Pemain Leicester City, James Maddison, merasa yakin bahwa pengabdiannya yang besar pada sepakbola berhasil membantunya masuk ke skuat senior timnas Inggris. Ia juga menganggap bahwa passion dirinya di dunia sepakbola adalah salah satu faktor yang membuat dirinya bisa memiliki kualitas yang apik sebagai pesepakbola profesional.
Sebenarnya tidak mengherankan mengapa Maddison bisa masuk ke timnas Inggris di atas penampilannya untuk Leicester selama setahun terakhir ini. Meski memang banyak yang masih berpikir bahwa pemain kreatif semacam Maddison akan menjadi aset bagi tim senior di waktu mendatang setelah sempat mengalami hal yang mengecewakan di Kompetisi Euro U-21 dua tahun silam.
Di satu sisi, sebelum bergabung bersama The Foxes, Maddison adalah pemain Norwich City, dan ia harus menunggu lebih dari setahun untuk melakoni debutnya di Carrow Road. Sebelumnya, ia sempat dipinjamkan ke Coventry (klub asalnya) dan kemudian ke Aberdeen sebelum akhirnya bisa bermain untuk Norwich pada April 2017. Tapi sekarang, pemain berusia 22 tahun itu telah memasuki tahun keduanya bermain di Premier League, dan sejauh ini, ia begitu ciamik dalam memainkan serangkaian perannya di Leicester City.
Jadi, tak heran rasanya mengapa Maddison tampak sudah siap untuk mengemban tugas sebagai pemain timnas Inggris senior, dan semua orang tahu bahwa ia memang bisa menjadi aset masa depan bagi pasukan Three Lions. Menanggapi hal tersebut, Maddison kemudian mengungkapkan seperti apa proses transisinya, di mana ia berjuang untuk mendapat menit bermain sampai menjadi sosok pemain tengah andalan seperti sekarang.
“Saya adalah seorang anak yang selalu ingin bermain sepakbola. Ketika saya pergi ke Norwich, hal itu sedikit mengejutkan karena saya ternyata tidak bisa mendapatkan menit bermain yang saya inginkan. Saya berada di bangku cadangan di Coventry City pada usia 16 tahun, jadi saya tidak berharap untuk tidak masuk tim ketika itu,” ungkap Maddison dilansir dari The Guardian.
“Itulah sebabnya saya pergi dengan status pinjaman (ke Coventry) saat saya di Norwich. Akan tetapi ketika saya kembali lagi (ke Norwich), saya mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan karena manajer baru datang. Situasi saat itu seperti sebuah batu tulis yang sedang diukir ulang, tapi saya berhasil masuk ke dalam ukiran itu karena telah berhasil membuatnya (manajer) terkesan. Dia menempatkan saya pada hari pertama musim itu, dan saya tidak pernah lupa hal itu.”
“Saya sangat senang dengan hal-hal yang terjadi sejak saat itu, dan saya berutang banyak pada Daniel Farke (manajer Norwich) dan Norwich. Hasil yang mereka raih di setiap pertandingan selalu yang pertama saya periksa, dan saya senang melihat mereka telah membuat awal yang baik di Premier League dengan Teemu Pukki yang juga sedang dalam performa terbaiknya.”
Dikritik karena Rambut
Leicester City sendiri sejauh ini telah membuat awal yang baik, dan bahkan mungkin mereka lebih dekat dengan persaingan Liverpool dan Manchester City ketimbang tim big six lainnya. Bahkan tidak sedikit yang memprediksi bahwa dari hasil-hasil itu The Foxes dapat kembali bersaing dan tampil sebagai tim kuda hitam (lagi) seperti di musim 2015/2016, musim di mana mereka menjuarai Premier League.
Namun, bagi James Maddison, kehilangan kesempatan meraih kemenangan ketika ditahan imbang Chelsea adalah sebuah kerugian yang lumayan signifikan. Hal ini sempat mendorong pendukung Chelsea yang sekaligus presenter, Jeremy Clarkson, meresponnya dengan memberi saran melalui akun Twitter-nya, dan mengatakan bahwa Maddison lebih memedulikan gaya rambutnya daripada persiapan atribut sepakbolanya. Meski pada akhirnya ia tertampar dengan jawaban pedas dari Maddison.
