Sekitar 1600 penggemar di tribun tandang stadion Brammal Lane terus bernyanyi sambil berharap cemas timnya bisa pulang membawa poin. Saat itu kedudukan 1-0 untuk tim tuan rumah.
Tak lama, sorak sorai terdengar kencang dari tribun tersebut. Gol dari sang kapten, Steve Morison, menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Euforia pecah hingga laga berakhir dari tribun tandang yang berisi fans dari klub yang berasal dari kawasan Bermondsey, London Timur. Ya, teriakan pendukung dari klub Millwall.
Bukan tanpa alasan kini mereka bernyanyi lebih kencang, meskipun tak pernah satupun laga yang mereka lalui tanpa nyanyian kencang. Meskipun laga berakhir imbang, tapi laga tersebut memperpanjang rekor tak terkalahkan Millwall di 17 laga Championship musim ini. Wow!
Tak ada yang menyangka performa tim berlogo ‘Singa yang tengah menerkam’ ini semantap akhir-akhir ini. Terakhir kali Millwall gagal meraih poin adalah ketika dikalahkan Norwich City pada bulan Januari lalu. Sejak itu, tim besutan Neil Harris ini meraih 11 kemenangan dan 6 kali imbang.
Maka, dengan menyisakan tiga laga hingga musim Championship 2017/2018 ini berakhir, Millwall berpeluang besar untuk bertarung di babak semifinal play-off untuk memperebutkan tiket ke Premier League musim depan.
Sebenarnya, tak ada yang menyangka performa Millwall akan semengkilap seperti saat ini. Sang manajer, Neil Harris, mengungkapkan bahwa pencapaian tim besutannya merupakan yang terbaik dalam abad ini yang pernah dilewati Millwall.
Millwall tidak memiliki sejarah di kompetisi tingkat tertinggi Inggris. Prestasi tertinggi klub yang bermarkas di stadion The Den adalah menjuarai Second Divison (divisi kedua Liga Inggris) pada 1988. Sampai akhirnya pada 2004 silam, Millwall berhasil mengejutkan publik sepakbola Inggris dengan tampil di final Piala FA kontra Manchester United yang juga turut menghantarkan Millwall berlaga di Piala UEFA.
Namun, tak ada salahnya bila kita membayangkan sekaligus memprediksi apa saja yang akan terjadi apabila Millwall tampil di Premier League untuk kali pertama.
Derby London Akan Semakin Panas
Seperti yang kita ketahui, London merupakan satu-satunya kta dengan wakil terbanyak di Premier League. Mereka adalah Arsenal dan Tottenham Hotspur (utara), Chelsea (barat), Crystal Palace (selatan), dan West Ham (timur). Hal yang menarik, karena letak kandang Millwall yang berada di antara timur dan selatan kota London akan memperebutkan siapa tim yang paling ‘berkuasa’ di area tersebut.
Mengingat, sejarah panjang rivalitas Millwall dengan tim yang berasal dari timur dan selatan yakni West Ham dan Crystal Palace sudah terjadi sejak awal abad ke-20. Maka kehadiran Millwall kelak akan menghadirkan derby London Selatan antara Millwall dan Crystal Palace, selain ‘derby panas’ dengan West Ham.
Potensi Kerusuhan Suporter
Millwall memiliki reputasi klub dengan suporter yang militan dan loyal namun dengan stereotip yang negatif. Dari moto yang terkenal dari mereka, “No One Likes Us, We Don’t Care” pun kita bisa melihat bagaimana perilaku dan kecenderungan yang dimiliki oleh fans Millwall.
Sebagai catatan, suporter Millwall beberapa kali terlibat kerusuhan di dalam stadion. Yang paling diingat publik tentu kerusuhan yang terjadi pada 2009 silam yang melibatkan suporter Millwall dan West Ham United, salah satu rivalitas terbesar sepakbola modern tentunya.
Selain rivalitasnya dengan dengan West Ham, suporter Millwall juga dikenal memiliki perseteruan panjang dengan sesama tim biru dan juga berlogo singa, yakni Chelsea. Pertemuan yang jarang terjadi diantara keduanya tentu membuat publik penasaran apa yang akan terjadi jika kedua tim bertemu kembali, khususnya di Premier League musim depan.
