Aturan Offside Diperlonggar, Aturan Handball Diperjelas

Kemarahan Eddie Howe memang beralasan. Gol Joshua King dianulir karena Philip Billing dianggap offside. Padahal, bola dianggap mengenai bahunya, alih-alih tangan. Terlebih lagi, posisi saat itu masih 0-0 dan Bournemouth masih amat mungkin memenangi pertandingan.

Tak berselang lama, di babak kedua, Bournemouth kembali mencetak gol. Alih-alih skor berubah menjadi 1-1, wasit justru menunjuk titik penalti Bournemouth. Gol Harry Wilson pun dianulir. Alasannya, karena sebelum serangan balik dilakukan, bek Bournemouth, Adam Smith dianggap menahan bola dengan tangan di dalam kotak penaltinya sendiri.

Saat wasit meniup peluit tanda pertandingan berakhir, Bournemouth akhirnya keok 0-3 dari Burnley. Pertandingan yang digelar pada 22 Februari 2020 lalu ini pun menghadirkan amarah, serta hilangnya rasa percaya terhadap teknologi bernama Video Asisstant Referee.

“Buatku, itu (gol Joshua King) jelas gol. Aku pikir bolanya mengenai bahu Phil dan tanpa itu, aku tak merasa VAR terlibat dalam gol Wilson. Aku selalu jelas soal VAR. Aku suka keputusan offside-nya karena itu hitam dan putih, benar dan salah. Namun, aku selalu berpegang teguh kalau wasit lah yang harus memberi keputusan akhir di lapangan,” kata Howe.

Untuk itu, regulator aturan sepakbola, The International Football Association Board (IFAB), membahas keputusan soal VAR. Dalam pertemuan rutin tahunan yang digelar di Belfast, Irlandia Utara, juga dibahas soal aturan handball agar penggunaannya lebih jelas antara lengan dan bahu.

Hal paling signifikan dari perubahan aturan tersebut adalah soal aturan handball. Mulai dari awal musim 2020/2021, aturan handball diperjelas antara lengan dan bahu. Di Laws of the Game FIFA nantinya akan disebut sebagai “T-shirt Line”. Aturan baru ini bertujuan untuk memudahkan perangkat pertandingan, lebih jelas melihat perbedaan antara lengan dan bahu.

Aturan Offside Diperlonggar

Banyak penggemar klub di Premier League yang tampaknya kurang puas dengan sistem VAR soal offside. Pasalnya, seringkali hasilnya bikin dahi berkerut. Bagaimana tidak? Seorang pemain bisa dianggap offside hanya karena sedikit bagian dari tubuhnya lebih dekat dengan kiper lawan.

Sekretaris Jenderal IFAB, Lukas Brud, pun menegaskan kembali kalau sistem VAR seharusnya hanya digunakan untuk membetulkan kesalahan yang bersih dan terlihat jelas. Artinya, untuk offside dengan margin yang amat kecil, keputusan tetap bergantung pada perangkat pertandingan di atas lapangan.

Awal bulan ini, Kepala Pengembangan Sepakbola Global FIFA, Arsene Wenger, merespons soal kontroversi VAR. Ia menyebut kalau masih ada tempat untuk mengubah aturan offside.

Mantan manajer Arsenal ini ingin memperhalus aturan offside untuk lebih memudahkan pemain menyerang. Menurut Wenger, penyerang akan dianggap onside, kalau bagian dari tubuh mereka yang bisa mencetak gol, setidaknya sejajar dengan bek, meski bagian tubuhnya yang lain ada di depan. Seruan inipun didukung oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino.

“Hal ini sudah diterima dengan amat positif. Inilah mengapa kami memutuskan untuk mempelajarinya lebih lanjut, untuk mendebatkannya dalam panel berbeda dan dengan pemangku kepentingan yang berbeda untuk menggarap sebuah protokol,” kata Infantino.

“Jelas, filosofi untuk membina sepakbola menyerang selalu membimbing kami. Kami harus sadar atas tradisi tapi jelas kalau aturan offside berkembang sepanjang waktu. Kami akan mencoba memberikan striker lebih banyak kesempatan mencetak gol dan itulah mengapa suasana di ruangan (rapat) amat positif. Namun, kami tetap harus mengujinya,” ujar Infantino.

https://www.instagram.com/p/B-twpxrph7e/