Amerika belum kemasukan satupun gol karena penyelamatan yang dilakukan Nicky Salapu dari gempuran Tony Popovic dan kawan-kawan.
Akhirnya Con Boutsianis membuka angka bagi Australia diikuti berondongan gol dari para pemain tuan rumah. Nicky Salapu tak mampu berbuat apapun, pun dengan para pemain Samoa Amerika, mereka benar-benar kalah segalanya dari Australia. Babak pertama ditutup dengan 16-0 untuk Australia. Di babak kedua Australia mencetak 16 gol lagi, namun kesalahan dari penyelenggara pertandingan membuat laga tercatat berakhir dengan 31-0 untuk Australia.
Kekalahan yang berujung Panjang bagi Nicky Salapu hingga bertahun-tahun lamanya. Dalam buku buatan James Montague berjudul : 31-0, Nicky kemudian tidak pernah dipanggil Tim Nasional Samoa Amerika. Namun penderitaannya tak berhenti sampai disana, mentalnya hancur, depresi menjadi rekannya dalam bertahun-tahun kehidupannya.
Alkohol menjadi pelarian Salapu selama bertahun-tahun, ia kemudian pindah ke Seattle, Amerika Serikat. Penderitaanya terlampiaskan dengan bermain game di Playstation dimana Salapu mengalahkan Australia 50-0 dalam sebuah permainan. Namun tidak semudah itu bagi Salapu, anak dari Nicky Salapu mengalami bullying dari teman-temannya karena catatan buruk ayahnya. Ironisnya Nicky tidak mampu berbuat apapun, penderitaan terus menghantuinya, kekalahan 31-0 bukanlah hal yang mudah dilupakan.
Kebangkitan Salapu, kemenangan Samoa Amerika
Butuh waktu lama hingga akhirnya Salapu menemukan momentum untuk bangkit. Tepatnya di ajang Kualifikasi Piala Dunia 2014, 22 November 2011. Salapu akhirnya kembali memperkuat Timnas Samoa Amerika usai sebelumnya gagal bergabung karena masalah administrasi di ajang South Pacific Games yang digelar di Samoa.
Salapu bermain di laga menghadapi Tonga sebagai bagian kualifikasi Piala Dunia 2014, Samoa Amerika tergabung Bersama Samoa, Tonga dan Cook Island. Salapu bermain di laga pembuka menghadapi Tonga yang digelar di Stadion National Soccer, Apia, ibukota Samoa.
Laga menghadapi Tonga juga menjadi tonggak sejarah dimana John Saelua, menjadi transgender pertama yang bermain di laga resmi FIFA. Samoa Amerika memulai laga dengan cukup lambat hingga akhirnya semua berbuah manis bagi Samoa Amerika,Ramin Ott mencetak gol bagi Samoa Amerika di menit 43 dan membawa mereka unggul 1-0.
Di babak kedua, fullback Samoa Amerika, Shalom Luani menggandakan keunggulan tuan rumah menjadi 2-0. Bagi anda yang menyaksikan NFL, ya Shalom Luani adalah Safetyman dari Seattle Seattle Seahawks yang baru saja bergabung pada 2018. Tonga tertinggal dua gol, supporter Samoa Amerika di Pago-pago siap berpesta .
Tonga kemudian memperkecil kedudukan di menit 88,namun itu tidak berarti apapun, Samoa Amerika memenangkan pertandingan resmi pertama mereka sepanjang sejarah. Namun tidak ada yang lebih bahagia dari Nicky Salapu, ia berteriak sekeras-kerasnya, air mata menetes di matanya, haru menyelimuti seluruh pemain. Salapu akhirnya melepaskam “kutukan” yang menyelimutinya 1 dekade silam.
“Saya merasa seperti juara, saya bisa meninggalkan masa lalu saya sekarang,” ujar Salapu pada New York Times. Salapu bahkan tidak keluar dari lapangan selama 1jam hanya untuk menikmati momen tersebut. Dari pria yang menanggung malu kebobolan 30 gol menjadi pahlawan dari kemenangan bersejarah bagi Negaranya.
Jadi kesimpulannya: apakah mencetak gol banyak itu “boleh”? Jawabannya tentu tergantung bagaimana anda merayakannya, apabila mencetak 10,11, atau 30 gol, dan anda berselebrasi seperti seorang juara dunia, Anda jelas tidak akan berteman dengan siapapun.