Kesebelasan top di Eropa kerap menyepelekan Europa League. Mereka akan habis-habisan berjuang ke Liga Champions, ketimbang harus berlaga di Liga Malam Jumat. Ligalaga merangkum setidaknya ada tiga alasan yang membuat Europa League tidak digemari kesebelasan Eropa.
Kompetisi Tingkat Kedua
Europa League atau yang dulu bernama UEFA Cup, awalnya adalah tempat buat para pemenangan kompetisi piala domestik, seperti Piala FA di Inggris, Coppa Italia di Italia, dan Copa del Rey di Spanyol. Sementara itu, Liga Champions khusus untuk para pemenang liga.
Dari “persyaratan” tersebut sejatinya sudah terlihat mengapa Europa League adalah kompetisi tingkat kedua. Pertama, karena juara liga jauh lebih prestisius ketimbang juara piala domestik. Kedua, karena piala domestik adalah kompetisi tingkat kedua, maka UEFA Cup adalah kompetisi para juara di kompetisi tingkat kedua pula.
Hal ini kian memburuk setelah aturan diubah menjadi lebih fleksibel. Kini, Liga Champions bukan sekadar juara liga. Di Inggris dan Spanyol, juara liga hingga peringkat keempat, bahkan berhak bermain di Liga Champions. Artinya, Liga Champions secara harfiah sudah bukan lagi “kompetisi para juara” karena yang bukan juara pun bisa bermain.
Inggris, Spanyol, Jerman, dan Italia, mengirimkan juara piala domestik dan peringkat kelima di babak grup. Sementara itu, peringkat keenam liga juga masuk Europa League, tapi harus berkompetisi dari babak kedua.
Lantas tentu bisa dibayangkan siapa yang bermain di Europa League?
Jadwal Padat
Hal yang membuat Europa League tidak digemari adalah jadwal pertandingan yang lebih padat ketimbang Liga Champions. Babak grup Europa League diikuti oleh 48 kesebelasan dan fase gugurnya diikuti 32 kesebelasan, termasuk peringkat ketiga Liga Champions.
Artinya, ada satu babak tambahan dalam dua leg di Europa League, jika dibandingkan dengan di Liga Champions. Memang, tiap fase gugur di Europa League dan di Liga Champions digelar di pekan yang sama. Sebagai contoh, untuk musim 2018/2019 mendatang, babak 16 besar Liga Champions digelar pada bulan Februari dan Maret. Sementara itu, babak 32 besar Europa League digelar Februari, sementara babak 16 besar digelar pada Maret. Selebihnya, mulai babak perempat final digelar pada pekan yang sama dengan Liga Champions.
Melihat jadwal ini, ada tambahan jadwal dari peserta Europa League pada Februari dan Maret. Saat kesebelasan di Liga Champions hanya memainkan satu leg pada Februari, kesebelasan Europa League justru bermain dua leg. Pun dengan di bulan Maret.
Hal ini bisa menjadi masalah buat kesebelasan Inggris yang bermain di tiga kompetisi domestik. Belum lagi, di fase gugur, mereka akan mengalami fase melelahkan setelah tidak ada libur musim dingin.
Europa League pun tidak digemari karena bermain tiap Kamis malam. Di sisi lain, liga biasanya digelar pada Sabtu-Minggu. Artinya, waktu pemulihan tiap kesebelasan menjadi amat singkat. Kamis malam mereka bertanding, Jumat beristirahat, Sabtu-Minggu sudah kembali bertanding.
Masalah ini membuat klub harus pintar-pintar mengelola stamina dan kebugaran pemain. Titik terburuknya bila pemain cedera gara-gara Europa League, tapi mereka gagal juara. Hal ini juga bisa saja membuyarkan konsentrasi mereka di kompetisi lain yang tengah dijalani.
Pendapatan yang Jomplang
Secara logis, pemasukan klub dari Europa League mestinya lebih kecil ketimbang di Liga Champions. Pendapatan ini sendiri biasanya terbagi menjadi dua komponen: (1) Prize Money dari UEFA sebagai kompensasi atau hadiah dan (2) pendapatan dari tiket masuk.
Karena tiap klub akan berbeda berdasarkan pendapatan tiket masuk, yang paling mudah dilacak adalah dari Prize Money yang diberikan UEFA. Untuk membandingkannya, kami menggunakan distribusi pendapatan untuk musim 2017/2018 ini.
