Menurut kalian, apa arti dari sebuah rumah?
Beberapa waktu lalu, Kevin De Bruyne, pemain Manchester City, baru saja menandatangani kontrak baru bersama “The Citizens”. Kontrak barunya ini akan mengikat De Bruyne sampai 2023 nanti. Memang gaji De Bruyne di kontrak baru ini tidak disebutkan. Namun mengingat performa De Bruyne yang konsisten bersama Manchester City, diperkirakan gaji yang dia terima per pekannya tidaklah sedikit.
Usai menandatangani kontrak baru tersebut, seperti dilansir “The Guardian”, pemain asal Belgia itu langsung mengungkapkan rasa bahagianya. Dia bahkan menyebut bahwa Manchester City, klub yang sempat kena cap klub plastik karena jadi hebat berkat uang yang melimpah, sebagai rumah bagi dirinya. Kevin De Bruyne sendiri baru bergabung dengan City pada musim 2014/2015 silam, setelah tampil mengesankan bersama VfL Wolfsburg di Bundesliga.
“Saya benar-benar senang. Kontrak baru sudah saya tandatangani. Sebagaimana yang saya katakan sebelumnya, saya memang berniat untuk terus bertahan di City. Di sini, saya merasa seperti berada di rumah, bahkan sejak hari pertama,” ujar De Bruyne.
“Di sini kami tidak hanya memenangi pertandingan, tapi juga tahu bagaimana caranya bermain bola dengan hebat. Sangat menyenangkan menjadi bagian dari City dan saya tidak sabar menantikan apa yang bisa kami raih di masa depan nanti,” tambahnya.
Sekilas, memang tak ada yang aneh dengan perpanjangan kontrak De Bruyne ini. Satu hal yang membikin unik, mungkin hanya karena perpanjangan kontrak De Bruyne ini berbarengan dengan Alexis Sanchez yang meresmikan kepindahannya ke Manchester United, seolah menunjukkan bahwa De Bruyne adalah sosok kunci di City yang tidak boleh pergi.
Namun, ada satu hal yang mungkin sedikit luput dari perhatian orang banyak. Ungkapan Kevin De Bruyne tentang City selaku rumah bagi dirinya merupakan sebuah ungkapan yang unik, mengingat De Bruyne sebenarnya mulai diakui kemampuannya justru ketika bermain gemilang bersama Wolfsburg. Jadi, mengapa De Bruyne mengasosiasikan City sebagai rumah bagi dirinya?
Rumah untuk Kevin De Bruyne
Perkara tentang rumah, setiap orang dapat memiliki definisi yang berbeda. Rumah tidak lagi hanya menjadi sebentuk kata benda yang bermakna “tempat untuk berteduh”. Rumah, seiring dengan perkembangannya, mengalami sebuah perluasan makna. Dia tidak hanya menjadi sebuah kata benda semata, melainkan sudah menjadi kata sifat, menyertakan perasaaan di dalamnya.
Memang masih ada yang menyebut bahwa makna rumah adalah sebagai tempat tinggal agar tidak kehujanan dan kepanasan. Namun, tidak sedikit juga yang menyebut bahwa rumah adalah tempat menghamburkan rasa yang ada di dalam dada, serta menjadi tempat untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang tercinta di dalamnya. Rumah, dapat menjadi sebuah kata yang menyimpan perasaan bernama “rindu” di dalamnya. Kerinduan akan masa kecil yang menyenangkan, kerinduan akan masa-masa indah bersama orang-orang terkasih.
Selain menjadi tempat titipan dari sebuah perasaan bernama rindu, rumah juga bisa menjadi sebuan tempat untuk melepas penat dan lelah setelah seharian beradu dengan kerasnya kehidupan. Dia menjadi tempat untuk berpulang, serta tempat yang cocok untuk menghabiskan hari tua, sembari mengingat masa lalu yang kadang tampak seperti guratan sinar matahari yang masuk dari jendela bening di pagi hari yang tak berawan.
