Di era 1990-an akhir hingga 2000-an awal, orang-orang mungkin lebih mengenal Ronaldo Nazario dan Gabriel Batistuta sebagai bintang sepakbola dunia dari Amerika Selatan. Tapi, masih ada nama lain yang juga tak bisa dilupakan begitu saja. Yaitu, Alvaro Recoba, yang pernah menghipnotis Serie A Italia masa itu, sehingga membuat namanya akan terus diingat penggemar terutama fans Inter Milan.
Legenda Uruguay yang dikenal dengan julukan El Chino itu memang bukan dikenang karena jumlah golnya. Melainkan, Recoba akan terus akrab dalam benak para penggemar berkat berkat gol-gol luar biasa yang pernah dicatatkannya, terutama lewat sepakan kaki kirinya yang keras dan akurat. Dua gol di antaranya terjadi ketika dia mengawali karier Eropanya di Serie A, dalam debutnya bersama Inter.
Dari Danubio ke Nacional
Recoba memulai karier di kota kelahirannya, Montevideo, ibu kota Uruguay, bersama klub Danubio. Setelah beberapa tahun bersama tim muda, dia akhirnya mendapatkan debutnya di tim utama pada 1994, ketika usianya belum genap 18 tahun. Musim berikutnya, pemain kelahiran 17 Maret 1976 itu pun mulai tampil penuh, hingga mencatatkan 11 gol dalam 34 pertandingan liga selama dua musim.
Pencapaian itu membawa Recoba pindah ke Nacional, salah satu dari dua klub besar Uruguay. Hal itu membuatnya semakin berkembang. Hasilnya, 26 gol berhasil dibukukannya dalam 47 laga di semua kompetisi, termasuk 17 gol dalam 30 pertandingan liga selama dua musim. Salah satu keunggulannya ada pada kaki kirinya, baik ketika membawa bola maupun saat mengeksekusi bola mati di lapangan.
Recoba memang dikenal sebagai penggiring bola yang luar biasa, melakukan dribel ke setiap sudut lapangan dengan bola menempel di kakinya. Tak hanya itu, dia juga ahli dalam mengambil bola mati, dengan kekuatan tembakannya, yang seringkali berhasil mebobol gawang lawan. Cerita tentang kaki kirinya itu pun dengan cepat menyebar ke luar Amerika Selatan, hingga sampailah di tanah Eropa.
2 Gol Debut di Inter
Legenda Inter, Sandro Mazzola mengendus bakat Recoba, dan merekomendasikannya pada Massimo Moratti, yang kala itu masih jadi presiden klub. Musim panas 1997, dia akhirnya direkrut, bersamaan dengan kedatangan Ronaldo Nazario dari Barcelona. Kondisi itu sempat membuat Recoba diragukan banyak orang, karena sang legenda Brasil sudah lebih dulu jadi bintang, meski usianya tak jauh beda.
Banyak pihak yang meyakini Recoba akan membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri, karena kepindahannya dari Nacional ke Inter tentu saja merupakan sebuah lompatan besar. Sementara Ronaldo sudah tiga musim bermain di Eropa. Namun, apa yang dipertunjukkan Recoba dalam debut bersama Inter ternyata mampu membungkam semua keraguan terhadap bakat besarnya tersebut.
Pada giornata pertama Serie A 1997/1998 itu, Ronaldo memang berhasil tampil mengesankan. Tapi, dia gagal memberikan dampak instan bagi klub, hingga Inter tertinggal jelang akhir laga. Tepat 18 menit waktu tersisa, pelatih Luigi Simoni memasukkan Recoba. Pemain bernomor punggung 20 itu turun menggantikan penyerang Italia, Maurizio Ganz. Sejak itulah sihir Recoba pun mulai beraksi.
Delapan menit masuk lapangan, Recoba menyamakan kedudukan secara spektakuler lewat sepakan jarak jauhnya berjarak 30 meter, dijuluki ‘thunderbastard’. Lima menit kemudian, Inter mendapatkan tendangan bebas dari jarak 35 meter, dan Recoba maju untuk mengambilnya. Dia lalu melepaskan sepakan keras melengkung ke sudut atas gawang lawan, untuk membawa Inter berbalik menang 2-1.
“Bukan Pemain Biasa”
“Itu melanggar hukum fisika,” ucap para penggemar soal gol tendangan bebas Recoba ke gawang Brescia dalam debutnya di Serie A pada 31 Agustus 1997. Arah bola tiba-tiba berbelok dan menukik tajam ke sudut atas pojok kiri gawang lawan, karena sangat kerasnya tendangan kaki kiri El Chino. Gianluca Pagliuca, kiper Inter pun langsung berlari dan memeluk Recoba untuk merayakan gol itu.
“Jika Inggris punya David Beckham, maka Inter dan Uruguay punya Recoba,” begitu anggapan banyak orang setelah itu. Sejak dua gol dalam laga debut yang membawa Inter berbalik meraih kemenangan tersebut, Recoba pun mulai menjadi buah bibir. Sayangnya, dia tak banyak mendapat kesempatan pada musim itu. Total hanya delapan penampilan di liga dengan tiga gol yang dicatatkannya saat itu.
Musim berikutnya, setelah libur musim dingin, Recoba ‘disekolahkan’ ke Venezia. Tapi, dia mampu membuktikan kemampuannya dengan mencetak 11 gol dan sembilan assist dalam 19 pertandingan Serie A, yang membuat timnya saat itu terhindari dari degradasi. Pada musim 1999-2000, Recoba kembali ke Giuseppe Meazza dan mulai bermain secara reguler, meski terkadang dihalangi cedera.
Pada Januari 2001, Recoba mendapat kontrak baru dari Inter, yang disebut-sebut menjadikannya sebagai pemain dengan bayaran tertinggi di dunia saat itu. “Dia bukan sekadar pemain sepakbola biasa. Dia adalah sepakbola. Dia melakukan hal-hal yang tak dilakukan pemain biasa,” ucap Moratti. Recoba lalu mengakhiri karier di Inter selama 10 musim dengan tujuh trofi, termasuk dua Scudetto.
Pada musim 2007/2008, Recoba sempat dipinjamkan ke Torino, sebelum dua musim berikutnya main di Yunani bersama Panionios FC. Pada 2009, dia kembali ke Danubio, lalu bermain lagi bersama Nacional sejak 2011. Recoba yang mencetak satu gol di Piala Dunia 2002 itu sempat memenankan dua trofi juara Liga Uruguay sebelum akhirnya memutuskan gantung sepatu pada pertengahan 2015.
Sumber: Planet Football https://www.planetfootball.com/nostalgia/things-normal-players-dont-tribute-alvaro-recoba-inter