Martin Palermo dikenal sebagai salah satu legenda sepakbola Argentina. Meski kariernya memang tidak sementereng Diego Maradona, apalagi Lionel Messi, tapi namanya tetap dekat di hati publik negara Amerika Latin itu. Setidaknya, dia telah memberikan penampilan terbaiknya sebagai seorang penyerang sepanjang 19 tahun sejak mengawali karier senior di tanah kelahirannya pada 1992 silam.
Pemain yang identik dengan rambut berwarna keemasan itu memang tidak pernah bermain untuk klub-klub besar Eropa. Sosoknya juga tak pernah membawa tim nasional Argentina meraih kejayaan, bahkan di tingkat regional sekalipun. Namun, bagi fans Boca Juniors, dia adalah pahlawan, meski Palermo pun punya catatan memalukan; gagal mengeksekusi tiga penalti dalam satu pertandingan.
Awal Karier
Palermo lahir di La Plata, Buenos Aires, ibukota Argentina pada 7 November 1973. Setelah menimba ilmu di akademi klub lokal, Estudiantes de La Plata, dia akhirnya melakoni debut profesional bersama klub tersebut di usia 19 tahun pada 1992, jelang akhir musim 1991/1992. Setelah hanya tampil sekali di musim perdananya itu, sang penyerang mulai mendapat banyak kesempatan musim berikutnya.
Dalam beberapa tahun, kemampuan Palermo terus meningkat, dan sempat membantu timnya naik kembali ke divisi utama setelah semusim turun kasta, dengan memenangkan gelar juara Primera B Nacional 1994/1995. Di awal musim 1997/1998, akhirnya dia direkrut oleh salah satu klub raksasa Amerika Selatan, Boca Juniors. Bersama klub inilah kariernya terus menanjak hingga menuju puncak.
Dia mengawalinya dengan trofi Torneo Apertura Primera Division pada musim debutnya, sekaligus jadi pencetak gol terbanyak dengan 20 gol yang hingga kini tercatat sebagai rekor di turnamen itu. Di akhir tahun, Palermo pun diganjar dengan penghargaan sebagai Pemain Terbaik Amerika Selatan tahun 1998. Kesuksesan itulah yang kemudian membuka pintu baginya masuk ke timnas Argentina.
Copa America 1999
Palermo menjalani debut internasional pada 3 Februari 1999, ketika tim ‘Tango’ berhadapan dengan Venezuela dalam laga uji coba. Dia tampil sebagai starter, tapi gagal mencetak gol meski Argentina bisa meraih kemenangan. Tak sampai lima bulan kemudian, pelatih Marcelo Bielsa membawanya ke Copa America 1999 di Paraguay sebagai penyerang tunggal andalan dengan nomor punggung 9.
Di turnamen antar negara Amerika Latin ini, Palermo berhasil menunjukkan ketajamannya, meskipun sekaligus menorehkan salah satu momen terburuk dalam sejarah sepakbola; gagal mengeksekusi tiga penalti dalam satu pertandingan. Dia sempat tampil memukau di laga pembuka; mencetak dua gol untuk membawa Argentina menang dengan skor 3-1 atas Ekuador, satu gol lagi dari Diego Simeone.
Namun, petaka mendatangi di laga kedua kontra Kolombia pada 4 Juli 1999. Saat laga baru memasuki menit ke-5, Argentina mendapat kesempatan untuk unggul lebih dulu, setelah bek lawan melakukan handball di dalam kotak penaltinya. Tapi penalti yang dieksekusi Palermo malah membentur mistar gawang. Lima menit kemudian, Kolombia malah mengungguli Argentina lewat penalti Ivan Cordoba.
Pada menit ke-76, ketika Argentina dalam kondisi tertinggal dua gol, Palermo berkesempatan untuk menebus kesalahannya, juga dari titik putih. Sayangnya, sekali lagi tendangannya melambung di atas mistar gawang. Menjelang akhir laga, dia memiliki kesempatan lain, lagi-lagi lewat penalti. Tapi, dewi fortuna benar-benar pergi jauh, dan tendangan Palermo berhasil ditepis kiper lawan, Miguel Calero.
Gagal di Eropa
Argentina akhirnya kalah 0-3 dari Kolombia, meski tetap lolos dari fase grup setelah menang 2-0 atas Uruguay di laga terakhir, di mana Palermo mencetak satu gol. Mereka lalu dihentikan Brasil, yang kemudian keluar sebagai juara turnamen. Skuat La Albiceleste pun pulang dengan tangan kosong, sementara Palermo mencatatkan namanya di Guinness World Records dengan rekor memalukan.
Sejak itu, dia tak pernah lagi dipanggil ke timnas Argentina, hingga belasan tahun kemudian dia akhirnya bisa mewujudkan mimpi bermain di Piala Dunia 2010 dalam usia hampir 38 tahun. Diego Maradona-lah, saat itu sebagai pelatih, yang membawanya kembali ke timnas. “Un milagro más de San Palermo,” ungkapnya saat itu, dilansir laman Goal. “Satu lagi keajaiban dari Santo Palermo.
Palermo membuat satu-satunya penampilan saat masuk sebagai pengganti di di menit ke-79 dalam laga terakhir fase grup melawan Yunani pada 22 Juni 2010. Tidak sampai 10 menit kemudian, dia benar-benar berhasil menunjukkan keajaibannya dengan mencetak gol untuk membawa Argentina menang 2-0. Mereka pun lalu terus melaju sebelum akhirnya dikalahkan Jerman di perempat final.
Mungkin satu-satunya penampilan dan golnya di Piala Dunia itu bisa sedikit memudarkan catatan buruknya di level internasional. Jika setiap pemain mencari pengakuan dunia melalui kesuksesan di sepakbola Eropa dan penampilan luar biasa untuk timnas, maka Palermo gagal dalam keduanya. Di level klub benua biru, dia hanya pernah membela tiga klub kecil Spanyol pada periode 2001-2004.
Meski begitu, Palermo adalah pahlawan abadi bagi fans Boca Juniors. Setelah gagal di Eropa, dia kembali ke klub lamanya itu. Sang penyerang menemukan lagi ketajamannya dan membawa tim meraih berbagai juara, termasuk satu lagi trofi Copa Libertadores 2007. Bahkan, hingga kini Palermo tercatat sebagai top scorer Boca Juniors dengan 236 gol dalam 404 penampilan di semua ajang.
Sumber: BeinSports, Goal