Tapi, tak selamanya rumah menjadi tempat asosiasi yang indah. Seperti yang dituturkan oleh Djenar Maesa Ayu dalam cerpennya berjudul “Rumah Nayla”, rumah juga kerap menjadi tempat yang tak begitu diinginkan. Asosiasi indah perkara rumah, sesuai dengan perluasan makna yang terjadi pada kata “rumah” itu sendiri, kadang memang hanya ada di dalam pikiran, karena rumah pada akhirnya menjadi tempat di mana kebebasan terkekang. Tak ada masa depan yang pasti ketika seseorang berada di tempat yang bernama “rumah” tersebut.
Maka, menyoal ungkapan Kevin De Bruyne yang menyebut Manchester City adalah rumah, apakah itu sesuatu yang bisa dibenarkan?
Rumah Baru Kevin De Bryune
De Bruyne belum terlalu lama membela Manchester City. Dia baru mendarat di Stadion Etihad sekira pertengahan musim 2015/16 silam. Dia pun tercatat baru menyumbang dua trofi untuk City, yakni trofi Piala Liga pada musim 2015/16 dan musim 2017/18. Namun bukan berarti De Bruyne tidak menjadi bagian penting dari skuat City selama dua setengah musim belakangan.
Sejauh ini, dari 135 penampilan yang sudah dia torehkan bersama “The Citizens”, De Bruyne sukses mencatatkan 34 gol dan 57 asis. Khusus untuk musim 2017/18, bersama David Silva, De Bruyne menjadi motor serangan Manchester City dengan torehan rataan umpan kunci sebanyak 2,9 kali per laga, serta 19 asis. Kemampuannya mulai diakui di Inggris, setelah sempat mengalami masa sulit bersama Chelsea di Inggris.
Dengan pentingnya peran De Bruyne di City, serta betapa City membutuhkan tenaganya sejauh ini, tak heran De Bruyne mengindentikkan City sebagai rumah. Karena rumah, selain tempat bernaung, berlindung, dan pulang, juga adalah tempat ketika diri kita benar-benar dirindukan dan dibutuhkan. Saat ini, City memerlukan De Bruyne, sehingga rasa memiliki De Bruyne terhadap City pun tumbuh.
Tidak hanya De Bruyne, hal ini juga mungkin dirasakan oleh pemain-pemain lain. Ada nama Francesco Totti yang menganggap AS Roma adalah rumah, ada juga Alessandro Del Piero yang berpikiran sama terhadap Juventus dan Paolo Maldini yang berpikiran sama terhadap AC Milan. Rasa memiliki itu tumbuh karena, tidak hanya sekadar menjadi tempat pulang, klub-klub tersebut menjadi tempat yang paling membutuhkan jasa mereka.
Jika di Indonesia, kisah kesetiaan itu menjadi milik (alm.) Choirul Huda. Besar di Stadion Surajaya, dia juga berpulang di Stadion Surajaya. Surajaya seperti sudah menjadi rumah bagi dirinya, tempat dia tumbuh, sampai akhirnya di pulang keharibaan Sang Maha Kuasa.
Rumah dan Ikatan yang Hilang
Memang pada dasarnya tempat yang disebut rumah akan bergantung kepada persepsi masing-masing orang. Setiap tempat, jika dia menyisakan sebuah ikatan yang kuat bagi seseorang, maka dia akan menjadi tempat yang lazim dianggap sebagai sebuah rumah.
Namun, di tengah dunia sepakbola modern yang serba cepat ini, perlahan ikatan itu semakin hilang. Rumah hanya akan menjadi tempat di mana uang bisa didapatkan. Tidak ada rumah yang abadi, karena semua hanya didasarkan pada pundi-pundi gaji yang didapatkan.
Maka, perkataan De Bruyne yang menyebut bahwa Manchester City adalah rumah adalah sebuah pernyataan bersayap. Mungkin itu memang yang benar-benar dirasakan oleh De Bruyne, karena pada akhirnya dia menemukan klub yang membuatnya dapat bermain dengan nyaman.
Tapi, siapa bisa menerka hati seseorang? Apalagi City juga terkenal sebagai klub kejam yang takkan tega memecat pemain yang dinilai gagal. Hari ini dipuji, bisa jadi besok Anda akan pergi.