Sporting Director, bukan Director of Football!
Karena istilah yang masih menjadi perdebatan, seringkali jabatan Director of Football dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat diterima publik sepakbola, terutama di Inggris.
Klub-klub yang lebih “tradisional” seperti Bournemouth, Brighton, serta Burnley, memilih pendekatan “Technical Director” ketimbang Director of Football yang lebih umum dipakai di eropa daratan.
Kini perlahan klub-klub Inggris (terutama Premier League dan Championship), sudah mulai menerima adanya peran DoF. Leicester City, Everton, West Ham United, dengan gamblang memakai term Director of Football di posisi ini.
Lain halnya dengan Liverpool. Beberapa tahun silam, mereka memakai titel “Director of Football Strategies” dalam pos ini. Sekarang, mereka memilih pendekatan ala Eropa daratan, Sporting Director. Selain itu Crystal Palace, Watford, serta Wolverhampton Wanderers juga menggunakan model Sporting Director ini. Kebetulan juga tiga klub tersebut dimiliki oleh investor asing, yaitu Amerika Serikat, Italia serta Tiongkok.
Selain jenis-jenis penamaan di atas, tiga klub lain memilih menambahkan kata “Operations” dibelakang untuk posisi Director of Football. Mereka adalah Tottenham Hotspur, Southampton, serta Fulham.
Menanggapi hal ini, Dr. Dan Parnell juga memiliki pandangannya sendiri. Menurutnya di dalam sepakbola, terminologi Sporting Director lah yang agaknya pas untuk disebut.
“One of my students, who had worked in elite football for more than 20 years, highlighted an issue with using the Director of Football title, as opposed to Sporting Director: “The Director of Football term undermines the manager directly. Who is in charge? It cannot be the Manager, as the Director of Football has the final say – they are the ones who direct football.”
“The title should be Sporting Director and this role should be responsible for the strategy of the football club from the first team, through the U21, academy, scouting and recruitment, medical and sport science – and in some cases extended to in some cases the community foundations of football clubs who can play a part in recruitment and talent identification.”
Dengan tugasnya yang sedemikian luas, sudah pasti Sporting Director tak lagi dipandang sebagai Head of Recruitment seperti yang akrab dijumpai di tanah Britania, klub seperti Newcastle United dan klub-klub di divisi kedua atau lebih masih menggunakan model ini hingga sekarang.
DoF menjawab perkembangan jaman
Tak hanya bagi sepakbola Inggris, sebenarnya jabatan Director of Football hadir untuk menjawab perkembangan jaman. Sebelum hadirnya era sepakbola industri, menjalankan klub sepakbola bisa digambarkan layaknya mengelola tim inti dan tim muda, serta berkoordinasi dengan jajaran kepelatihan.
Bayangkan betapa ribetnya seorang manajer(di Inggris) ataupun seorang pelatih kepala di era modern yang harus mengurusi hal teknis serta non-teknis mulai dari tim inti, tim reserves/ U23, tim muda, jajaran kepelatihan, dan berbagai departemen lainnya.
Di Inggris sendiri, Director of Football memang dipersiapkan secara matang. Di beberapa perguruan tinggi, salah satunya University of Salford, menyediakan studi Sporting Directorship dalam jenjang master.
Jangan kira kalau keberhasilan Manchester City menjelma sebagai salah satu kekuatan mengerikan di Inggris karena semata-mata karena uang tanpa visi jempolan dari jajaran direksi. Jauh sebelum Pep Guardiola masuk sebagai pelatih kepala, mereka merekrut Txiki Begiristain yang pernah bekerja sebagai Director of Football di FC Barcelona selama hampir satu dekade dan membangun dinasti Barcelona yang berjaya.
Dengan kehadiran Txiki, semua sudah dipersiapkan matang (bahkan disinyalir sebagai alat perayu Guardiola agar mau bergabung ke Manchester City) sehingga begitu Guardiola masuk ke Man City, sang pelatih tinggal “tancap gas” sementara itu Director of Football telah membuat “sistem”-nya terlebih dulu.
Hal semodel Manchester City rupanya coba diduplikasi oleh klub kuda hitam anyar EPL, Wolverhampton Wanderers. Dengan sokongan dana melimpah dari Fosun International, tak menjadikan gaya berbelanja mereka ugal-ugalan seperti yang pernah dilakukan Chelsea atau Manchester City. Dengan cerdik, Kevin Thelwell sang Sporting Director “menjalin koneksi” dengan beberapa agen asal Portugal -juga ditengarai terlibat super agent Jorge Mendes didalamnya melalui sebuah perusahaan konsultan sepakbola- sehingga berhasil mendatangkan pelatih sekelas Nuno Espirito Santo serta pemain-pemain seperti Ruben Neves, Willy Boly, Ruben Vinagre, Diogo Jota sebagai kunci kesuksesan promosi dari divisi Championship ke Premier League.
Stewart King, Global Head of performance di Nolan Partners, konsultan spesialis rekrutmen olahraga yang berpengalaman dalam bekerja dengan para grup investor sepakbola dan dewan klub Liga Premier untuk menunjuk Sporting Director, menerangkan bahwa model DoF ini akan menjadi standar di dunia sepakbola.
