Mantan penyerang Arsenal dan Barcelona, Thierry Henry, mengumumkan kalau dirinya mundur dari pekerjaannya sebagai pundit Sky Sports. Alasannya karena ia ingin fokus menata karier jangka pangjangnya sebagai manajer sepakbola.
“Lebih dari empat tahun aku mendapatkan pengalaman kepelatihan yang bermanfaat. Pengalaman itu membuatku lebih terpacu untuk memenuhi ambisi jangka panjangku sebagai seorang manajer,” cuit Henry di Twitter.
Henry sendiri sudah menjadi pundit Sky setelah dia pensiun sebagai pemain pada Desember 2014. Dua tahun kemudian, ia mengambil pekerjaan sebagai asisten pelatih Belgia untuk menghadapi Piala Dunia 2018.
“Dengan kesedihan, oleh karena itu, aku memutuskan kalau aku mesti meninggalkan Sky Sports untuk memungkinkanku menghabiskan lebih banyak waktu di lapangan dan berkonsentrasi pada perjalananku meraih tujuan itu,” tulis Henry lagi.
Agaknya, Henry terkesan dengan capaian dirinya bersama Belgia di Piala Dunia 2018. Seperti diketahui, kesebelasan negara racikan Roberto Martinez tersebut berhasil menempati peringkat ketiga, usai dikalahkan Prancis di semifnal. Romelu Lukaku dan kolega kemudian menang atas Inggris yang membuat mereka menempati peringkat ketiga.
Lantas, bagaimana sebenarnya awal mula Henry ingin fokus menapaki dunia kepelatihan?
Tantangan bersama Belgia
Henry sadar bahwa meskipun ia punya nama besar sebagai pemain, tapi belum tentu ia bisa sukses sebagai pelatih. Meskipun dia sudah mengatungi lisensi kepelatihan yang mentereng. Banyak kasus pemain hebat yang menjadi pelatih tapi kemudian gagal. Pun dengan pelatih baru yang langsung menangani klub besar dan ternyata gagal.
Henry agaknya tak ingin seperti itu. Ia juga mungkin penasaran karena sebagai pundit ia mesti serba tahu soal pertandingan. Di sisi lain, seorang pundit belum tentu punya kecakapan untuk menangani langsung sebuah tim, seperti Gary Neville di Valencia, misalnya.
Tantangan tersebut hadir pada akhir 2016. Kala itu, Henry diajak untuk menjadi bagian dari tim kepelatihan usai pelatih Belgia sebelumnya, Marc Wilmots, mengundurkan diri karena Belgia kalah dari Wales di perempatfinal Piala Eropa 2016. Pemain kelahiran 17 Agustus 1977 ini begitu percaya diri kalau Belgia bisa meraih prestasi. Asalkan mereka mengubah mentalitas permainan.
“Ini adalah tantangan yang menarik. Tetapi satu hal yang akan kami benahi adalah mentalitas tim untuk memastikan mereka bisa menjadi kesebelasan yang hebat.”
“Aku adalah asisten kedua. Roberto adalah orang utamanya dan aku akan membantu dengan struktur dan membantunya memastikan tim ini bisa melaju jauh. Aku pikir, tim ini bisa mencatatkan sejarah, ini hanya masalah kepercayaan pada diri mereka sendiri,” tutur Henry.
Menjadi Manajer Seutuhnya
Fase belajar memang melelahkan. Akan tetapi, tanpa proses tersebut, tak akan ada pengalaman untuk menjadi pelajaran di masa depan. Hal ini juga berlaku untuk Henry. Ia mengaku kalau suatu saat ia ingin menjadi manajer utama.
“Anda mesti memulai dengan awalan. Bisa menjadi bagian dari susunan tim Belgia dan bekerja bersama Roberto Martinez, yang telah menjadi manajer sejak lama, dan bisa bekerja di bawahnya adalah kunci buatku,” tutur Henry.
“Hal yang juga menjadi kunci buatku adalah kesempatan untuk bekerja dengan para pemain itu. Aku biasanya menyaksikan mereka sebagai penggemar dan kini akau akan bekerja dengannya dan Roberto.”
“Mari kita lihat sejauh apa kita akan melangkah, tapi ya terkadang kalau Anda bekerja dengan baik dan Anda bisa melewati proses yang benar, mungkin suatu hari mengapa tidak?”
Tentu ada yang membedakan manajer eks pemain, dan manajer yang belajar dari ruang kelas. Henry merasa kalau pengalamannya sebagai pemain, dengan 13 tahun membela Prancis, bisa berguna suatu saat. Lagipula ia juga punya mental juara dengan menjuarai Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Dia juga ikut bagian dalam membawa Prancis ke final Piala Dunia 2006.
Dari pengalaman tersebut, Henry tahu kalau tim dengan skuat bagus saja tidak cukup. Dibutuhkan rasa percaya diri untuk memenangi pertandingan dan kompetisi. Ia mencontohkan Manchester City yang dulu hanya bisa bermimpi untuk memenangi Premier League. Akan tetapi, kini, dengan kepercayaan diri, mereka percaya kalau gelar Liga Champions bisa digenggam.
“Anda memerlukan kepercayaan, kualitas, rencana, bimbingan, filosofi, identitas, Anda juga memerlukan pemain hebat. Dan mereka mesti tahu apa yang dipertaruhkan dan memastikan mereka bisa menjadi bagian dari sejarah,” tutur peraih dua gelar FA Cup ini.
***
Apa yang dicapai Henry bersama Belgia tentulah bisa dibanggakan. Ini juga bisa menjadi bekal buatnya suatu hari nanti apabila menangani sebuah kesebelasan. Sebagai asisten, ia sudah mengamati bagaimana pelatih utama menangani para pemain besar. Henry beruntung karena ia bergabung bersama Belgia yang dihuni para pemain muda dengan potensi besar. Henry mestinya sudah cakap untuk bagaimana mengelola seorang pemain.
Tidak ada sesuatu yang instan dalam hidup. Henry kini tengah dalam proses pembelajaran dan mendapatkan pengalaman. Manajer hebat juga lahir dari proses. Sir Alex Ferguson bersusah payah meraih kejayaan di Liga Skotlandia. Ia bahkan sempat dipandang sebelah mata kala menangani timnas Skotlandia. Pun dengan Jose Mourinho yang terlebih dahulu menjadi asisten Sir Bobby Robson dan Louis van Gaal.
Bukan tidak mungkin, Henry akan segera memulai karier manajerialnya. Siapa tahu pula ia akan memulainya di kesebelasan favorit Anda.