Terhentinya kompetisi sepakbola di seluruh dunia memunculkan banyak cerita, terutama di kompetisi Eropa. Menyebarluasnya wabah COVID-19 hampir di seluruh penjuru dunia nayatanya tak menghentikan pemberitaan tentang tindak-tanduk pesepakbola di luar lapangan.
Mandeknya kompetisi, jelas menimbulkan permasalahan tersendiri, terutama yang menyangkut persoalan finansial. Bayangkan, jutaan euro harus dibayarkan oleh sebuah kesebelasan tanpa adanya pemasukan dari pertandingan. Tak hanya pemain yang terkena imbas, para non-playing staff (pegawai klub) juga terkena imbas wabah yang kini menginfeksi 1,3 juta orang menurut data WHO per 6 April 2020.
Sejumlah klub dan pemain di Eropa mendapat sorotan karena keputusan dan tindakan mereka yang terkait dengan situasi ini.
Potong Gaji: Antara Sukarela dan “Terpaksa”
Berbagai klub sepakbola di Eropa (terutama di Inggris) kini aktif mengadakan program food bank. Food bank atau bank makanan adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk membantu persedian makanan bagi yang kesulitan.
Di Inggris sendiri, banyak di antara klub dan warga lokal menjadikan stadion sepakbola sebagai shelter untuk menyediakan kebutuhan pangan sehari-hari. Bahkan dua rival Manchester, United dan City Bersama-sama menyumbangkan total 100 ribu paun untuk menyumbangkannya kepada food bank di sekitaran Manchester.
Namun keteladanan yang berbeda ditunjukkan oleh klub Inggris, Leeds United. Tak lama setelah keputusan operator liga, EFL untuk menghentikan kompetisi, klub membuat pernyataan para pemain Leeds United rela memotong gajinya tanpa terkecuali demi dapat menggaji para non-playing staff secara penuh.
Leeds merupakan salah satu klub yang memiliki pengeluaran terbesar di kompetisi divisi dua Inggris, Championship. Apalagi dengan kehadiran head coach mereka, Marcelo Bielsa yang bergaji 3 juta paun per musim, tanggungan keuangan mereka semakin berat.
Rupanya integritas Bielsa mampu memengaruhi keseluruhan tim untuk menunjukkan keteladanan. Bahwa di masa-masa sulit dan penuh ketidakpastian akibat dari wabah corona tak membuat mereka menjadi egois. Keputusan ini diambil bahkan sebelum badan liga, EFL, memutuskan bagaimana skema pemotongan gaji pemain dan staf klub peserta EFL.
Sejumlah klub top Inggris juga telah mengeluarkan pernyataan mengenai persoalan gaji. Alih-alih melakukan apa yang seperti dilakukan Leeds, klub seperti Totttenham Hotspur, Bournemouth Norwich, dan Newcastle United malah memberitakan mencutikan non-playing staff demi mampu membayar gaji pemainnya dan menstabilkan keuangan mereka.
Asosiasi pemain sepakbola profesional Inggris (PFA) menilai klub-klub papan atas Liga Inggris mampu membayar gaji pemain dan staf selama kompetisi ditangguhkan. Sehingga, pemotongan gaji ini tak masuk akal dan malah merugikan pemain maupun staf.
Situasi ini menjadi pelik di Inggris mengingat jika klub-klub melakukan pemotongan gaji sebesar 30 persen seperti yang diminta pengelola Premier League, maka akan turut memengaruhi besaran pendapatan pemerintah melalui pajak. Pemotongan tersebut yang diperkirakan sebesar 500 juta paun menurut PFA, hanya akan mengurangi uang NHS (National Health Service) yang didapatkan melalui pajak dan juga merupakan sumber dari dana yang berfungsi menjamin dan membantu layanan kesehatan.
Dari Spanyol, klub raksasa La Liga, FC Barcelona memotong paksa gaji para pemain mereka hingga 70 persen. Keputusan ini merupakan hasil dari pembicaraan antara manajemen dengan para pemain setelah pada beberapa hari sebelumnya mereka dikabarkan menolak untuk dipotong gaji.
