Indonesia di Piala AFF 2002: Sial di Kandang Sendiri

Foto: AFF Suzuki Cup

Untuk pertama kalinya, AFF menunjuk dua negara sebagai tuan rumah pegelaran Piala AFF 2002. Kali ini, Indonesia mendapat mandat untuk menggelar ajang yang dimulai pada 15 hingga 29 Desember 2002. Indonesia ditemani Singapura yang sebelumnya pernah menggelar ajang serupa pada 1996.

Setelah hanya mencapai semifinal, peringkat ketiga, dan runner-up, Indonesia tentu bertekad untuk menjadi juara mengingat mereka bermain di kandang sendiri. Mengingat dua turnamen sebelumnya selalu dimenangi pelatih asing, maka Indonesia tidak mau kalah. PSSI menunjuk mantan pelatih Bulgaria U-21, Ivan Kolev, per Juli 2002 sebagai nahkoda baru.

Meski begitu, penunjukan Kolev menimbulkan polemik. Salah satunya adalah perbedaan formasi antara dirinya dengan pelatih-pelatih sebelumnya. Kolev adalah penganut formasi 4-4-2 yang ketika itu sangat populer di Eropa. Sementara Indonesia sudah lekat dengan formasi 3-5-2.

Untuk memuluskan formasi tersebut, Kolev harus cermat memilih pemain mengingat kuota satu negara hanya diperbolehkan membawa 20 pemain saja. 2 penjaga gawang, 7 pemain belakang, 7 pemain tengah, dan 4 pemain depan adalah komposisi yang kemudian dipilih Kolev. Yang menarik, empat penyerang yang dipanggil Kolev semuanya masih berusia muda yaitu Bambang Pamungkas (22 tahun), Zaenal Ichwan (25 tahun), Zaenal Arif (21 tahun), dan Gendut Doni (24 tahun). Meski muda, namun mereka berbahaya di depan gawang. Akan tetapi, Kolev harus kehilangan Bima Sakti, salah satu gelandang terbaik Indonesia.

Akan tetapi, para pemain Indonesia kesulitan beradaptasi dengan pola 4-4-2 ala Kolev. Bergabung bersama Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Filipina, mereka mengawali kompetisi dengan hanya bermain imbang 0-0 melawan Myanmar.

Beruntung di laga berikutnya, trigol Bambang dan satu gol Zaenal Arif membawa Indonesia menang 4-2 atas Kamboja. Akan tetapi, mereka kembali bermain imbang ketika menghadapi Vietnam. Hanya mengumpulkan lima poin dari tiga laga membuat peluang Indonesia cukup sulit. Apalagi Myanmar dan Vietnam sudah memiliki tujuh poin.

Pos Klasemen Main Menang Seri Kalah GM-GK Poin
1 Vietnam 3 2 1 0 15-5 7
2 Myanmar 3 2 1 0 11-1 7
3 Indonesia 3 1 2 0 6-4 5

Indonesia harus menang di laga terakhir melawan Filipina. Tidak hanya sekedar menang, mereka juga diwajibkan menang dengan selisih minimal delapan gol. Hal ini dikarenakan Vietnam akan menghadapi Myanmar yang hanya butuh hasil imbang saja agar mereka berdua bisa lolos ke babak semifinal.

Meski berat, namun Indonesia di luar dugaan mampu mengatasi tantangan tersebut. Dalam 45 menit pertama, mereka sudah mencetak tujuh gol. Enam gol tambahan kemudian dibuat pada interval kedua yang membuat laga tersebut berakhir dengan keunggulan 13-1 untuk Indonesia. Bambang dan Zainal Arif mencetak empat gol, sisanya dicetak oleh Budi Sudarsono, Bejo Sugiantoro (dua gol), Imran Nahumarury, dan bunuh diri Solomon Licuanan. Ini adalah kemenangan terbesar yang pernah diraih sepanjang sejarah tim nasional dan juga di Piala AFF.

Hasil besar ini sempat dicurigai adanya pengaturan skor. Namun AFF membantah dan menegaskan kalau hasil pertandingan keduanya murni.