Cerita Bak Dongeng Bagi Cahill dan Harris
Kembalinya pemain kawakan Tim Cahill bagi Millwall bisa dibilang bak durian runtuh. Cahill adalah produk akademi Millwall sebelum akhirnya menjadi pahlawan Everton dan melanglangbuana ke MLS dan China Super League. Di usianya yang tak lagi muda, kehadiran Cahill di tim Millwall agaknya memiliki pengaruh besar dalam ruang ganti. Mentalitas dan pengalaman yang dimiliki pemain timnas Australia tersebut dinilai mampu berdampak signifikan. Bahkan nyanyian “If Timmy scores, we’re on the pitch..” menjadi bukti kecintaan publik Millwall kepada pemain berusia 38 tahun tersebut.
Selain faktor Cahill, sosok manajer Neil Harris juga dinilai memegang peranan penting dalam menanjaknya performa Millwall akhir-akhir ini. Harris bagi Millwall adalah legenda hidup. Karier sepakbolanya sebagian besar dihabiskan di sana.
Sebanyak sepuluh musim ia habiskan untuk mengabdi pada Millwall dan Hariss menjadi pencetak gol terbanyak bagi Millwall sepanjang masa dengan torehan 138 gol melampui rekor yang sebelumnya dipegang Teddy Sheringham (111). Maka tak heran, meskipun Millwall musim ini hanya diprediksi untuk degradasi, namun tangan dingin Harris membuat Millwall kini menatap petualangan baru.
Berbicara tentang peluang Millwall menembus Premir League, Harris mengungkapkan bahwa dirinya tak pernah membayangkan ini sebelumnya. Namun menurutnya, hal ini bisa saja terjadi. Salah satu kelabihan yang tidak dimiliki tim lain adalah, rendahnya tekanan yang diberikan publik dan juga manajemen kepada tim. Sebagai perbandingan, klub yang berada di posisi 6 besar Championship mengeluarkan kocek yang tidak sedikit dalam bursa transfer. Hal yang berlawanan dengan Millwall yang hanya menghabiskan 2 juta paun saja pada musim panas lalu.
Hadirnya Manajer Muda Britania Baru
Sudah menjadi tajuk besar bahwa Inggris kini mengalami kelangkaan manajer Inggris muda yang mampu bersaing di tengah lautan manajer asing. Dengan hadirnya kans Millwall berlaga di Premier League musim depan, itu juga berarti bertambahnya manajer asli Inggris di kompetisi Premier League. Neil Harris bahkan terang-terangan berkomentar bahwa dirinya termotivasi oleh pencapaian yang dilakukan Eddie Howe bersama Bournemouth dan juga Sean Dyche bersama Burnley.
“Saya melihat pekerjaan luar biasa yang dilakukan Sean Dyche di Burnley. Eddie Howe telah melakukan pekerjaan hebat di Bournemouth. Saya ingin (mengambil) kesempatan untuk maju ke tingkat terbaik yang saya dapat dan menguji diri saya sendiri pada tingkat terbaik. Saya menikmati membangun klub ini – itu adalah hal besar bagi saya, ” ujar manajer berusia 40 tahun.
Jika misi Neil Harris berhasil, maka pencapaiannya akan mirip dengan Howe yang juga berhasil membawa Bournemouth promosi dari League One kemudian ke Premier League pada 2 tahun berikutnya. Namun, akan menjadi spektakuler bagi Harris karena dirinya berpeluang membawa Millwall promosi dua tingkatan liga hanya dalam 2 musim saja. Mengingat pada musim lalu, Harris berhasil membawa Millwall lolos dari League One melalui babak play-off.
Sekali lagi, memang bukan misi yang mustahil bagi Millwall dan juga Harris. Namun yang perlu mereka lakukan di sisa musim adalah tetap fokus. Mengingat kandidat lawan-lawan mereka nantinya adalah tim seperti Fulham, Aston Villa, dan juga Middlesbrough yang lebih memiliki tradisi dan sejarah di Premier League. Tapi sepertinya Millwall tak peduli itu, karena seperti motto resmi klub mereka, We Fear No Foe Where E’er We Go.
Catatan: Millwall akhirnya mengalami kekalahan semalam 0-3 oleh Fulham (23/4 dini hari). Millwall juga kalah 0-2 dari Middlesbrough yang hampir menutup peluang mereka promosi.