Manajer Leicester dan Chelsea telah memulai banyak pertandingan dengan sepakbola yang menarik berkat para pemainnya seperti Maddison ataupun Pulisic. Bahkan, Gareth Southgate sempat rela mengabaikan pertandingan penting antara Liverpool vs Manchester City di pekan sebelum jeda internasional ketiga musim ini demi mendapatkan sensasi menonton pemain asli Inggris dalam skuat Leicester atau Chelsea.
Pasalnya, hanya ada tiga anggota skuat Three Lions yang bermain di Anfield saat itu (Henderson, Chamberlain, dan Stones), yang juga turut tampil di tim utama Inggris melawan Montenegro. Oleh sebabnya Southgate tampak lebih tertarik menonton pertandingan Leicester atau Chelsea karena diantara kedua klub tersebut terdapat pemain asal Inggris yang jumlahnya dua kali lipat dari yang bermain di laga antara Liverpool vs City.
Namun, kendati banyak prediksi yang mengatakan bahwa Liverpool dan City akan kembali bersaing secara ketat di musim ini, Premier League tetap memiliki kejutan yang menarik. Apa kejutannya? Sudah jelas bukan, kejutannya adalah performa Leicester City dan Chelsea yang sanggup berdiri di antara klub pemimpin klasemen dan juara bertahan. Kedua klub ini mampu membuktikan kualitas diri mereka dengan cara yang bukan kebetulan. Bahkan, kedua klub ini punya kualitas terbaik dan penyumbang aset terbesar pasukan timnas Inggris.
Bagaimana pun cara Anda melihatnya, Anda tidak bisa menafikan bahwa ada kualitas mempuni yang datang baik dari Stamford Bridge atau pun King Power stadium, dan berdasarkan permulaan kedua tim bermain di musim ini, hasil yang mereka raih telah menjadikan mereka patut diperhitungkan sebagai pesaing terberat Liverpool dan City. Selain itu, tampaknya tidak terlalu dini untuk menyebut bahwa kedua klub dengan jersey biru tersebut bisa menduduki posisi Liga Champions di akhir musim ini.
Seperti yang semua orang ketahui, Brendan Rodgers berhasil membawa timnya pindah ke posisi kedua dengan kemenangan mereka atas Arsenal beberapa waktu lalu, dan begitu juga dengan Frank Lampard yang di waktu yang sama berhasil membawa Chelsea berada di atas City setelah menang atas Crystal Palace. Dengan begitu, Pep Guardiola maupun Jurgen Klopp sepertinya harus sedikit bersabar dengan keadaan ini.
Di sisi lain, setelah kekalahan di pekan ke-12, City langsung melawan Chelsea di Etihad stadium pada pekan ke-13 Premier League. Peluang persaingan antar kedua klub “berduit” itu ternyata datang lebih awal. Namun sebelumnya, hanya sedikit yang membayangkan bahwa Guardiola akan mengalami banyak masalah ketika berhadapan dengan Lampard –si manajer pemula. Apalagi jika melihat keadaan tim The Blues yang dikenakan larangan transfer dan sempat memulai musim mereka dengan kekalahan 4-0 di Old Trafford.
Tapi, alih-alih distigmakan lemah, ternyata Chelsea bermain sangat baik di Etihad (meski harus kalah dengan skor 2-1 di akhir laga). Mereka juga ternyata memiliki lebih dari cukup pemain muda berbakat yang bermain ciamik di sana tanpa harus belanja besar-besaran pada bursa transfer musim panas kemarin. Selain itu, kehadiran pemain seperti Christian Pulisic dianggap oleh banyak pihak sebagai sosok pengganti yang sangat cocok untuk pos yang ditinggalkan Eden Hazard.
