Sepanjang kariernya, nama Ricardo Alexandre Martins Soares Pereira memiliki rekam jejak yang tidak terlalu cemerlang. Ia tidak pernah bermain bersama klub besar Eropa dan gelar yang ia dapat terbilang sangat sedikit. Akan tetapi, Ricardo memiliki sebuah momen bersejarah yang membuat namanya terus dikenang di dunia sepakbola. Salah satunya terjadi pada 24 Juni 16 tahun yang lalu.
Pada ajang Euro 2004, Portugal yang menjadi tuan rumah turnamen berhadapan dengan Inggris pada babak perempat final. Pertandingan yang berjalan sengit karena kedua kesebelasan saling jual beli serangan. Inggris unggul melalui gol Michael Owen pada menit ke-3 sebelum Helder Postiga membuyarkan keunggulan pada menit ke-83.
Inggris tertinggal pada perpanjangan waktu karena gol Rui Costa. Namun, lima menit sebelum perpanjagan waktu berakhir Frank Lampard membuat skor berakhir 2-2 yang membuat adu penalti mau tidak mau harus digunakan untuk menentukan pemenang.
Dari lima penendang pertama, masing-masing negara kehilangan satu penendangnya. Rui Costa dan David Beckham adalah yang gagal menendang penalti karena bola yang mereka lepaskan melambung tinggi di atas mistar. Penendang keenam masing-masing yaitu Helder Postiga dan Ashley Cole sukses menjalankan tugasnya.
Dalam adu penalti, penampilan Ricardo bisa dibilang sangat buruk. Dari enam penendang Inggris, ia tidak bisa menebak satu pun ke mana arah bola. Bahkan ia tidak bergerak ketika Owen Hargreaves menendang bola.
Untuk mengembalikan kepercayaan diri, Ricardo kemudian melakukan psywar ketika Inggris siap mengeluarkan penendang ketujuhnya yaitu striker Aston Villa, Darius Vassell. Ia melepas sarung tangannya dengan harapan kalau dia bisa menebak penalti yang akan dilepaskan oleh Vassell. Ajaib, Ricardo berhasil membaca arah tendangan Vassell dengan baik. Sepakannya mengarah ke pojok kiri Ricardo dan berhasil ia tepis.
Yang menarik, Ricardo pula yang menjadi penendang ketujuh Portugal. Dengan tetap tidak menggunakan sarung tangan, ia melepaskan tendangan mendatar yang tidak bisa dijangkau James. Inggris kembali menemui momok adu penalti dan Portugal menang dengan skor 6-5. Mereka akan menghadapi Belanda pada babak semifinal.
Terlepas dari keberhasilan Ricardo menjadi penentu kemenangan, namun atraksi dia melepas sarung tangan menjadi pembicaraan banyak orang. Di era sepakbola yang semakin canggih saat itu, jarang melihat seorang penjaga gawang yang tidak menggunakan sarung tangan ketika mengawal gawangnya.
“Saya mearasa kalau saya harus melakukan sesuatu setelah kebobolan tiga penalti di tengah gawang. Melepas sarung tangan adalah apa yang terpikir oleh saya pada saat itu dan saya melakukannya untuk mencoba dan memotivasi saya untuk merusak konsentrassi Vassell,” ujarnya kepada Guardian.
“Kami telah mempelajari kebiasaan para pemain Inggris menendang penalti. Namun dari 23 pemain, kami tidak punya rekaman penendang itu (Vassell),” ujarnya menambahkan. “Saya bisa melihat di mata para pemain Inggris bahwa mereka sebenarnya tidak siap untuk menyingkirkan penalti dan itu semakin mengurangi kepercayaan diri mereka.”
Banyak yang mempertanyakan keabsahan Ricardo yang menepis tendangan Vassell dalam adu penalti tanpa menggunakan sarung tangan. Faktanya, apa yang dilakukan mantan kiper Leicester City tersebut adalah sah. Dalam buku peraturan FIFA, tidak ada yang menyatakan kalau penjaga gawang harus mengenakan sarung tangan. Ya, singkatnya sarung tangan adalah alat yang diperbolehkan untuk dipakai dan bukan menjadi sesuatu yang wajib. Sama seperti pelindung kepala yang dipakai Petr Cech dan Christian Chivu.
Pada umumnya, sarung tangan memang berguna untuk seorang penjaga gawang. Selain berguna untuk memberi daya cengkeram yang maksimal, sarung tangan yang memiliki bahan bagus bisa berguna untuk mengurangi tenaga bola. Namun, kembali lagi ke aturan FIFA, mereka tidak pernah mengharuskan seorang penjaga gawang menggunakan sarung tangan.
Ricardo memang benar-benar menjadi mimpi buruk Inggris. Dua tahun kemudian, kedua negara kembali bertemu pada perempat final Piala Dunia. Lagi-lagi laga harus ditentukan melalui babak adu penalti. Berbeda dari dua tahun sebelumnya, kali ini Ricardo sudah jauh lebih jago. Dua dari empat tendangan penalti Inggris berhasil ia tepis. Tidak tanggung-tanggung, dua penendang yang ia gagalkan penaltinya adalah Franka Lampard dan Steven Gerrard, dua eksekutor penalti ulung bagi klubnya masing-masing.
“Jika saya menahan tendangan tendangan pertama mereka, kami akan menang. Lampard tidak pernah gagal menendang penalti selama dua tahun. Jadi, jika ia gagal, mental mereka pasti jatuh. Saya juga tidak perlu lagi mendatangi Gerrard dan menggaggu dia. Saya hanya mengawasi, mempelajari pergerakannya, dan melihat keraguan di wajahnya,” kata Ricardo dalam buku Twelve Yards.
https://www.youtube.com/watch?v=X9AvtH1N6gU