Pertandingan seperti apa yang memiliki extra time hingga sembilan menit dan secara luar biasanya gol penentu kemenangan hanya berjarak dua detik sebelum peluit panjang dibunyikan? Anda bisa mendapatkan semua keseruan tersebut dalam pertandingan Shamrock Rovers menghadapi Bohemian atau lebih dikenal dengan Dublin Derby.
Kedua kesebelasan sama-sama berkandang di Dublin, Ibukota Republik Irlandia. Namun, markas mereka dipisahkan oleh sungai Liffey. Bohemian di bagian utara dan Shamrock Rovers di bagian selatan. Kedua kesebelasan juga mewakili identitas wilayah. Shamrock Rovers di bagian selatan Dublin mewakili kelas menengah-atas ibu kota, sedangkan Bohemian di bagian utara mewakili kelas pekerja yang merantau ke Ibu kota.
Rivalitas kedua klub dimulai sejak 1915, semenjak itu pertemuan kedua tim selalu menyajilkan pertandingan keras. Sejatinya bagi Shamrock Rovers sendiri, rival utama mereka adalah Drumcondra F.C. yang bangkrut pada 1971. Setelahnya baru Bohemian menjadi musuh utama.
Pencapaian kedua klub di level domestik pun bersaing ketat. Shamrock unggul dengan 17 trofi liga, berbanding 11 milik Bohemian. Rekor pertemuan kedua tim pun juga cukup berimbang. Bohemian unggul dengan 23 kali menang dan Shamrock Rovers dengan 20 kali kemenangan. Sisanya 20 pertemuan berakhir imbang.
Namun pertandingan kedua klub tidak memedulikan rekor pertemuan ataupun jumlah gelar juara. Suporter kedua tim menganggap apa yang terjadi di lapangan lebih penting dibandingkan rekor ataupun sejarah. Jurnalis Irlandia, Eoghan Rice, dalam bukunya “We Are Rovers”, menceritakan betapa pentingnya arti derby bagi masing-masing suporter.
“Di Irlandia sepakbola mungkin kalah pamor dibandingkan rugby. Namun, untuk warga Dublin, Rovers dan Bohemian merupakan identitias yang mewakili diri mereka,” tulis Rice.
Hal lain yang menjadi nilai tambah dari derby ini adalah kedekatan antara suporter dengan para pemainnya. Umumnya, para pemain kedua kesebelasan awalnya adalah suporter masing-masing klub.
Mantan manajer Shamrock, Liam Buckley, menceritakan bahwa pada awalnya ia adalah suporter Shamrock. Sejak kecil, ia mencintai The Hoops dan memulai semuanya dari tribun.
“Saya masih mengingat nama-nama suporter dan menyapa mereka ketika pertandingan usai. Mereka memberikan masukan ketika saya masih bermain maupun setelah menjadi manajer. Ini tidak Anda temukan di luar sana,” ungkap Buckley dikutip dari the42.
Uniknya, masalah finansial adalah musuh yang sama buat kedua kesebelasan. Maklum, karena di Irlandia, sepakbola masih kalah pamor dibanding rugby atau kriket. “Para akuntan jelas bekerja sangat keras. Tiap awal musim, kami masih harus mencari pendanaan bagi klub. Sepakbola tidak seperti rugby. Di pertandingan rugby, hampir 80.000 orang selalu hadir dan datang menonton ke stadion. Di sepakbola kami hanya mampu sekitar 3.000 penonton,” ujar Presiden Bohemian, Paul Bonar.
Meskipun demikian, masalah finansial tidak serta merta mengurangi intensitas pertandingan. Luis Figo pernah dilempar kepala babi pada El Classico 2002. Hal senada juga terjadi pada Dublin Derby 2004. Ketika itu Tony Grant dan James Keddy dianggap sebagai pengkhianat oleh suporter Bohemian karena berpindah langsung ke Shamrock. Sontak kepala babi dan hampir ratusan kaki binatang ternak dilemparkan ke dalam lapangan. Tony Grant sendiri kemudian memberikan penjelasan bahwa ia tidak mengetahui rivalitas yang begitu besar antara kedua kesebelasan.
Selain itu yang akan membekas di kepala suporter Bohemian adalah pertandingan 17 tahun yang lalu. Shamrock Rovers , sebagai tuan rumah kala itu unggul 4-1 atas Bohemian sebelum turun minum. Manajer Bohemian kala itu, Damien Richardson, memberi motivasi pada para pemainnya untuk bermain seolah-olah kedudukan masih 0-0. Hal yang sama diungkapkan Damien pada para suporter Bohemian, sehingga dukungan masih berapi-api seolah mereka baru saja memulai pertandingan.
Benar saja, dipimpin oleh legenda Bohemian, Glen Crowe, Bohemian berhasil membalikkan keadaan dengan mencetak 5 gol di babak kedua, sekaligus mengakhiri pertandingan dengan kemanangan 6-4 atas Shamrock. Ini adalah hasil yang dikenang sebagai salah satu comeback terhebat dalam sejarah sepakbola Irlandia.
Dublin Derby memang jauh dari ingar bingar layar kaca. Dengan segala keterbatasan finansial maupun dukungan, derby ini masih menjadi pertandingan yang menarik bagi warga Dublin bahkan Irlandia.
“Derby kami adalah contoh semangat lokal. Tidak ada televisi yang menyiarkan dan justru di situlah letak kelebihannya. Anda melihat Derby Merseyside di layar kaca. Kami di sini berteriak, menggunakan setelan jas terbaik kami mendukung tim kesayangan kami. Anda tidak akan menemukannya di manapun selain di sini,” ungkap Newman, salah satu suporter Shamrock Rovers.
Tertarik mengikuti Dublin Derby?