Cerita Stanley Matthews Memenangkan Ballon d’Or Pertama

Ballon d’Or dikenal sebagai salah satu penghargaan bergengsi bagi pesepakbola terbaik dunia yang bermain di Eropa. Bintang Argentina, Lionel Messi jadi pengoleksi terbanyak dengan delapan trofi, disusul Cristiano Ronaldo dari Portugal. Sedangkan pemain pertama yang berhasil memenangkan penghargaan Ballon d’Or pada tahun 1956 silam adalah Stanley Matthews, winger cepatdariInggris.

Menariknya, Matthews bukanlah salah satu pesepakbola paling berprestasi. Masa itu, ada duo Real Madrid Alfredo Di Stefano dan Raymond Kopa, kiper Uni Soviet Lev Yashin, dan superstar Hungaria Ferenc Puskas; mereka menduduki posisi dua hingga lima. Sementara itu, Matthews sendiri hanya bermodalkan medali Piala FA 1953 sebagai satu-satunya trofi utama yang pernah dimenangkannya.

Kemampuan Dribble

Matthews mengasah bakat menggocek si kulit bundar sejak belia. Meski ayahnya menginginkannya jadi petinju profesional, tapi sepakbola adalah pilihannya. Masa-masa sekolah di Hanley’s Wellington Road School jadi tempatnya bermain sepakbola. Setelahnya, dia menghabiskan waktu berjam-jam melewati kursi-kursi di halaman belakang rumahnya untuk mengembangkan kemampuan dribble.

Sempat jadi bek tengah, Matthews lalu pindah ke posisi winger sesuai arahan pelatihnya di English Schoolboys, badan sepakbola sekolah di Inggris, yang menyadari kemampuannya dalam menggiring bola dan menghadapi pemain bertahan. Pada 1929, di usia masih 14 tahun, dia tampil lawan Wales dan sukses memukau sekitar 20.000 penonton, sekaligus menarik perhatian banyak klub papan atas.

Akhirnya, klub kota kelahirannya, Stoke City yang berhasil mendapatkannya setelah membujuk sang ayah, meski sebenarnya Matthews sendiri mendukung tim rival, Port Vale. Pada 1930, dia mengawali karier di akademi, sebelum debut senior dua tahun kemudian. Sejak itu, pemain kelahiran 1 Februari 1915 tersebut jadi andalan, turut menjuarai Divisi Dua 1932/1933 dan Staffordshire Senior Cup 1934.

Menang Ballon d’Or

“Dalam diri Stanley Matthews, ada sesuatu dari Charles Chaplin,” tulis eks bek timnas Prancis Gabriel Hanot di majalah France Football, yang menyelenggarakan penghargaan Ballon d’Or hingga kini. Dia menyiratkan bahwa sang pemain punya sesuatu yang bisa sangat mengesalkan orang lain. Hal itu disampaikannya setelah Matthews memenangkan Ballon d’Or, penghargaan yang digagasnya sendiri.

Pada 1956 itu, Hanot yang jadi editor surat kabar sepakbola ternama L’Equipe mengajak rekan-rekan jurnalis di Prancis untuk memilih tiga pemain terbaik Eropa, melengkapi ide monumental Piala Eropa (sekarang Liga Champions) yang telah diusulkannya untuk menemukan tim terhebat di benua biru. Pemain yang mendapat suara terbanyak dari para jurnalis akan menerima penghargaan bola emas.

Akhirnya, Matthews-lah yang terpilih dengan suara terbanyak, sementara pilihan Hanot hanya posisi dua. “Dalam diri Alfredo Di Stefano, kita merayakan ksatria hebat, yang menyatukan keberanian dan ketangguhan. Matthews adalah humor ringan, Di Stefano adalah seorang yang epik,” gerutunya. Saat itu, Di Stefano memang baru saja berhasil membawa Madrid menjuarai Piala Eropa pertama mereka.

Namun, sinar Matthews sudah benderang lebih dari 12 bulan sebelumnya; meski tak ada trofi besar yang dimenangkannya. Di usianya yang sudah 41 tahun saat itu, sang pemain berhasil mengantarkan Blackpool FC, yang diperkuatnya sejak 1947 sejak meninggalkan Stoke City, finish sebagai runner-up Divisi Pertama 1955/1956 di bawah Manchester United. Itu jadi pencapaian tertinggi klub hingga kini.

Julukan Penyihir

“Stan melakukan pemanasan dengan sepatu berbobot, seperti sepatu bot penyelam,” kata mantan winger Tottenham Hotspurs asal Wales, Cliff Jones. Alas kakinya yang tidak biasa itu telah membantu membangun kekuatan di kaki bagian bawahnya, memberikan sensasi tanpa bobot setelah dilepas saat kick-off. Itu adalah salah satu dari banyak trik yang dilakukannya dalam permainan sepakbola.

Selama periode 1930-an hingga 1940-an, sebanyak 10.000 penonton lainnya akan ikut berdesakan di pintu stadion setiap kali pemain sayap itu datang bertandang bersama timnya; mereka semua ingin melihat si jenius lincah itu melewati pemain bertahan. Apa yang mampu Matthews lakukan dengan bola di kakinya telah diringkas dalam julukan untuknya, ’The Wizard of Dribble’ dan ‘The Magician’.

Legenda sepakbola dunia asal Brasil, Pele menyebut Matthews telah “mengajari kita cara bermain sepakbola”, menunjukkan pengaruhnya terhadap permainan olahraga paling populer itu. Tidak heran pula jika dia disebut sebagai bapak baptis sepakbola Inggris. Pada 15 Mei 1957, di usia 42 tahun dan 103 hari, Matthews menjadi pemain tertua untuk timnas Inggris saat kemenangan 4-1 atas Denmark.

Dia masih terus bermain hingga usia 50 tahun, berkarier di lapangan hijau lebih dari tiga dasawarsa. Sebulan sebelum pertandingan liga terakhirnya, saat Stoke City menghadapi Fulham pada 6 Februari 1965, Ratu Elizabeth II menganugerahinya gelar bangsawan atas jasanya dalam sepakbola. Sir Stanley Matthews meninggal pada 23 Februari 2000, dan sekitar 100.000 orang berbaris di sepanjang jalan kota Stoke untuk memberikan penghormatan terakhir ketika iring-iringan pemakamannya lewat.

Sumber: Sports Keeda, Four Four Two, UEFA