Tragedi Hillsborough merupakan salah satu tragedi paling mengerikan dalam sejarah sepakbola di Inggris. Tragedi ini memilukan sebab bukan cuma apa yang terjadi dan berapa banyak korban yang berjatuhan, tapi karena dibumbui oleh kebohongan.
Mengapa di Hillsborough?
Latar belakang kejadian ini adalah ditunjuknya Stadion Hillsborough oleh FA sebagai tempat netral untuk menggelar pertandingan semifinal Piala FA 1989. Tim yang bertandng saat itu adalah Liverpool menghadapi Nottingham Forrest.
Stadion Hillsborough terletak di Sheffield, sekitar 270 kilometer barat laut London. Secara lokasi, Hillsborough pas. Ia berada di tengah-tengah Inggris. Ini membuatnya terasa lebih adil ketimbang Villa Park dan Old Trafford, kalau menghitung jarak ke kota tim yang bertanding. Dari Liverpoool, Sheffield berjarak 127 kilometer, sementara dari Nottingham sekitar 70-an kilometer.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah kapasitas stadion yang bisa menampung 54 ribu suporter. Jumlah yang besar ini tentu cocok untuk menggelar pertandingan sekelas semifinal Piala FA yang melibatkan dua tim besar. FA pun tak akan pusing mengatur kuota tiket untuk kedua suporter.
Stadion Hillsborough sebenarnya punya kelemahan dalam hal akses keluar-masuk stadion. Namun, karena sepanjang stadion ini menyelenggarakan pertandingan tidak pernah ada masalah, maka kelemahan ini seolah disepelekan.
Stadion Hillsborough saat itu cuma punya dua jalan akses, dari barat dan timur. Dampaknya, penonton yang menuju tribun utara dan selatan, mesti lewat jalan memutar. Area depan pintu masuk tribun utara dan selatan relatif sempit. Selain itu, hanya ada pintu masuk, tidak ada pintu keluar.
Karena faktor geografis, Liverpool mendapatkan jatah tribun barat dan utara, sementara Nottingham timur dan selatan. Kedua tim pernah bertanding di tempat yang sama setahun sebelumnya. Ini membuat polisi pun menduplikasi cara yang sama termasuk soal pengawalan dan arah tiba suporter masing-masing tim.
Suporter Terlambat Masuk
Di hari pertandingan, pada 15 April 1989, pintu stadion sebenarnya sudah dibuka sejak pukul 11:30. Akan tetapi banyak suporter Liverpool yang memilih bersantai di luar stadion. Di sisi lain, suporter Nottingham langsung masuk dan memenuhi tribun. Ini yang membuat tribun utara dan barat terlihat lebih lengang.
Suporter Liverpool baru bergerak masuk pada pukul 14:20. Petugas keamanan sadar kalau mereka tak akan masuk semua hanya dalam waktu 40 menit. Ini membuat petugas keamanan menyarankan agar pertandingan ditunda.
Berbeda dengan mayoritas stadion di Indonesia kebanyakan, tribun barat dan timur Stadion Hillsborough berada di belakang gawang. Sementara di Indonesia umumnya utara-selatan, sehingga kiper tidak akan terganggu oleh terik sinar matahari.
Suporter Liverpool banyak yang memilih tribun barat karena letaknya di belakang gawang. Ada beberapa sektor di tribun barat. Namun, mayoritas suporter harus lewat lorong 3 dan 4. Krisis pun terjadi.
Suporter dari luar mendesak masuk sementara di dalam, suporter sudah berjejal. Hal ini terus berlanjut membuat krisis kian parah. Ditambah lagi suporter tak bertiket juga berusaha memanfaatkan keadaan dengan masuk ke tribun. Akibatnya, lautan manusia di tribun barat Stadion Hillsborough bukan cuma berusaha untuk berdiri, tapi sekuat tenaga berusaha untuk mencari oksigen, saking penuhnya.
Masalahnya adalah antara tribun dengan lapangan dibatasi oleh pagar. Ada pintunya, tapi tak bisa dibuka. Untuk memanjat pun menjadi sulit karena pagar pembatas memiliki ujung yang runcing pada bagian atasnya.
Karena pertandingan tak kunjung dihentikan, petugas keamanan bersama-sama merobohkan pagar pembatas, agar para suporter bisa masuk ke lapangan secepatnya. Namun, evakuasi korban amatlah lambat. Hingga pukul 15:30 ambulans pertama baru datang.
Saat situasi mulai membaik, kabar buruk pun tiba. Sejumlah suporter ditemukan meregang nyawa. Mereka tergencet sehingga kekurangan oksigen. Banyak dari suporter yang wafat di sekitar lorong 3.
Menyebalkannya, media menggoreng tragedi ini seenak dengkulnya. Yang paling parah tentu saja The Sun. Di halaman depan, mereka menulis judul “The Truth” dengan tiga tulisan besar: (1) Some fans picked pocket of victims (2) Some fans urinated on the brave cops (3) Some fans beat up PC giving kiss of life.
Secara garis besar, The Sun menulis apa yang dituduhkan pihak kepolisian saat itu yang menyebut kalau tragedi ini terjadi karena hooligan Liverpool yang dipengaruhi alkohol. The Sun juga memuat pernyataan Inspektur Polisi Gordon Skyes yang bilang kalau suporter Liverpool mencuri dompet korban.
Setahun kemudian, pada 1990 dalam laporan investigas kasus ini, disebutkan bahwa tragedi ini tidak disebabkan karena suporter yang mabuk ataupun perilaku buruk. Laporan ini pula yang kemudian membantah argumen yang dibangun pihak kepolisian saat itu yang sepenuhnya menyalahkan suporter Liverpool.