Dua puluh tahun yang lalu, Chelsea berhasil mendatangkan pemain berlabel kelas dunia asal Amerika Latin, Gustavo Poyet. Mantan pemain timnas Uruguay itu berhasil menjadi salah satu figur utama bagi The Blues setelah berhasil mendapatkan kepercayaan menjadi sosok kapten klub.
Gus Poyet telah menjadi pemain yang diharapkan para penggemar Chelsea saat ia bergabung secara bebas transfer dari Real Zaragoza pada 1997. Gelandang ciamik tersebut telah menjadi anggota terpenting skuat utama tim Real Zaragoza saat mengalahkan Arsenal di final Piala Winners beberapa musim sebelumnya.
Lalu, manajer Chelsea saat itu, Ruud Gullit, tengah berusaha memperkuat tim yang baru saja memenangkan Piala FA dengan mendatangkan satu pemain. Satu nama pemain itu akhirnya tertuju pada Poyet yang akhirnya setuju untuk berlabuh ke Stamford Bridge.
Selain Gus Poyet, Gullit juga mendatangkan beberapa pemain saat itu. Pemain veteran Piala Dunia 1994 seperti Ed de Goey, striker Norwegia Tore Andre Flo, bek kiri Celestine Babayaro, dan bek serba bisa Bernard Lambourde didatangkan guna memperkuat skuat utama. Selama empat musim di klub, Poyet lebih membuktikan performa yang paling signifikan dibanding pemain-pemain tersebut. Ia memainkan peran penting dalam empat kemenangan trofi untuk Chelsea, dan juga yang tak ketinggalan adalah perolehan gelar Liga Inggris.
Namun, banyak spekulasi pada Poyet saat ia mengalami cedera selama tiga bulan. Saat itu banyak yang mengatakan jika seandainya ia tidak memperoleh pelanggaran keras dari pemain Southampton pada Boxing Day 1998, mungkin Chelsea akan memenangkan gelar pada musim itu. Tapi hal tersebut tidak terjadi, pasalnya Manchester United-lah yang mengunci gelar tersebut.
Sebuah cedera yang melanda Poyet memang memengaruhi jam terbang pada tahun pertamanya di London. Walaupun ia sempat pulih pada waktu yang tepat. Karena saat itu ia berhasil mencetak gol yang berhasil merubah keadaan pada laga semifinal Piala Winners melawan Vicenza. Kemudian ia pun berhasil membawa Chelsea ke final, sebelum akhirnya berhasil memperoleh kemenangan di partai puncak itu sebulan setelahnya.
Lima gol dalam 19 penampilan di musim 1997/1998 memperlihatkan bahwa ia memiliki kemampuan mencetak gol yang alami. Poyet memiliki ‘gudang amunisi senjata’ guna memperkuat pos posisinya sebagai gelandang serang. Kemampuan mencetak golnya itu banyak tercipta di beberapa laga, dan salah satunya seperti gol indah yang ia cetak untuk Chelsea saat melawan Sunderland.
Membantu Chelsea memenangkan piala Super Cup saat melawan Real Madrid di Monaco adalah hasil akhir yang membanggakan untuknya. Hal itulah yang kemudian menandai bakatnya dalam mencetak gol sebagai bagian yang terpenting.
Semua prestasi lainnya yang telah ia raih itu termasuk saat membantu The Blues lolos ke Liga Champions untuk pertama kalinya, berhasil mengunci kemenangan saat melawan Leeds, dan dua usaha cerdas di semifinal Piala FA saat Chelsea berhasil menang atas Newcastle di Wembley.
Selama kompetisi musim 1990/2000, Poyet dipercayakan menjadi kapten tim untuk pertama kalinya guna mencatatkan penampilan ke-100 bagi The Blues dengan spesial. Ia ‘menandai’ peran baru itu dengan golnya dari jarak 25 yard saat Chelsea melawan Lazio dalam penentuan grup klasemen Liga Champions di Stamford Bridge. Ia lalu merayakan golnya itu dengan meletakkan ban kaptennya di kepalanya, dan berdiri di depan tribun penonton guna melengkapi perayaan golnya tersebut.
Sayangnya, Lazio membalikkan defisit gol ke puncak klasemen. Hal itu pula yang menjadi faktor utama Chelsea tidak berhasil lolos setelah berada di urutan ketiga grup klasemen di bawah Barcelona.
Fakta tersebut membuat Gus Poyet merasa kecewa. Namun, di sisi lain ia terus berambisi dan akhirnya berhasil menyelesaikan musim dengan medali pemenang di Piala FA. Poyet juga berhasil mencatatkan 18 gol di musim tersebut. Jumlah golnya itu hanya dikalahkan oleh Flo. Walaupun begitu, banyak fans Chelsea yang memilihnya sebagai pencetak gol terbaik di tahun itu. Pasalnya, tendangan voli luar biasa dalam pertandingan melawan Sunderland menjadi alasan utama.
Ia menjadi kapten The Blues untuk kedua kalinya pada tahun baru 2001, saat Chelsea melawan Aston Villa. Kapten reguler Chelsea Dennis Wise dan Gianfranco Zola, serta wakil kapten potensial lainnya tengah dibangku cadangkan saat itu, sementara Marcel Desailly mengalami cedera. Jadi, Poyet lah yang diberikan kepercayaan untuk memimpin tim dalam kemenangan 1-0 itu.
Meski Poyet kurang disukai oleh manajer baru Chelsea saat itu, Claudio Ranieri, ia tetap masih bisa berhasil mencetak 12 gol dalam 35 penampilannya pada musim terakhirnya di Chelsea. Dengan akhir karirnya bersama Chelsea, mantan penggawa timnas Uruguay itu telah memperoleh statistik totalnya dengan mencatatkan 49 gol dalam 145 pertandingan. Sebuah catatan impresif yang mengesankan untuk seorang gelandang.
Dedikasinya untuk Chelsea adalah bukti jika kemampuan teknis dan kehadirannya sangat berkesan untuk para publik Stamford Bridge. Walaupun kemudian ia pindah ke rival satu kota Tottenham Hotspur di usianya yang ke-33 tahun, semua yang berkaitan dengan Chelsea sejak era itu tetap menaruh kecintaannya kepada Poyet.