Indonesia berhak lolos sebagai runner-up grup di bawah Vietnam yang mengalahkan Myanmar 4-2 di stadion Lebak Bulus. Dalam partai semifinal, Indonesia akan berhadapan dengan Malaysia sementara Vietnam bertemu dengan juara bertahan Thailand.

Mengulang Kisah Kelam Lima Tahun Sebelumnya

Satu gol Bambang Pamungkas ke gawang Malaysia pada babak semifinal membuat Indonesia melaju ke partai puncauk untuk kedua kalinya secara beruntun. Mereka kembali bertemu Thailand yang pada sore harinya mengalahkan Vietnam dengan skor telak 4-0.

29 Desember 2002 menjadi hari yang ditunggu. Inilah partai pamungkas dari gelaran AFF keempat. 100 ribu penonton hadir di Gelora Bung Karno untuk mendukung Laskar Garuda. Bahkan ada dari mereka yang rela menginap di GBK sehari sebelumnya. Semua itu dilakukan untuk satu hal, mendukung timnas agar bisa membalas dendamnya dua tahun lalu.

Akan tetapi, timnas justru terbebani dengan penuhnya GBK dan keuntungan mereka menjadi tuan rumah. Mereka nampak kesulitan menanggung beban untuk menjadi juara. Hal ini tentu saja membuat Thailand mudah menekan mereka. Sundulan Chukiat Noosarung dan sepakan Therdsak Chaiman membawa langsung Thailand unggul 2-0 pada babak pertama.

Indonesia yang tampil melempem pada babak pertama, mulai tampil agresif ketika memasuki babak kedua. Baru satu menit laga berjalan, Yaris Riyadi mencetak gol ke gawang Kittisak Rawangpa. Indonesia sukses menyamakan kedudukan melalui Gendut Doni 11 menit sebelum pertandingan usai.

Skor 2-2 memaksa pertandingan dilanjutkan ke babak tambahan waktu. Tidak adanya gol yang tercipta membuat pertandingan dilanjutkan ke babak adu penalti. Inilah partai final AFF pertama yang pemenangnya harus ditentukan melalui adu tendangan 12 pas.

Indonesia diuntungkan setelah eksekutor pertama Thailand, Kiatisuk Senamuang, melambung ke gawang Hendro Kartiko. Bambang Pamungkas sebagai penendang pertama Indonesia sukses menunaikan tugasnya.

Sayangnya, kesuksesan Bepe tidak diikuti oleh dua penendang setelahnya yaitu Bejo Sugiantoro (membentur mistar) dan Firmansyah yang melambung. Sebaliknya, tiga esekutor Thailand yaitu Sakda, Chaiman, dan Manit, sukses mengalahkan Hendro Kartiko. Meski Imran Nahumarury sukses mencetak gol, namun sepakan Panenka Dusit Chalermsan membuat Thailand menang 4-2 dan sukses membuat negeri Gajah Putih mempertahankan gelarnya.

Banyak yang mempertanyakan keputusan Kolev dalam memilih eksekutor. Akan tetapi, Kolev menyebut kalau pemilihan eksekutor tersebut terpaksa dilakukan mengingat banyak pemain Indonesia yang tidak siap menjadi penendang penalti karena tidak kuat menahan beban mental.

“Kami sudah menawarkan kepada beberapa pemain, tapi mereka banyak yang tidak siap. Saya maklum,” tutur Kolev seperti diceritakan Tabloid Bola, 31 Desember 2002.

Kekalahan tersebut terasa cukup menyesakkan. Lima tahun sebelumnya, Indonesia juga kalah adu penalti dari lawan dan di tempat yang sama pada ajang Sea Games. Penyebabnya pun sama yaitu banyaknya pemain yang tidak sanggup menjadi penendang. Indonesia di Piala AFF 2002 hanya sebatas mendapat hiburan berupa gelar top skor untuk Bambang Pamungkas dan kaus mereka yang dipakai para pemain Thailand saat mengangkat piala.