Saat menjadi bagian dari Timnas Inggris U-20 yang menjuarai Piala Dunia U-20 pada 2017 silam, masa depan seakan cerah bagi Dominic Solanke.
Bagaimana tidak, di tengah suasana Inggris yang kala itu jarang berhiaskan gelar prestisius di level internasional, Solanke dkk., muncul sebagai pelepas dahaga. Menghadapi lawan-lawan kuat di ajang Piala Dunia U-20 2017 yang digelar di Korea Selatan, Inggris mampu keluar sebagai juara setelah mengalahkan Venezuela di babak final dengan skor tipis 1-0.
Gelar inilah yang menjadi awal dari kebangkitan sepakbola Inggris. Bukan cuma itu, gelar ini pula yang memunculkan nama Solanke ke permukaan, bersama dengan talenta-talenta Inggris lain macam Ademola Lookman, Dominic Calvert-Lewin, Ainsley Maitland-Niles, serta Kyle Walker-Peters. Solanke sendiri didapuk sebagai pemain terbaik di ajang ini.
Hal itulah yang membuat masa depan Solanke terasa cerah. Apalagi, selang tak berapa lama setelah gelar juara dunia tersebut ia dapat, klub besar Inggris bernama Liverpool meminangnya. Lengkap sudah kebahagiaan Solanke.
Namun, ia lupa bahwa kehidupan sebenarnya yang ia jalani sebagai pesepak bola dimulai dari situ, sebelum akhirnya pada pertengahan musim 2018/2019, ia hijrah ke AFC Bournemouth demi karier yang lebih baik.
Solanke di Bournemouth
Sebagai penyerang, Solanke sebenarnya diberkahi bakat mumpuni. Ia memiliki kemampuan dribel serta finishing yang bisa terbilang apik. Jika sebuah tim memeragakan serangan balik dan juga bola-bola mati dalam skema permainannya, maka Solanke adalah orang yang pas untuk mengisi peran-peran tersebut. Ini dikarenakan kemampuan Solanke dalam menempatkan posisi juga apik.
Sebenarnya, jika diasuh dengan baik di Liverpool, maka Solanke bisa berkembang sedemikian rupa. Di Liverpool U-23, ia menjadi pencetak gol yang baik dengan raihan 15 gol dari 24 laga. Hal yang sama juga ia torehkan di Timnas Inggris U-20 dan U-21, kala ia mampu membukukan 18 gol dari 30 penampilan.
Dengan kemampuannya ini, ia seharusnya menjelma menjadi sosok penting di lini serang Liverpool. Kemampuan individu Solanke dan skema permainan yang diterapkan pelatih Liverpool, Juergen Klopp, sebenarnya dapat bersinergi dengan baik. Hanya saja, memang Solanke masih memiliki kelemahan. Ia tidak andal dalam memegang bola serta mendistribusikan bola di lini depan.
Hal inilah yang membuat pemain kelahiran Basingstoke, 21 tahun lalu itu kalah saing dari Roberto Firmino. Tidak hanya soal pengalaman, Firmino juga apik dalam membagi bola di lini depan, serta punya kemampuan dalam menahan bola lebih lama untuk menarik bek lawan. Solanke tidak memiliki itu, dan itulah yang membuatnya terpinggirkan dari skuat Liverpool.
Selama main di Liverpool, Solanke hanya mencatatkan 1 gol dan 1 asis dari 27 laga yang ia jalani. Ia sempat tampil apik bersama Liverpool U-23, dengan menyumbangkan 3 gol dari 5 laga. Catatan ini tidak bisa dibilang bagus untuk ukuran pemain yang digadang-gadang sebagai pesepakbola harapan Inggris di masa depan, peraih gelar juara Piala Dunia U-20 2017.
Beruntung, Solanke segera menyadari hal ini. Ditambah melihat rekan-rekan seusianya yang lain yang sudah berkembang karena ditempa kompetisi profesional, Solanke langsung mengambil keputusan. Ia hengkang dari Liverpool, dan klub tujuannya, sama seperti rekannya yang lain, adalah klub yang dapat memberinya jaminan jam terbang.
Di sinilah Bournemouth hadir, dan mereka siap memenuhi keinginan sekaligus menjadi tempat Solanke belajar terlebih dahulu
Tepatkah Solanke Memilih Bournemouth?
Sebelum memprediksi apakah Solanke sudah tepat memilih Bournemouth sebagai pelabuhan barunya, mari menelisik terlebih dahulu permainan dari Bournemouth itu sendiri. Beberapa musim lalu, Eddie Howe, pelatih Bournemouth, begitu mengandalkan permainan “possession football”.
Ia, sosok yang kerap diidentikkan sebagai perwujudan Pep Guardiola versi Inggris, memang mengandalkan permainan umpan-umpan pendek dengan perpindahan posisi antara pemain, Meski secara formasi dasar, Howe masih kerap menerapkan 4-4-2 baku (atau malah terkadang 3-5-2), secara mikro-taktik, apa yang Howe lakukan tidak beda jauh dengan Guardiola.
Namun, sejalan dengan waktu, Howe sadar bahwa ia tidak mesti selalu mengandalkan “possession football”. Pendekatan taktik lain ia lakukan, terutama mengantisipasi banyaknya celah di lini belakang yang tercipta ketika Bournemouth menyerang. Ia jadi lebih reaktif, dan tidak ragu untuk menerapkan skema serangan balik jika diperlukan, Bournemouth tidak ragu bermain lebih dalam.
Untuk musim 2018/2019, hal ini memberikan efek positif bagi Bournemouth. Mereka sempat berada di posisi 10 besar sampai sekira pertengahan musim 2018/19, namun sekarang, saat liga sudah memasuki pekan 21, posisi mereka justru melorot ke posisi 12. Empat kekalahan beruntun yang mereka derita dari pekan 11 sampai 14, salah satunya, jadi pangkal melorotnya posisi Bournemouth ini.
Dengan kondisi Bournemouth yang sekarang ini, apakah Solanke dapat memberikan dampak positif? Semestinya, Solanke bisa melakukan itu, dan dengan kemampuannya, ia bisa jadi teman ataupun pengganti sosok Callum Wilson yang sekarang menjajdi andalan di lini depan Bournemouth.
Jika kelak dimainkan, kemampuan finishing Solanke akan menopang skema serangan balik yang diterapkan oleh Bournemouth, begitu juga kemampuannya dalam mencari ruang dan memanfaatkan ruang kosong di lini pertahanan lawan. Tapi, tipenya memang mirip dengan Wilson, dan selaku dua penyerang potensial Inggris, akankah Solanke mampu bersaing secara sehat dengan Wilson?
***
Sekarang ini, banyak pemain muda Inggris yang merekah, baik itu di tanah sendiri maupun di tanah rantau. Ada nama Jadon Sancho di Borussia Dortmund, Reiss Nelson di TSG 1899 Hoffenheim, maupun Phil Foden di Manchester City. Kesemuanya berkembang karena, selain mendapatkan kepercayaan, mereka juga berani mengambil langkah maju, terkhusus Sancho dan Nelson yang berani hijrah ke Jerman.
Khusus untuk Solanke, ia juga sudah mengambil langkah yang bisa dianggap tepat. Ia hijrah ke Bournemouth, dengan tujuan untuk mendapatkan jam terbang dan juga meningkatkan kemampuan. Namun, mengingat bahwa di sana ia juga memiliki pesaing bernama Callum Wilson, patut dipertanyakan bahwa, apakah keputusan Solanke ini sudah tepat?
Ya, semoga saja.