“Model Sporting Director sudah well established di seluruh olahraga lain, terutama dalam olahraga profesional Amerika Utara, yang cenderung menyebut mereka General Manager,” ujar King mengutip Telegraph. “Ini pasti sesuatu yang telah berkembang pesat dan menjadi standar di Liga Premier.
“Ini (Sporting Director) tentang memiliki seseorang yang akan memberikan pemikiran dan perencanaan strategis menyeluruh. Ia adalah posisi yang harus melindungi dan mendukung pelatih kepala. Pekerjaan itu terlalu besar dalam permainan modern bagi para manajer untuk mengawasi semua area yang pernah mereka lakukan, ” pungkasnya.
Nama-nama mutakhir Director of Football
Di era sepakbola modern, agaknya nama Roman Rodriguez Vardejo patut mendapat highlight. Pria asal Spanyol yang lebih akrab dengan nama Monchi ini mendapat status legenda karena apa yang dilakukannya bersama klub LaLiga, Sevilla.
Alkisah pada tahun 2000 silam, Sevilla terdegradasi ke Segunda Division. Monchi dengan brilian mengorbitkan nama-nama yang kan membuat anda tercengang: Sergio Ramos, Alberto Moreno, Diego Capel, Jesus Navas.
Bersama Monchi, Sevilla juga berhasil merekrut nama-nama yang kelak akan menjadi besar seperti Ivan Rakitic, Dani Alves, Adriano Correia, dan Aleix Vidal dengan harga murah kemudian menjualnya dengan harga selangit. Keputusannya menunjuk Unai Emery juga mengantarkan Sevilla menjuarai Europa League 4 kali (3 diantaranya beruntun).
Cerita lain kesuksesan Liverpool menjuarai Liga Champions 2018/2019 juga tak lepas dari peran Michael Edwards sebagai Sporting Director. Latar belakangnya yang pernah bermain di Peterborough United dan pernah bekerja sebagai data analyst bersama Harry Redknapp di Portsmouth dan Tottenham Hotspur membuatnya menjadi sosok komplit, ditambah ia pernah menempuh studi Management Business and Informatics di University of Sheffield.
Dengan latar belakang pengalaman Edwards, ia seakan sepaham dengan filosofi “Moneyball” yang dianut Fenway Sports Group. Penciumannya yang tajam membuat nama seperti Mohamed Salah, Virgil van Dijk, Alisson Becker, Naby Keita, dan Fabinho adalah bukti konkret bahwa Edwards adalah nama besar di kancah Director of Football masa kini.
Berubahnya status medioker menjadi tim langganan perebut juara bagi Atletico Madrid tak lepas dari peran sentral DoF mereka, Andrea Berta. Bekas scout Parma dan Genoa ini awalnya menduduki posisi scout di Atleti. Keberhasilan Los Rojiblancos merekrut Antoine Griezmann dan Jan Oblak saat kehilangan Thibaut Courtois serta Diego Costa adalah salah satu bukti dirinya brilian dalam hal transfer. Jelang musim 2019/2020, Berta merekrut wonderkid termahal di dunia, Joao Felix, lalu Marcos Lllorente, Mario Hermoso, Felipe, Renan Lodi, Ivan Saponjic serta Kieran Trippier dengan total 243 juta euro.
Sosok Leonardo Araujo juga menjelma dari pemain sepakbola menjadi Director of Football yang memiliki reputasi besar. Kiprah cemerlangnya bersama AC Milan membuat klub kaya baru, Paris Saint-Germain mengunakan jasanya untuk mengubah status dari klub medioker menjadi salah satu klub prestisius di Eropa. Berkatnya, nama-nama besar terutama pemain asal Brazil mampu mendarat mulus di stadion Parc Des Princes.
Nama yang terakhir bisa dibilang paling jempolan dalam hal menerawang potensi. Ialah Luis Campos yang kini berposisi sebagai Director of Football klub Ligue1, Lille. Reputasi Campos meroket saat ia bekerja untuk AS Monaco. Semasa di Monaco, ia bertanggung jawab karena telah merekrut pemain dengan harga semurah-murahnya, mengorbitkannya menjadi pemain hebat, lalu menjualnya dengan harga fantastis. Ingat nama-nama berikut: Fabinho, Tiamoue Bakayoko, Bernardo Silva, Thomas Lemar, dan pemain termahal dunia saat ini, Kylian Mbappe.
***
Begitulah serba-serbi tentang Director of Football. Di tengah perkembangan pesat dunia sepakbola, DoF hadir untuk menjawab tantangan sepakbola modern yang sarat akan pertimbangan bisnis selain tentunya mengincar trofi. Dan seperti pelatih yang kerap mendapat tekanan dari berbagai sisi, DoF juga mulai mendapat tekanan yang sama besarnya.
Pun demikian, harus dipahami bahwa proses adalah bagian penting dari kesuksesan sebuah klub sepakbola. Karena terkadang, pemilik klub sering kebablasan untuk menentukan arah kebijakan klub dan menjadikan DoF sebagai kambing hitam atas kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.
Apakah kalian berminat menjadi seorang Director of Football suatu hari nanti?
Baca juga bagian pertama soal DoF: Mengenal Peran Director Of Football (1): Apa Tugas dan Fungsinya?