“Begini saya membayangkannya; Saya akan masuk sebagai pemain pengganti. Saya bisa merasakan antisipasi dari para penonton. Tidak banyak waktu tersisa dan saya mencetak gol. Bukan sembarang gol. Gol penting.”
“Gol tersebut akan menjadi gol seperti yang dicetak oleh Maradona. Gol aneh, sesuatu yang membuat orang-orang menggila. Tendangan roket dari jauh pada menit dari pertandingan besar.”
Begitulah Fabio Quagliarella menjelaskan mimpinya kepada Bleacher Report pada Oktober 2017. Quagliarella lahir di Castellamare di Stabia, daerah pesisir Italia. Nama Qugaliarella tak pernah setenar Alberto Gilardino atau Giampaolo Pazzini yang merupakan penyerang satu angkatannya.
Namun, itu wajar. Quagliarella tidak pernah mendapatkan sorotan bersama tim ternama. Sementara Gilardino dan Pazzini cukup lama membela klub seperti AC Milan. Gilardino adalah penyerang paling produktif di Piala Eropa U-21 (2004), Pazzini menetap di Kota Milan selama empat tahun. Membela Inter dan AC Milan selama hidupnya di kota mode tersebut.
Quagliarella di sisi lain, hanya pernah membela Juventus dan berkelana keliling tim papan tengah Italia. Saat di Juventus, dirinya harus bersaing dengan Amauri, Vincenzo Iaquinta, dan Luca Toni, pada musim pertamanya.
Musim kedua, Quagliarella mandul dan gagal bersaing dengan Mirko Vucinic dan Alessandro Matri. Raihan golnya bersama Si Nyonya Tua selalu mengalami penurunan, hingga akhirnya dilego ke Torino, klub pertama Quagliarella dalam karir profesionalnya.
Padahal Quagliarella sudah meninggalkan tim kesayangannya untuk bergabung dengan Juventus yang merupakan rival. Untungnya, setelah pergi dari Juventus, karir Quagliarella membaik.
Sama seperti Antonio Di Natale ataupun Luca Toni, Quagliarella dapat dikatakan sebagai pemain yang bersinar di masa tua. Kini, dirinya jadi sosok yang disegani di sepak bola Italia. Padahal, kapten Sampdoria itu sudah melewati usia terbaik sebagai pesepakbola.
Namun, popularitas Quagliarella dibandingkan saat 2008/2009. Musim terbaik Quagliarella di mana dia berkontribusi untuk 20 gol Udinese. Raihan terbaik sepanjang karirnya sebelum dipecahkan musim lalu (2017/2018) ketika dirinya terlibat dalam 25 gol Sampdoria.
Cinta dan Profesionalisme
Foto: Independent
Menurut Bleacher Report, Quagliarella adalah sosok yang tenang dan penuh rasa hormat di luar lapangan. Tapi di atas lapangan, dia adalah penyerang ganas. Terkadang eksplosif. Bukan dengan gerak-gerik berapi-api di atas lapangan seperti Mario Balotelli. Tapi dengan tendangan jarak jauh nan keras yang bersarang ke gawang lawan.
Mencetak lebih dari 120 gol sepanjang karirnya di Serie-A sejauh ini, Quagliarella adalah pemain aktif yang paling sering membobol gawang lawan di Italia. Sama seperti pemain-pemain lain, ia kerap meluapkan emosinya setelah mencetak gol. Tapi tidak ketika bertemu satu tim.
Tim yang ia tinggalkan untuk Juventus, SSC Napoli. Klub yang selalu ia idolakan sejak kecil. Menengok kembali pekan ketiga Serie-A 2018/2019 (01/9), Quagliarella mencetak gol spektakuler ke gawang David Ospina.
Saat itu, Napoli sudah unggul 2-0 terlebih dahulu, jadi gol Quagliarella hanya sebagai garansi. Ini adalah gol ketujuhnya ke gawang Partenopei –julukan Napoli- dari 16 laga. Tidak satupun dari gol itu ia rayakan dengan selebrasi berlebihan.
Dirinya bahkan selalu terdiam, berjalan kembali ke daerah pertahanan hingga rekan-rekannya datang. Entah bagaimanapun gol tersebut diciptakannya. Fantastis seperti ke gawang Ospina ataupun hanya sekedar dari titik putih. Tidak pernah melakukan selebrasi. Sekalipun di kandang sendiri.
Ini adalah tanda penghormatan dan bukti kecintaan Quagliarella kepada Napoli. Meskipun dirinya hanya satu musim membela Partenopei, ia tetaplah seorang penggemar. Salah satu anggota dari mereka yang ada di tribun.
