Tidak banyak sosok yang bisa memesona Andrea Pirlo. Pengalamannya selama 10 tahun menjadi jenderal lapangan tengah AC Milan, membuatnya tak mudah terkesan. Namun, segalanya berbeda ketika ia berkostum Juventus.
Pirlo dikontrak Juventus pada awal musim 2011. Juve beruntung karena mereka mendapatkannya dengan status bebas transfer dan memberinya kontrak hingga 2014. Pirlo dilatih oleh Antonio Conte, yang datang ke Juventus Stadium beberapa bulan sebelumnya. Pirlo ditempatkan dengan Claudio Marchisio dan Arturo Vidal di lini tengah. Penempatan ini membuatnya kian nyaman melakoni peran sebagai deep-lying midfielder.
Dalam buku otobiografinya, I Think Therefore I Play, Pirlo mengaku beruntung karena mengenal Antonio Conte. Meski ia telah bekerja sama dengan banyak pelatih sepanjang kariernya, tapi Conte-lah yang ia anggap paling mengejutkan.
Senjata Conte adalah pidato singkatnya yang ia balut secara sederhana dan bisa meyakinkan pemain kelahiran Flero, 19 Mei 1979 ini. Pertemuan pertama Pirlo dengan Conte terjadi di Bardonecchia. Kala itu, Juventus tengah mengadakan pemusatan latihan.
Di hari pertama, Conte mengenalkan dirinya. Sebagai pelatih yang sukses mengantarkan Siena promosi ke Serie A musim sebelumnya, bikin Conte paham apa arti bangkit dari keterpurukan.
“Teman-teman, kita finis di posisi ketujuh pada dua musim terakhir. Ini gila, luar biasa menyebalkan. Saya datang ke sini bukan untuk hasil semacam itu. Saatnya kita berhenti bermain buruk,” kata Conte.
Satu hal yang diingat Pirlo adalah bagaimana Conte meminta para pemainnya untuk selalu mengikuti kata-katanya. Ditambah lagi, kata-kata Conte terdengar mengancam, tapi juga menggelitik. Misalnya, “Kita harus membalikkan keeadaan dan ini bukan permintaan halus, ini perintah, kewajiban moral.” Lalu, “Gagal mencapai tiga besar musim ini sama saja dengan tindakan kriminal”.
Luapan emosi Conte akhirnya membuat Juventus langsung juara pada percobaan pertama. Banyak yang telah dicapai oleh Conte di musim pertamanya bersama Juventus, seperti menang 5-0 atas rival mereka, Fiorentina. Menyamai capaian tanpa kekalahan Fabio Capello sebanyak 28 pertandingan. Ia juga menjadi pelatih pertama yang mengantarkan Juventus ke final Coppa Italia sejak Marcelo Lippi pada 2004.
Di musim pertamanya tersebut, Conte membawa Juventus meraih gelar ke-28 mereka setelah menang 2-0 atas Cagliari. Di pertandingan terakhir, Juve menang 3-1 atas Atalanta dan menjadi tim pertama yang juara tanpa pernah kalah sejak liga berubah format menjadi 20 klub.
Menurut Pirlo, keberhasilan Juventus menjuarai Serie A kala itu adalah karena Conte. “Kesuksesan itu semuanya berkat dirinya, kemenangan berkat keteguhan di luar ekspektasi semua orang. Memang hasilnya tidak mungkin buruk, mengingat contoh yang ia peragakan di depan kami semua setiap hari. Conte seperti orang kesurupan, inti Juventus terbakar jauh di dalam jiwanya,” tulis Pirlo.
Setiap bertanding, Conte meminta para pemainnya untuk marah, sama sepertinya. Agar bisa sukses bersama Conte, para pemain hanya diberikan satu pilihan: mengikuti kata-katanya.
Segala yang terjadi di lapangan adalah buah dari yang dilakukan di tempat latihan. Conte merupakan orang yang fokus pada hal-hal detail. Contohnya, ketika mereka mendiskusikan soal taktik, Conte menyuruh para pemain untuk menonton video rekaman pertandingan selama berjam-jam. Di sesi ini, Conte menjelaskan kenapa para pemainnya melakukan kesalahan.
“Ia mengidap alergi terhadap kesalahan dan saya berdoa agar obat untuk penyakit semacam itu tidak pernah ditemukan,” kata Pirlo.
Dalam hal sesi latihan, Conte agaknya punya kemiripan dengan Jose Mourinho. Bedanya ia lebih ekstrem. Mourinho biasanya meminta para pemainnya mengulang-ulang taktik yang ia buat sampai mereka sempurna melakukannya. 11 pemain tim utama akan bertanding menghadapi 11 pemain cadangan. Skema ini terus diasah sampai dianggap sempurna dan bisa diterapkan saat bertanding.
Conte lebih ekstrem karena 11 pemain tim utama ini tidak melawan siapa-siapa!
“Conte membuat kami bertanding antara sebelas orang tanpa lawan, yang membuat kami mengulang pergerakan yang sama selama 45 menit, sampai ia menilai kami berhasil dan kami mulai merasa mual,” tulis Pirlo.
Di hari pertandingan, suasana hati Conte benar-benar berubah. Apalagi saat turun minum. Jangankan untuk melemaskan otot, yang ada otot para pemain tegang semua karena Conte mengamuk. Saking ngerinya, Pirlo sampai tak mau duduk di tempatnya Gianluigi Buffon yang ada di dekat pintu. Pasalnya, ketika Conte marah, semua akan ia lempar dan ia tendang. Tak jarang Pirlo juga terkena benda-benda yang ditendang Conte.
“Saya tidak akan memilih tempat di sebelah Buffon di ruang ganti kami. Posisi itu tepat di depan pintu dan merupakan titik paling berbahaya di seluruh kota Turin,” kenang Pirlo.
Satu hal yang bikin Pirlo kagum adalah bagaimana Conte memisahkan masalah pribadinya dengan masalah tim. Ini terjadi saat Conte tersandung kasus Calciommesse ketika melatih Sienna. Ia dihukum sepuluh bulan tak boleh mendampingi tim. Meski begitu, ia tak pernah menjelaskan secara detail kepada para pemain.
“Ia pandai memisahkan masalahnya dari kami dan memastikan agar tidak ada yang berubah dalam tim,” kata Pirlo.