Di sisi lain, Lampard dikatakan begitu beruntung ketika ia dapat mengambil alih skuat yang terbilang sukses milik Maurizio Sarri, dan sejauh ini, ia juga sudah membuktikan kalau sepasang tangannya bisa membuat serangkaian keajaiban yang dibutuhkan klubnya di musim ini. Bagaimana tidak, Chelsea akhirnya bisa memiliki seorang manajer yang mampu memberikan kepercayaan penuh kepada pemain muda akademi, dan aspek ini merupakan nilai lebih bagi tim yang terbilang tidak diperhitungkan juara liga pada awal musim ini.
Begitu pula dengan Leicester City. Brendan Rodgers mungkin melakukan hal yang sediki lebih baik dari Frank Lampard. Tentu saja, bahkan ada banyak pengamat yang menggelengkan kepala mereka dua pekan lalu, dan mulai bertanya-tanya mengapa Arsenal tidak bisa membawa mantan manajer Celtic itu ke Emirates Stadium ketimbang membawa Unai Emery. Ini merupakan pertanyaan yang adil mengingat pasukan The Foxes jauh lebih baik keadaannya dibandingkan dengan pasukan The Gunners.
Pasalnya, jika Arsenal merasa Emery adalah sosok yang paling mirip dengan Arsene Wenger saat muda, namun entah mengapa justru sosok yang paling mirip ini malah mengimpor semua kesulitan yang menyelimuti Arsene Wenger di masa tuanya. Sedangkan Rodgers, ia adalah sosok yang hanya butuh sedikit adaptasi (di paruh musim lalu) untuk memunculkan keterampilan luar biasa (di musim berikutnya).
Anda bisa melihat bahwa empat klub teratas yang tidak tunduk pada larangan transfer umumnya tidak menunjuk manajer lokal, maka dari itu Leicester mungkin adalah tujuan terbaik yang bisa disinggahi Rodgers ketika ia memutuskan pindah dari Celtic. Meski memiliki debut buruk di bawah Rodgers, Leicester berhasil menempati posisi 10 besar di musim lalu. Mereka tidak bernasib seperti klub-klub yang “bertubuh” serupa seperti Everton atau West Ham, yang tetap kesulitan meski telah menghabiskan uang untuk merekrut pemain.
Berbeda dengan Leicester, yang jauh lebih praktis, dengan hanya memanfaatkan potensi maskot mereka sendiri seperti Jamie Vardy dan Kasper Schmeichel yang juga masih menjadi pemain inti di tim utama asuhan Rodgers. Keduanya masih menjadi pemain yang sangat baik yang memberikan kepercayaan diri lebih kepada rekan setimnya.
Selain itu, ternyata Brendan Rodgers juga selalu mengkoreksi apapun yang terjadi di setiap pekannya, dan hal seperti inilah yang membuat para pemainnya seperti James Maddison, Youri Tielemans, Ben Chilwell dan pemain lainnya bisa tampil konsisten. Bahkan, dengan kondisi seperti ini, mereka mulai berambisi untuk kembali ke Liga Champions di musim depan.
***
Maka sudah jelas bukan, baik Frank Lampard maupun Brendan Rodgers, sejauh ini sudah memberikan realitas yang lebih baik untuk klub asuhannya. Tidak seperti Arsenal, Tottenham, Manchester United atau klub manapun yang punya ambisi bermain di Liga Champions. Seberapapun optimisnya mereka, jika mereka tidak melakukan pekerjaan yang lebih baik, tetap saja mereka tidak akan mampu mencapai ambisi itu.
Lampard dan Rodgers sudah menunjukkan contoh pekerjaan baik tersebut di musim ini. Dua manajer ini punya visi yang jelas, dan mereka juga tidak hanya memanfaatkan satu atau dua pemain saja. Baik Chelsea maupun Leicester, kedua klub ini selalu bermain sebagai tim yang solid. Jadi, rasanya kalau klub-klub Premier League lain ingin tampil lebih baik, mungkin mereka bisa mencontoh cara Lampard dan Rodgers dalam menangani Chelsea dan Leicester di musim ini.