Namun, kecintaannya itu juga tidak membuat dia lupa akan tugasnya. Apabila Quagliarella hanyalah seorang suporter, dia tak akan mengeksekusi penalti ke gawang Napoli. Dia juga bisa meminta rekan satu tim untuk melakukannya. Jika dirinya egois.
Quagliarella adalah seorang profesional. Jadi ketika wasit menunjuk titik putih bagi Sampdoria atau Torino, ia akan tetap berusaha memberi gol untuk tim yang ia bela. Bagaimana ia merayakan gol tersebut adalah perbedaannya.
Bukan Kewajiban
Foto: Sport Tribune
Melihat seorang pemain tidak melakukan selebrasi ketika bertemu tim yang membesarkan nama mereka bukan hal baru. Fernando Torres tidak selebrasi ketika membobol gawang Atletico Madrid dengan kostum Chelsea. Gabriel Batistuta tidak mengekspresikan dirinya saat membobol gawang Fiorentina di 2001. Sekalipun itu adalah gol yang penting.
Tapi hal ini bukanlah sebuah kewajiban. Napoli juga tidak membesarkan nama Quagliarella. Talenta Quagliarella diasah oleh Torino. Pencapaian terbaiknya saat muda ia berikan kepada Udinese. Pamornya naik bersama Sampdoria. Quagliarella hanyalah seorang suporter yang pernah membela tim idolanya satu musim.
Menengok ke Inggris, kapten Watford, Troy Deeney adalah seorang suporter Birmingham City. “Satu keluarga saya merupakan pendukung Birmingham. Hanya dua yang mendukung Aston Villa,” aku Deeney kepada Birmingham Mail.
Dia juga diterima dengan sangat baik oleh pendukung Birmingham lainnya. Namun jika dia mencetak gol ke gawang Birmingham, Deeney tetap selebrasi. Deeney tak dibesarkan oleh Birmingham. Dia adalah calon legenda Watford yang mendukung Birmingham.
Kasus yang sama juga bisa dipilih oleh Quagliarella. Dirinya bisa menjadi calon legenda klub lain seperti Sampdoria atau Torino. Hanya saja mendukung Napoli. Tak ada kewajiban baginya menahan emosi kala membobol gawang Partenopei. Apalagi dirinya pernah dicap sebagai penghianat.
Saat Surga Menjadi Neraka
Foto: Panorama.it
Bermain untuk tim kesayangan adalah impian banyak orang. Namun tak semua bisa merealisasikan hal itu. Quagliarella mendarat di San Paolo pada 2009. Saat itu, dirinya sudah menggapai mimpinya.
Apalagi suporter Napoli sangat senang dengan kehadiran Quagliarella. Sekalipun tidak begitu dikenal di tempat lain, Quagliarella merupakan putra daerah bagi suporter Napoli.
“Kami sangat senang dia datang. Kami begitu emosional saat Quagliarella resmi menjadi pemain Napoli. Dia adalah anak kota ini. Dia adalah anak dari tanah ini,” kata salah satu anggota keluarga Camorra, kelompok mafia ternama di Napoli.
Quagliarella juga begitu bangga dengan Napoli. Ia selalu mencium logo klub tiap kali berhasil mencetak gol bagi Napoli. Dirinya seharusnya seperti ada di surga. Sebaliknya, pengalamannya selama di Napoli adalah neraka.
Sejak masih membela Udinese, Quagliarella sering mendapatkan pesan-pesan aneh yang menyebut dirinya terlibat dengan sindikat narkoba. Namun, hal itu semakin buruk saat ia sudah pulang ke Naples. Alat komunikasinya direntas, dirinya dirumorkan sebagai seorang pedofil.
Foto: Libero Pensiero
Keluarganya bahkan ikut diincar. Ayahnya sering mendapat pesan singkat, mengatakan seseorang akan membunuh Quagliarella. Ibunya kerap mendengar orang asing memangil dia pelacur.
“Saya sering menangis ketika itu. Bukan karena saya malu. Tapi karena saya menderita dan tidak bisa mengerti, mengapa seseorang melakukan hal seperti ini.”
“Takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada keluarga saya. Akhirnya saya merasa bersalah walaupun tidak melakukan kesalahan apapun,” cerita Quagliarella kepada Bleacher Report.
Quagliarella akhirnya pergi ke Juventus karena hal ini. Dirinya tidak mau para suporter Napoli tahu. Ia bahkan menutupinya dari presiden klub, Aurelio De Laurentiis yang sempat peka dan meminta Quagliarella tinggal di dekat stadion. Quagliarella mengikuti saran polisi yang ia kenal dan tidak mengikuti perkataan De Laurentiis.