Berdasarkan situs resmi UEFA, ada total 1,3 miliar Euro yang akan dibagikan buat klub yang berpartisipasi di Liga Champions. Sementara itu, jumlah uang yang dibagikan untuk kesebelasan di Europa League hanya 399 juta Euro! Dari angka ini saja sudah terpaut amat jauh bahkan hingga hampir 1 miliar Euro perbedaannya.
Pembagian pendapatan oleh UEFA biasanya terbagi lagi menjadi dua komponen utama: (1) Hadiah atas prestasi dan (2) pembagian hak siar. Untuk pembagian dari hak siar perhitungannya akan rumit. Namun, secara umum, kesebelasan yang lebih populer biasanya mendapatkan uang yang lebih banyak.
Sementara itu, hadiah atas prestasi sudah ditetapkan sedari awal. Kesebelasan yang menang di Liga Champions diganjar 1,5 juta Euro dan 500 ribu Euro apabila bermain seri. Klub yang memastikan bermain di babak utama pun langsung diganjar 12,7 juta Euro.
Di Europa League? Klub yang bermain di babak utama (48 besar) diberi 2,6 juta Euro. Tiap kemenangan diganjar 360 ribu euro, sementara hasil seri mendapatkan 120 ribu euro.
Perbedaan yang mencolok ini kian terlihat bagi kesebelasan yang berhasil menjuarai kompetisi tersebut. Di Liga Champions, klub yang menang bisa mengumpulkan 57,2 juta Euro, belum termasuk pembagian hak siar. Sementara di Europa League, kesebelasan yang juara maksimal hanya mendapatkan 15,71 juta Euro.
Angka ini tentu jauh lebih kecil ketimbang prize money di Premier League Inggris. Kesebelasan yang terdegradasi sekalipun bahkan bisa mendapatkan 70-an juta Paun atau sekitar 80-an juta Euro!
Restrukturisasi Europa League
Dari tiga alasan mengapa Europa League tidak digemari, hal yang paling logis adalah jumlah pendapatan yang kelewat jomplang. Mereka bermain lebih banyak, berpergian lebih jauh, tapi hanya mendapatkan maksimal 15 juta Euro (belum termasuk pembagian hak siar).
Angka ini jauh lebih kecil ketimbang kerja sama Arsenal dengan Puma (30 juta paun pertahun) dan Emirates sebagai sponsor kostum dan stadion (30 juta paun pertahun). Hal yang membuat Arsenal, atau kesebelasan top Eropa lainnya, ngotot bermain di Europa League barangkali karena gengsi untuk mendapatkan trofi. Apalagi, mereka juga sudah puasa gelar liga lebih dari satu dasawarsa.
Untuk itu, UEFA mestinya merestrukturisasi Europa League dengan mengembalikan fitrahnya sebagai tempat berkompetisi para juara piala domestik. Hal yang menguntungkan lainnya adalah jumlah kesebelasan yang berpartisipasi bisa ditekan, yang berimplikasi pada jumlah pertandingan yang berkurang.
Selain itu, peluang kesebelasan dari negara antahberantah untuk unjuk gigi pun kian besar. Mengapa jarang ada perwakilan dari Kosovo, San Marino, Malta, atau Lithuania, di babak utama kompetisi Eropa? Jawabannya tentu karena mereka harus bermain dari babak praeliminasi, dan memenangkan empat babak dengan dua leg, untuk bisa berkompetisi di babak utama.
Hari pertandingan pun mestinya disamakan dengan Liga Champions di tengah pekan pada Selasa-Rabu. Untuk urusan jam penayangan yang akan bentrok, sejatinya saat ini pun semua pertandingan di Europa League, kecuali babak final selalu bentrok.
Liga Champions musim ini mayoritas dimainkan pukul 20:45 waktu Eropa Bagian Tengah (CET). Padahal, untuk mendapatkan lebih banyak waktu untuk iklan, serta semua pertandingan bisa disaksikan, pertandingan dibagi menjadi tiga waktu. Bisa digelar pada 15:45, 18:45, dan 20:45. Karena Liga Champions identik dihelat pada malam hari, maka jadwal sore bisa diisi oleh pertandingan Europa League.
Apabila aturan dan skema Europa League masih seperti ini dan tak ada perubahan, maka jangan salahkan kalau klub dan suporter masih memandang Europa League sebelah mata. Atau bahkan, tak dilihat sama sekali.