“Tetap berpegang pada mobil, sobat. Hitung jumlah tangan Anda, dan sebutkan berapa banyak yang terhitung,” balasan Maddison kepada Clarkson dengan memberi isyarat bahwa si presenter adalah orang yang doyan mabuk dan sering memakai narkotika.
Namun, karena banyak netizen yang dengan cepat merespon sesuatu di media sosial, Clarkson lalu merubah penilaiannya dan menyebut bahwa Maddison bermain baik di pertandingan melawan Chelsea di Stamford Bridge. Meskipun tetap saja, Maddison menyangkal komentar itu dengan mengatakan bahwa presenter Grand Tour tersebut tidak mengenalnya sama sekali, dan sudah salah paham dalam menilainya.
“Saya dulu pernah menonton acara Clarkson di televisi, dan saya pikir ada hal yang lucu ketika dia mengomentari rambut saya. Meskipun sebenarnya, dia sudah sangat salah, apalagi tentang jumlah waktu yang saya habiskan untuk berlatih sepakbola. Hidup saya adalah sepakbola. Saya hidup dan bernafas dengan sepakbola. Jika ada sesuatu, kadang-kadang saya harus menjauh dari sepakbola,” tutur Maddison.
“Saya suka permainannya, saya suka menontonnya, memainkannya dan membicarakannya. Saya masih keluar di tempat latihan jam 1 siang ketika latihan sudah selesai jam 11.30. Saya sudah melakukan itu sejak usia muda, dan berkat semua itu, saya bisa sampai di tempat saya sekarang. Jadi, kebiasaan dan kehidupan saya masih belum berubah.”
“Siapa pun yang mengenal saya akan memberi tahu Anda bahwa saya selalu seperti itu. Saya sudah bermain di League One, Skotlandia, Championship dan Premier League, jadi saya sudah berusaha keras. Saya bermain di liga terbaik di dunia saat ini, sehingga wajar rasanya bagi saya untuk tidak terima dengan komentarnya (Clarkson) begitu saja.”
Belajar dari Kegagalan
Selain itu, disamping kebiasaan dan kehidupannya yang sangat erat dengan sepakbola, James Maddison juga selalu belajar dari apa yang terjadi padanya, termasuk ketika ia belajar dari kegagalan timnas Inggris U-21 di ajang Euro pada bulan Juni 2017. Saat itu, para aset muda Inggris gagal memenangkan pertandingan dan harus pulang setelah babak penyisihan grup. Menurut Les Reed, penyebab kegagalan tersebut adalah karena para pemain terlalu percaya diri dengan kondisi timnya.
Menanggapi hal ini, Maddison kemudian mengungkapkan bahwa sebenarnya ia dan para pemain timnas Inggris U-21 lainnya sudah bekerja dengan sangat keras. Meski di satu sisi, ia mengakui jika memang kondisi para pemain waktu itu terlalu percaya diri karena menganggap Inggris begitu kuat setelah diperkuat pemain dengan bakat-bakat yang potensial.
“Kami pergi ke turnamen itu (Euro U-21) dan kami mencoba untuk memenangkannya. Tapi, kami harus dinobatkan tidak lolos grup setelah dua pertandingan. Melihat kejadian ini, saya mungkin berpikir bahwa memang kami terlalu percaya diri, meski pada saat itu tidak terlalu tampak karena kami sudah bekerja sangat keras. Mungkin, karena kami menganggap bahwa kami adalah salah satu tim terbaik di turnamen, maka saya tidak merasa bodoh untuk mengatakan jika kami memang angkuh dengan keadaan,” tandas James Maddison.
“Tapi, kami memang diperkuat oleh bakat-bakat yang bagus. Saya pikir saya tidak pernah memiliki perasaan yang lebih buruk di sepakbola, jujur saja, seperti yang dikatakan Gareth Southgate bahwa Anda harus belajar dari pengalaman seperti itu. Jadi, apa yang saya pelajari? Ya, saya pelajari bahwa turnamen sepakbola itu berbeda. Penting untuk memikirkan segala aspek karena Anda tidak akan pernah mudah untuk mendapatkan kesempatan kedua.”