10 Oktober 2017 lalu menjadi malam yang tidak akan pernah dilupakan bagi 26.000 pasang mata, yang memadati stadion Estadio Rommel Fernández, Panama City. Mereka secara dramatis dan penuh kontroversi, lolos ke Piala Dunia 2018 Rusia. Lawan yang mereka tumbangkan adalah Kosta Rika di pertandingan terakhir CONCACAF.
Kosta Rika sempat unggul lebih dahulu, sebelum gol hantu dari Blas Perez menyamakan kedudukan. Puncaknya ketika bek tengah Panama sekaligus kapten mereka, Roman Torres, mencetak gol pada menit ke-89, yang mengukuhkan kelolosan Panama ke Putaran Final Piala Dunia.
Panama berpesta. Para pemain diarak keliling ibu kota bak pahlawan. Bagaimana tidak? Kelolosan mereka ke Rusia adalah pelepas dahaga empat tahun lalu. Kala itu, Panama nyaris lolos ke Piala Dunia 2014 Brasil sebelum ditaklukan Amerika Serikat 3-2. Posisi Panama pun diambil alih Meksiko, kala itu.
Persepakbolaan Panama sendiri lebih dekat dengan kontroversi dibandingkan prestasi. Sejauh ini dalam empat kali keikutsertaan terakhir Panama dalam ajang Gold Cup, mereka sukses menembus final sebanyak dua kali dan hanya sekali gagal lolos semifinal.
Kemenangan Panama di pertandingan terakhir pun tidak lepas dari kontroversi. Gol hantu dari Blas Perez, sebenarnya tidak sah. Prosesnya berawal dari sepak pojok, kemelut terjadi di kotak penalti Kosta Rika. Blas Perez yang mencoba memanfaatkan kemelut terjatuh dan membuat bola masuk ke gawang. Namun ada pemain Kosta Rika yang melakukan penyelamatan sehingga bola bahkan tidak menyentuh garis gawang dan justru keluar. Namun hakim garis menganggap bola telah melewati garis gawang dan dianggap gol. Keputusan yang sempat di protes oleh seluruh pemain Kosta Rika, tapi tetap dianggap sah menjadi gol.
Kisah Buruk Panama
Gary Stempel, mantan Manajer Panama U-21 menceritakan kejadian yang ia alami 2009 lalu saat bertanding di final Piala Amerika Tengah di Honduras.
“Saya harus memberikan anak asuh saya waktu di tengah babak membersihkan diri, setelah mereka basah dilempari kantong plastik berisi air kencing. Tepat di depan kami, wasit membawa satu tas penuh benda-benda berbahaya yang dilemparkan suporter.”
Stempel juga menjelaskan bahwa hampir seluruh pemain Panama yang memperkuat tim di level junior adalah korban dari perceraian. Ini membuat para pemain Panama berurusan dengan kasus kriminal. Stempel kaget ketika para pemainnya yang rata-rata baru berusia 19-20 tahun setidaknya pernah berurusan dengan polisi. Atau bahkan melakukan tindakan kriminal. Kriminalitas tersebut juga terjadi di persepakbolaan profesional Panama.
April 2017 lalu, pemain Panama kehilangan salah satu gelandang andalan mereka, Amilcar Henriquez. Pemain klub Arabe Unido ini, tewas diberondong peluru di depan kediamannya, di Colon, Panama. Hingga saat ini, motif dan pelaku penembakan belum diketahui. Namun diyakini ada keterkaitan antara perseteruan gengster di Panama, di mana Amilcar Henriquez sempat menjadi anggota ketika muda.
Selain Amlilcar Henriquez, José Luis Garcés di persepakbolaan Panama merupakan salah satu nama besar. Julukannya El Pistolero, mirip dengan Luis Suarez. Meskipun sama-sama berposisi sebagai striker, julukan tersebut diberikan karena alasan berbeda. Luis Suarez karena kepiawaiannya mencetak gol, sedangan Garces karena punya koleksi senjata api!
Namun terlepas dengan segala kontroversi dari para pemain Panama, mereka sukses lolos ke putaran final Piala Dunia 2018 nanti. Panama akan berada di grup G bersama dengan Belgia, Tunisia, dan Inggris.
Tampak cukup sulit bagi Panama untuk lolos dari fase grup. Nama-nama yang memperkuat Tim Nasional Panama bukanlah nama-nama besar. Para pemain Panama mayoritas memperkuat klub-klub dari Amerika tengah dan Amerika Latin. Tercatat hanya sang penjaga gawang utama, Jaime Penedo, memperkuat klub Dinamo Bucharest, raksasa dari Rumania, yang tidak memperkuat klub dari benua Amerika.
Sulit bagi Panama untuk mengejutkan semua orang di Piala Dunia 2018. Akan tetapi kelolosannya mereka mesti diberi apresiasi khusus, mengingat ini adalah momen kebangkitan sepakbola Panama itu sendiri. Para pemain Panama kini bisa sejenak melupakan kriminalitas yang mungkin mengintai mereka dari jauh dan menikmati sepakbola, juga dengan segala kontroversi yang terjadi di persepakbolaan mereka.