Piala Dunia 1958 akan selalu dikenang sebagai Piala Dunia milik Pele. Pada saat itu, pria dengan nama Edson Arantes do Nascimento mengguncang dunia dengan penampilan apiknya bersama timnas Brasil dan membawa mereka meraih Piala Dunia pertama sepanjang sejarah.
Akan tetapi, Piala Dunia di Swedia tersebut sebenarnya tidak hanya menjadi panggung besar seorang Pele. Banyak pemain-pemain yang tampil apik pada saat itu. Salah satunya adalah Just Fontaine. Sinar Fontaine terhalang oleh aksi-aksi Pele. Padahal, ia juga mencatatkan rekor apik pada saat itu. Justo, menjadi pencetak gol terbanyak pada saat itu dengan torehan 13 gol.
Dia menjadi satu-satunya pemain sepanjang sejarah Piala Dunia yang bisa membuat lebih dari sepuluh gol hanya dari satu turnamen. Miroslav Klose boleh saja mendapat status sebagai raja gol sepanjang masa Piala Dunia. Namun ia membutuhkan tiga turnamen untuk membuat 13 gol. Begitu juga dengan Ronaldo yang butuh lebih dari satu Piala Dunia untuk membuat catatan golnya menjadi dua digit.
Sebenarnya, Justo bukanlah striker utama timnas Prancis pada saat itu. Sejak ia meniti karier sepakbola pada 1950, ia hanya bermain tiga kali bagi tim nasional Prancis. Bahkan hingga 1957, caps untuk negaranya hanya mentok di angka tiga.
Keberuntungan bagi Justo kemudian datang setelah Rene Bliard mengalami cedera pada pertandingan uji coba. Dari dua nama ini, hanya satu nama yang bisa ikut menjadi anggota skuad Prancis. Mengingat Bliard mengalami cedera, maka otomatis Justo yang melenggang mulus menjadi penggawa tim nasional.
Dia tahu kalau kesempatan ini tidak akan datang dua kali. Oleh karena itu, ia memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Duetnya bersama Raymond Kopa benar-benar menakutkan bagi siapa pun lawan yang menghadapi mereka. Justo langsung mencetak enam gol pada tiga laga fase grup dan langsung mencetak tiga gol pada pertandingan pertama melawan Paraguay.
Tujuh gol lainnya dicetak pada babak gugur. Ia membuat dua gol saat Prancis menang 4-0 melawan Irlandia Utara. Ia juga membuat satu gol ketika semifinal melawan Brasil. Sayangnya, Prancis kalah 3-2. Justo kemudian membalas kekalahan tersebut dengan mencetak empat gol melawan pemenang turnamen empat tahun sebelumnya, Jerman Barat. Ia menjadi pencetak gol pertama dan terakhir dari perjalanan Prancis saat itu. Sebuah pencapaian yang membuatnya diangkat tinggi-tinggi oleh rekan setimnya.
“Justo adalah penyerang yang gaya mainnya cocok dengan gaya bermain saya. Ia juga tahu apa yang akan saya lakukan dan aku memastikan untuk mencari dirinya saat aku mulai berhenti menggiring bola dan saat berpikir ke mana bola itu akan diarahkan,” kata Raymond Kopa yang membuat tiga gol pada turnamen tersebut.
Publik Prancis sudah pasti berterima kasih karena berkat 13 golnya, Prancis mendapat prestasi yang belum pernah mereka rasakan yaitu meraih posisi ketiga. Langkah paling jauh Prancis sebelum 1958 adalah ketika mencapai perempat final Piala Dunia 1938. Inilah yang membuat Justo merendah saat membahas tentang rekor golnya tersebut.
“Saya lebih senang membahas peringkat ketiga kami ketimbang peringkat satu yang saya raih. Tidak ada yang menaruh perhatian kepada pencetak gol terbanyak. Saya mencetak banyak gol karena kehadiran Raymond Kopa,” ujarnya.
Benar apa yang dikatakan oleh Justo. Tidak ada yang menghargai kerja keras para pencetak gol mengingat saat itu tidak ada sepatu emas yang resmi diberikan kepadanya. Hingga beberapa tahun kemudian, Gary Lineker yang memberinya sepatu emas hasil dari keberhasilan Gary menjadi top skor Piala Dunia 1986. Satu-satunya penghargaan resmi untuk keberhasilan mencetak 13 gol adalah sebuah senapan yang diberikan oleh sebuah media lokal.
Piala Dunia 2018 menjadi peristiwa tersendiri bagi karier seorang Fontaine. Ia yang hanya berstatus striker cadangan, dengan caps minim, mendadak bisa menjadi pahlawan bagi negaranya. Yang menarik, untuk mencapai itu semua Justo melakukannya dengan sepasang sepatu pinjaman.
Justo dilanda kebingungan yang luar biasa saat sepatunya rusak. Hanya satu pasang sepatu itu yang dia punya mengingat ia juga sedang tidak memiliki sponsor. Tiba-tiba datanglah rekan setimnya, Stephanie Bruey yang menawarkan sepatunya untuk dipinjam oleh Justo. Bruey sendiri saat itu lebih banyak menghabiskan waktu sebagai pemain cadangan. Beruntung, ukuran kaki mereka sama.
“Saya suka memberi tahu orang-orang kalau banyaknya gol yang saya ciptakan hadir berkat kombinasi dari dua roh yang berada dalam sepatu yang sama,” ujarnya.
Sayangnya, karier timnas seorang Just Fontaine kembali ke awal yaitu tidak lagi menjadi andalan sejak sinarnya pada Piala Dunia 1958. Kakinya yang patah hingga dua kali membuatnya harus berhenti berkarier bersama tim nasional pada usia yang masih sangat muda yaitu 27 tahun.
Justo mencetak 30 gol selama bermain bersama Les Blues. Hanya berselisih 21 gol dari Thierry Henry dan menempatkan dia pada posisi keenam top skor sepanjang masa tim nasional. Namun soal rasio gol per laga, Justo lebih unggul dari striker Prancis lainnya karena ia butuh 21 pertandingan saja.
“Saya mencetak 30 gol dalam 21 pertandingan internasional selama karier saya dan tidak ada satupun yang saya buat melalui titik penalti. Raihan itu seharusnya tercatat di rekor dunia,” katanya.