Wakil Asia Tenggara memulai turnamen Piala Asia 2019 dengan buruk. Tidak ada satupun wakil dari zona AFF yang meraih kemenangan. Empat wakil yang dikirimkan, semuanya menderita kekalahan. Juara bertahan Australia kalah 0-1 dari Yordania, skor sama juga diraih Filipina saat menghadapi Korea Selatan. Kekalahan tipis juga didapat Vietnam dari Irak (2-3). Thailand bahkan menderita kekalahan paling besar yaitu 1-4 dari India.
Hasil yang diraih empat negara tersebut seolah menunjukkan kalau sepakbola Asia Tenggara tampak sulit bersaing dengan wilayah lain di Asia khususnya Asia Timur maupun Asia Barat. Meski animo mereka terhadap sepakbola terbilang cukup tinggi, namun hal ini tidak sejalan dengan prestasi yang mereka raih. Jangankan bersaing di ajang dunia, bermain di Piala Asia pun mereka masih keteteran.
Prestasi yang jauh lebih baik sebenarnya ditunjukkan oleh Australia. Mereka hadir di Piala Asia 2019 dengan status sebagai juara bertahan. Selain itu, mereka juga langganan Piala Dunia dan pernah melangkah hingga babak perdelapan final pada edisi 2006. Namun patut diingat kalau The Socceroos adalah murid pindahan yang tidak punya pesaing sepadan di benua sebelumnya.
Kiprah negara Asia Tenggara di pentas Asia sudah dimulai pada edisi perdana pada tahun 1956 di Hong Kong. Turnamen yang hanya diikuti empat negara tersebut menampilkan Vietnam (saat itu bernama Vietnam Selatan) sebagai wakil Asia Tenggara pertama yang bermain di ajang Asia. Akan tetapi, mereka harus mengakhiri turnamen di posisi buncit dan hanya mendapat satu poin dari hasil imbang melawan tuan rumah.
Vietnam kembali menjadi wakil Asia Tenggara pada turnamen berikutnya empat tahun berselang. Masih diikuti empat negara, kali ini mereka justru gagal meraih satu poin pun karena selalu kalah dalam tiga pertandingan. Pada 1964, Asia Tenggara tidak mengirim satu pun wakilnya karena berguguran di fase kualifikasi.
Pencapaian hebat dibuat Myanmar pada 1968. Dengan masih menyandang nama Burma, mereka finis sebagai runner-up di bawah Iran yang menjadi tuan rumah. Kemenangan mereka melawan Israel menjadi tiga poin pertama yang pernah diraih wakil AFF di Piala Asia.
Empat tahun kemudian, giliran Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang menjadi tuan rumah Piala Asia. Selain mereka, AFF juga menyertakan Kamboja yang saat itu memakai nama Republik Khmer. Kedua negara tersebut kemudian saling berhadapan dalam perebutan tempat ketiga yang dimenangi tuan rumah melalui adu penalti.
Pada 1976, giliran Malaysia yang merasakan ajang besar tersebut. Akan tetapi, mereka hanya meraih satu poin dari hasil satu kali imbang dan satu kali menderita kekalahan. Harimau Malaya kemudian meraih hasil yang jauh lebih baik empat tahun kemudian saat turnamen diikuti oleh 10 negara. Malaysia meraih satu kemenangan melawan Uni Emirat Arab dan dua hasil imbang. Akan tetapi, mereka tetap gagal lolos karena berada di urutan ketiga di bawah Kuwait.
Setelah 12 tahun, Piala Asia kembali digelar di Asia Tenggara. Kali ini, Singapura yang mendapat kesempatan untuk menjadi tuan rumah. Sayangnya, kesempatan ini tidak bisa dimaksimalkan dengan baik. Singapura mandek di urutan keempat dari lima negara yang berada di grup B. Singapura menjadi negara Asia Tenggara terakhir yang bermain pada Piala Asia karena pada 1988 mereka tidak mengirimkan satu pun wakilnya.
Pengurangan jumlah kembali dilakukan AFC pada turnamen ke-10 yang digelar di Jepang menjadi delapan kesebelasan. Setelah menunggu dua dekade, Thailand akhirnya kembali mencicipi kerasnya persaingan Asia. Akan tetapi, mereka finis di urutan terakhir karena kalah bersaing dengan Arab Saudi, Cina, dan Qatar.
Sheikh Zayed Stadium di Abu Dhabi menjadi saksi saat salto Widodo Cahyono Putro mengejutkan lini belakang Kuwait pada Piala Asia 1996 yang menggunakan format 12 tim. Inilah pertama kalinya Indonesia tampil pada ajang tersebut. Hasil imbang 2-2 melawan Kuwait menjadi awalan bagus. Akan tetapi, skuad asuhan Danurwindo hanya menjadi juru kunci karena kalah dari Korea Selatan dan tuan rumah Uni Emirat Arab. Apa yang ditorehkan Indonesia setidaknya jauh lebih baik jika dibandingkan Thailand yang selalu kalah dalam tiga pertandingan.
Empat tahun kemudian, kedua negara ini kembali mewakili Asia Tenggara dalam turnamen yang kali ini digelar di Lebanon. Indonesia lagi-lagi hanya membawa pulang satu poin. Akan tetapi, mereka tidak mencetak satu pun gol. Situasi serupa juga dialami Thailand yang kalah bersaing oleh Iran dan Iraq di grup A.
Pada turnamen tahun 2004, Indonesia tampil mengejutkan dengan mengalahkan Qatar. Akan tetapi, mereka justru dibantai Cina dan takluk dari Bahrain. Sementara di grup D, Thailand harus pulang tanpa poin karena menderita tiga kekalahan dari tiga pertandingan.
Untuk memberi kesempatan Asia Tenggara merasakan kembali animo Piala Asia, AFC kemudian menunjuk empat negara sebagai tuan rumah yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Dari keempat negara ini, hanya Vietnam yang memiliki prestasi lumayan bagus yaitu melangkah hingga perempat final.
Sementara tiga negara lainnya tersingkir di babak penyisihan. Thailand kalah selisih gol dari Australia. Malaysia finis paling belakang dan hanya mencetak satu gol serta kebobolan 11. Sempat mengejutkan pada pertandingan pertama dengan mengalahkan Bahrain, Indonesia justru kalah di dua laga sisa menghadapi Arab Saudi dan Korea Selatan. Kekalahan melawan Arab Saudi pada laga kedua terbilang cukup menyesakkan karena terjadi pada menit-menit terakhir.
Empat tahun kemudian, wakil Asia Tenggara tidak ada satupun yang lolos ke putaran final di Qatar. Dua tahun kemudian, Australia memutuskan untuk masuk ke dalam AFF. Pada 2015, mereka kemudian keluar sebagai juara Piala Asia setelah pada babak final mengalahkan Korea Selatan.
Meski kalah pada pertandingan pertama, namun peluang keempat negara Asia Tenggara pada Piala Asia 2019 belum tertutup. Masih ada dua laga yang bisa dimanfaatkan oleh mereka. Potensi mereka untuk berhasil masih sangat besar karena dari segi permainan, mereka sebenarnya tampil cukup baik.
Butuh perjuangan ekstra untuk bisa melihat wakil Asean setidaknya berada pada babak delapan besar. Akan tetapi, sepakbola bukan matematika yang memiliki ilmu pasti. Sepakbola kerap memberikan kejutan bagi para penikmatnya. Bukan tidak mungkin salah satu dari Thailand, Filipina, Vietnam, dan Australia kembali meraih sukses.