Sejak bergulirnya turnamen Piala Dunia 2018, Jerman jelas menjadi penantang serius gelar juara. Bagaimana tidak? Sebagai juara bertahan, Jerman memiliki segalanya untuk menjadi juara.
Jerman punya skuat berkualitas dari lini belakang hingga depan. Der Panzer juga punya tradisi juara yang kuat di Piala Dunia dan sosok pelatih berkualitas. Namun apa lacur, Jerman yang satu grup dengan Swedia, Meksiko, dan Korea Selatan, gagal lolos dari fase grup dan menempati posisi juru kunci. Tentu saja kegagalan Jerman lolos dari fase grup merupakan hal yang mengejutkan.
Namun apabila melihat permainan Jerman, gugurnya Jerman di fase grup bukanlah kejutan. Para pemain kunci mereka seperti Mesut Ozil, Toni Kroos, Matt Hummels hingga Sami Khedira tidak bermain terlalu baik. Manuel Neuer yang biasanya menjadi palang pintu yang tangguh di bawah mistar, tidak mampu berbuat banyak untuk mencegah gawangnya dari kebobolan. Terakhir bahkan Neuer melakukan blunder dengan maju hingga mendekati kotak penalti Korea Selatan. Bola dikakinya direbut Ju Se-jong yang memberikan umpan jauh kepada Son Heung-Min yang berdiri bebas di depan gawang yang kosong. Gol ini sekaligus membuat Korea Selatan mencetak gol keduanya pada pertandingan tersebut.
Lalu apa yang terjadi sebenarnya dengan Jerman kali ini? apakah Jerman memasuki fase penurunan kualitas?
Gagal Menunjukkan Perfroma Terbaik
Memang secara kualitas, skuat yang dipanggil kali ini memang sangat mumpuni. Namun starting line up yang diturunkan merupakan starting yang digunakan sejak Piala Dunia 2010 silam. Manuel Neuer, Ozil, Hummels, Kroos, Muller, sudah rutin mengisi skuat Jerman sejak 2010. Hal ini bisa saja membuat bentuk permainan Jerman terbaca lawan.
Meksiko membuktikan hal tersebut. Mereka membaca bahwa lini tengah yang diisi Sami Khedira memiliki celah yang cukup besar dengan lini belakang apabila full-back Jerman membantu penyerangan.
Celah inilah yang dimanfaatkan Meksiko untuk setidaknya membuat 3-4 peluang emas dalam satu pertandingan. Kekalahan dari Meksiko sejatinya cukup menjelaskan kelemahan Jerman selama turnamen sejauh ini: kehilangan sosok Philipp Lahm yang tampaknya masih belum bisa diatasi oleh Loew.
Selain lini tengah, sektor penjaga gawang juga menimbulkan perdebatan. Manuel Neuer memang bukanlah penjaga gawang sembarangan. Namun Neuer absen satu musim penuh karena cedera. Deputi Neuer, Marc-André ter Stegen, dianggap lebih tepat sebagai penjaga gawang utama. Penampilan Ter Stegen sangat gemilang di Barcelona musim ini. Ter Stegen berperan penting membawa gelar juara Liga Spanyol bagi Barcelona. Beberapa pihak mempertanyakan pemilihan sektor penjaga gawang utama kepada Neuer dibandingkan ter Stegen.
Jerman sendiri membawa skuat dengan rata-rata umur 27,1 tahun. Skuat ini merupakan skuat tertua mereka sejak Piala Dunia 2002 silam. Jerman butuh penyegaran skuat dan Loew sebenarnya menyadari hal tersebut.
Ketika Piala Konfederasi, Joachim Löw memberikan kesempatan kepada pemain-pemain muda Jerman seperti Timo Werner, Antonio Rudiger, Nicklas Sule, Leroy Sane hingga Joshua Kimmich. Hasilnyapun baik, terbukti Jerman sukses membawa gelar juara Piala Konfederasi saat itu.
Jerman Sedang dalam Masa Transisi
Kegagalan Jerman kali ini tidak terlalu banyak disesali. Lars Pollmann, jurnalis senior Jerman menjelaskan bahwa kegagalan Jerman kali ini memanglah tabu, tapi bukan berarti harus berlarut-larut.
“Ini memang bukan hasil yang diinginkan. Namun inilah momen yang tepat untuk penyegaran komposisi pemain. Masih ada Piala Eropa 2 tahun lagi. Inilah yang harus dipersiapkan,” ujar Pollmann di DW.
Memang benar, Jerman saat ini sudah mempersiapkan generasi pengganti untuk Tim Nasional mereka. Potensi-potensi pemain muda Jerman jelas merupakan yang terbaik di Eropa. Nama-nama seperti Joshua Kimmich, Leon Goretzka, Julian Brandt, hingga Emre Can, siap menggantikan nama-nama senior yang rutin mengisi skuat Jerman saat ini.
Optimisme senada juga diungkapkan Reinhard Grindel, selaku Presiden Federasi Sepakbola Jerman. “Tentu kami siap untuk regenerasi. Pendidikan pemain muda selalu jadi acuan utama kami untuk terus melahirkan bakat baru yang siap berseragam Tim Nasional,” ujar Grindel.
Dalam buku Raphael Hongstein, Das Reborn, Jerman sudah mempersiapkan Tim Nasional mereka dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Sejak kegagalan Jerman pada tahun 1998 dan 2002, Jerman tidak lagi menerapkan sistem jangka pendek, melainkan jangka panjang.
Memang akan ada masa transisi bagi Tim Nasional Jerman yang bisa jadi berakibat buruk bagi Prestasi Tim Nasional mereka. Namun masa transisi inilah yang akan menjadi kunci kejayaan Jerman di waktu yang akan datang.
Dengan Joachim Löw, kembali memegang Tim Nasional Jerman hingga 4 tahun kedepan, sebenarnya menarik menunggu langkah Joachim Löw. Apakah fase transisi ini akan lebih lama, atau memang Piala Dunia kali ini menjadi transisi terakhir sebelum kembali berjaya seperti 2014 lalu. Yang pasti kegagalan Jerman kali ini bukanlah akhir dari ketangguhan Jerman di sepakbola, namun ini merupakan awal, dari kejayaan Jerman di masa yang akan datang.