Barca bisa dibilang klub yang paling “terpukul” akibat penghentian kompetisi ini. Kabar terbaru, enam direktur klub mengundurkan diri sebagai bentuk kekecewaan atas kepemimpinan Josep Maria Bartomeu yang salah satunya tak mempu menangani situasi keuangan klub.
Di Jerman, Borussia Dortmund dan Borussia Moenchengladbach diketahui sebagai klub yang lebih dulu melakukan pemotongan gaji. Dua klub yang Namanya diambil dari bentuk latin Prusia ini telah melakukannya sejak 25 Maret lalu. Mengutip Bild, CEO Borussia Dortmund, Hans-Joachim Watzke mengatakan bahwa pemotongan gaji pemain ini mampu menghemat pengeluar klub sebesar 10 juta euro.
Bahkan kini markas Dortmund, Signal Iduna Park dijadikan fasilitas kesehatan dan menyediakan layanan pemeriksaan, pembuatan resep obat-obatan, serta layanan perawatan awal bagi warga yang positif terinfeksi virus corona.
Di Italia, Klub-klub Serie A telah sepakat untuk mengurangi upah para pemain mereka hingga sepertiga jika musim ini tidak selesai. Mengutip Marca, gaji mereka akan dipotong seperenam jika pertandingan bisa dimainkan sebagaimana mestinya. Keputusan itu dengan suara bulat disetujui oleh presiden dari 20 klub Serie A dalam pertemuan pada 5 April lalu.
Dari Pesta Seks, Keluyuran, Hingga Kabur ke Pesta Saat Lockdown
Rupanya, tak semua keteladanan mampu ditunjukkan bintang sepakbola tersohor dunia. Seperti contoh buruk yang dilakukan bintang Manchester City dan timnas Inggris, Kyle Walker. Alih-alih melakukan physical distance dan #stayathome, Kyle malah kedapatan melakukan pesta seks dengan mengundang 2 wanita pekerja seks ke rumahnya.
Karena hal ini, Manchester City tengah melakukan investigasi mendalam. Mengutip ESPN, Walker telah mengakui perbuatannya dan telah meminta maaf atas tindakannya. Ada lagi cerita dari bintang muda Aston Villa, Jack Grealish yang malah keluar rumah di masa lockdown dengan mengunjungi rumah temannya. Sialnya, mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan lalu lintas. Karena perbuatannya, Grealish akhirnya mendapat sanksi dari klub.
Hal yang buruk juga dilakukan pemain Celta Vigo dan timnas Rusia, Fedor Smolov. Kondisi darurat yang dialami Spanyol tak menghalangi niat Smolov untuk kabur ke negara asalnya. Smolov dikatahui kedapatan kabur demi menghadiri pesta ulang tahun pacarnya yang ke-18. Mengutip AS, Smolov bahkan kedapatan berulang kali meminta izin untuk ke Rusia untuk kepentingan pribadi. Sebelumnya, pemain Celta lainnya, Pione Sisto juga nekat mengabaikan karantina wilayah di Spanyol dan pulang kampung ke Denmark.
Spanyol memang salah satu negara yang paling parah terkena dampak wabah corona. Terakhir, ada sebanyak 8 pemain inti klub Espanyol yang positif terkena Corona. Maka dari itu, tindakan 2 pemain celta Vigo tentunya tak akan dibiarkan begitu saja oleh pengurus klub.
Cerita-cerita di atas bisa menjadi gambaran, bahwa di balik cerita kebaikan para pemain sepakbola, tak semua pemain dapat menjadi contoh baik bagi para penggemarnya. Mereka hanya segelintir contoh buruk di antara contoh-contoh baik yang ditujukan oleh beberapa pemain, pelatih, dan eks-pemain yang rela mendermakan uangnya hingga jutaan paun demi membantu korban terinfeksi Corona. Mari berharap semoga klub, pemain, dan supporter bisa bersama bahu membahu untuk menghadapi situasi buruk ini.