Setiap pemain sepakbola pasti berharap bisa memberikan penampilan terbaik saat debut bersama sebuah kesebelasan. Sayangnya, tidak semua pemain sepakbola bisa mendapatkan kesempatan tersebut. Ada kalanya seorang pemain justru tampil mengecewakan atau bahkan bermain buruk ketika melakoni pertandingan pertamanya. Salah satu yang tidak beruntung itu adalah Jonathan Woodgate.
Debut yang tidak berjalan baik tersebut terjadi pada 22 September 2005. Ketika itu, Woodgate sedang bersiap membuka lembaran baru bersama Real Madrid. Pelatih Vanderlei Luxemburgo menempatkan sang bek tengah bersanding dengan Francisco Pavon sebagai starter ketika Madrid bertemu dengan Athletic Bilbao.
Segalanya berjalan normal setidaknya hingga menit ke-24. Namun, semenit kemudian datanglah peristiwa yang tidak akan bisa dilupakan Woodgate. Ia justru mengubah arah tendangan Joseba Etxeberria menuju ke gawang Iker Casillas. Sang penjaga gawang tidak berdaya karena sudah out of position. Babak pertama berakhir mengecewakan bagi Woodgate. Tidak hanya gol bunuh diri, tapi dia juga mendapat kartu kuning pada menit-menit akhir pertandingan.
Puncak dari debut buruk Woodgate terjadi pada babak kedua. Menit ke-66, ia dianggap menyikut Etxeberria. Wasit menganggap kalau itu sebuah pelanggaran dan memutuskan untuk mengusir Woodgate dengan memberinya kartu kuning kedua. Hal ini tentu saja membuat Real Madrid kerepotan. Beruntung, mereka masih bisa mengakhiri pertandingan dengan kemenangan 3-1. Sebelum dia dikeluarkan wasit, Los Blancos telah unggul 2-1 melalui gol Robinho dan Raul. Semenit setelah tidak ada Woodgate, Raul menambah keunggulan Real Madrid.
“Bukan sebuah awal yang bagus. Saya tidak percaya bisa mencetak gol bunuh diri. Saya hanya mencoba untuk menahan bola dan tidak bermaksud untuk membuat gol bunuh diri. Saya juga tidak percaya akan mendapat kartu merah. Saya tidak yakin kalau pelanggaran saya layak mendapat kartu merah, tapi itu semua sudah menjadi keputusan wasit,” kata Woodgate.
Sebuah awal yang jelas tidak diharapkan oleh Woodgate mengingat ia sudah menunggu cukup lama untuk bisa mencicipi seragam putih Madrid dan bermain di stadion sebesar Santiago Bernabeu. Pria kelahiran Middlesbrough tersebut harus menunggu 561 hari untuk bisa mendapatkan caps pertamanya bersama Real Madrid. Semua karena cedera yang ia alami ketika masih memperkuat Newcastle United. Saat melawan Chelsea pada 25 April 2004, ia mengalami sobek otot paha yang membuat musimnya berakhir saat itu.
Anehnya, hal itu tidak membuat Real Madrid berhenti untuk mengejar Woodgate. Pada Agustus 2004, Los Blancos mengeluarkan uang 13,4 juta paun. Sebuah transfer yang saat itu mengejutkan sepakbola dunia. Musim 2004/2005 seharusnya menjadi musim pertama Woodgate di kota Madrid. Sayangnya, cedera yang ia alami membuatnya harus beristirahat sepanjang musim hingga ia harus menunggu musim baru untuk bisa kembali merumput.
“Real Madrid memanggil kami pada Senin dengan tawaran untuk Jonathan, dan sejak saat itu transfer mengalir begitu saja. Hal pertama yang kami ketahui tentang ketertarikan mereka adalah ketika perwakilan Madrid menelepon pada hari Senin. Kami sebenarnya tidak mau melepas Jonathan, tapi Anda harus melihat dari kedua sisi. Real Madrid adalah tim terbesar di dunia,” kata Chairman The Magpies, Freddy Shepherd.
Alih-alih disambut dengan baik, kedatangan Woodgate justru disambut dengan berbagai sindiran. Sebuah hal yang wajar mengingat Real Madrid erat kaitannya dengan pemain-pemain hebat di seluruh dunia. Woodgate jelas tidak berada dalam kriteria tersebut. Meski memiliki karier yang lumayan baik bersama Leeds, namun riwayat cedera yang parah setelah penampilan yang cenderung biasa saja bersama Newcastle tentu bukan menjadi alasan mengapa Florentino Perez mau merekrutnya.
Bahkan jurnalis Spanyol yang berada di tempat latihan Madrid saat itu menuturkan kalau para pendukung Madrid menyindir sosok Woodgate dengan nyanyian, “Siapa dia? Kamu bilang dia pemain yang bermain untuk Newcastle United, tapi kami hanya tahu Alan Shearer.”
Hari yang buruk diakhiri Woodgate juga dengan buruk. Ia hanya bermain 14 kali sepanjang musim 2005/2006. Lagi-lagi, cedera yang membuatnya kesulitan menemukan performa terbaik. Ia hijrah ke Middlesbrough dengan membawa gelar sebagai transfer terburuk yang pernah terjadi pada abad ke-21 versi harian Marca.
Meski gagal ketika bermain di ibu kota Spanyol, namun nasib Woodgate cenderung lebih baik ketika ia mencicipi karier di ibu kota Inggris bersama Tottenham Hotspur. Ia menjadi pahlawan berkat golnya pada extra time ketika Spurs mengalahkan Chelsea 21 pada final Piala Liga 2008 sekaligus memberikan trofi terakhir bagi The Lylywhites. Pada akhir pertandingan, Woodgate mendapat predikat Man of the Match.