Pengecualian untuk Quagliarella
Foto: Fanta Gazzetta
“Seorang Neapolitan mencintai hingga mati. Atau membenci hingga mati. Fabio mendapat keduanya,” kata Giovanni Barile seorang pengacara di daerah kelahiran Quagliarella yang juga mantan anggota ultras Napoli.
Barile ikut membantu Quagliarella menyelsaikan masalah yang ia alami selama membela Napoli. Semua pesan singkat yang diterima. Tuduhan bahwa Quagliarella terlibat narkoba dan pedofilia, semua mulai menemukan titik terang saat ia membuka diri pada Barile dan teman kecilnya, De Riso.
Akan tetapi masalah ini baru diketahui oleh lingkungan dalam Quagliarella. Suporter ataupun ultras Napoli tidak tahu sedikitpun tentang apa yang dialami oleh Quagliarella.
Baca kisah mengerikan yang dialami Quagliarella secara lengkap lewat liputan Bleacher Report yang berjudul ‘Inside the Stalker Hell of Italian Footballer Fabio Quagliarella’. Cerita menggerikan yang mungkin lebih layak diadopsi ke layar lebar dibanding melihat Zac Efron menjadi Jamie Vardy.
DeNiro as Ranieri? Zac Efron as Jamie Vardy? The Leicester movie that has to happen https://t.co/f6g2lJovQ8 pic.twitter.com/vuPLwKRpQB
— The42.ie (@The42_ie) April 16, 2016
Anggota keluarga Cammora yang sebelumnya begitu senang dengan kehadiran Quagliarella di Napoli, juga membencinya. Begitu juga dengan ultras Napoli. Memberi label judas pada Quagliarella.
Kebencian itu bahkan terus dirasakan sekalipun liga sedang tidak bergulir. “Sulit untuk Quagliarella berlibur di sini. Setiap kali kami ke tempat publik, hanya hinaan yang dia dengar,” kata De Riso.
Sikap ultras Napoli baru mengalami perubahan 180 derajat setelah Quagliarella membuka dirinya. Pada 17 Februari 2017, pelaku di balik penderitaan Quagliarella dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Saat itulah Quagliarella menceritakan kisahnya ke LE IENE TV.
“Saya dicap sebagi penghianat karena hal ini. Hal inilah yang membuat saya dijual ke Juventus. Percayalah, disebut penghianat oleh publik sendiri sangat menyakitkan,” kata Quagliarella sambil menitiskan air mata.
Setelah itu, suporter dan ultras Napoli meminta maaf pada Quagliarella. Mereka bahkan meminta Quagliarella untuk kembali ke Napoli. Neapolitan membenci hingga mereka mati, kecuali untuk Quagliarella.
Kesempatan Kedua
Foto: These Football Times
Permintaan suporter Napoli itu sebenarnya juga sempat jadi rencana Maurizio Sarri ketika menangani Partenopei. Awal tahun ini, Sarri hampir membawa Fabio Quagliarella pulang, namun tawarannya ditolak Sampdoria. Padahal Quagliarella disebut sebagai pilihan tepat untuk melapisi Arkadiusz Milik yang sedang cedera.
“Quagliarella adalah pemain penting di sini. Dirinya telah membuat Sampdoria berkembang dengan berbagai cara. Kami tidak akan melepasnya,” kata Carlo Osti, Direktur Olahraga Sampdoria, kepada RAI Sport.
Quagliarella sendiri juga tidak melihat dirinya bisa kembali ke Napoli. Setelah memori buruk yang ia alami saat mimpinya baru terwujud. Ditambah usia yang sudah tidak lagi muda, andai kata pulang ia hanya akan menjadi penghangat bangku cadangan. “Iya, di bangku cadangan,” katanya di Football Italia sambil tertawa.
“Napoli tengah merasakan hasil dari perjalanan psikologis, taktik, dan teknik. Kita bisa saja mendapat semuanya secara instan. Namun, sesuatu yang dibangun secara perlahan paling membuahkan hasil,” lanjutnya.
Quagliarella mengakhiri musim 2018/2019 dengan menjadi topskorer Serie-A. Mencetak 26 gol untuk Sampdoria. Menurut Corriere dello Sport, kesuksesannya itu membuat dia dapat jalan pulang ke Napoli. De Laurentiis disebut sudah meminta Carlo Ancelotti untuk membeli Quagliarella dari Sampdoria.
“Saya tahu betapa pentingnya kota ini [Naples]. Para pendukung Napoli melihat diri mereka melalui saya. Saya tahu saat masuk ke lapangan, Anda tak sendirian. Tapi satu kota ikut bersama Anda,” kata Fabio Quagliarella.