Pernahkah Anda dalam situasi di mana ketika Anda menang dalam sebuah pertandingan sepakbola Anda terancam kehilangan nyawa, apalagi ketika menderita kekalahan? Atau ketika orang terdekat Anda harus meregang nyawa beberapa waktu sebelumnya?
“Supir saya dieksekusi di tempat. Kepalanya dipenggal sesaat setelah mengantarkan saya pulang,” ujar Jorvan Viera, pelatih legendaris yang membawa Irak menjadi juara Piala Asia 2007. Saat itu Irak mengalahkan Arab Saudi dengan skor 1-0 di Stadion Gelora Bung Karno.
Carut Marut di Tengah Perang
Jorvan Vieira adalah pelatih berkebangsaan Brasil. Selama aktif bermain ia memperkuat Botafogo dan Vasco Da Gama medio 1970-an. Setelah pensiun sebagai pemain, ia mulai menjadi pelatih bagi klub asal Asia Barat, Qatar SC. Setelahnya Vieira berpindah-pindah klub dan puncaknya bersama dengan Jose Faria membawa Maroko lolos ke Piala Dunia 1986 yang digelar di Meksiko. Luar biasanya lagi Maroko lolos ke babak 16 Besar sebagai juara grup.
Petualangan Vieira berlangsung ke sejumlah tim Timur Tengah seperti Al-Qadisiya, An-Nasr dan sempat menangani Malaysia U-20. Di saat yang sama Irak sedang dalam kondisi carut marut akibat kedikatoran Saddam Hussein dan keluarganya.
Anak dari Saddam Hussein, Uday Hussein, dikenal dengan daftar pembunuhan, pemerkosaan, hingga korupsi, yang luar biasa besar. Sialnya Uday Hussein juga menjabat ketua Komite Olimpiade Irak dan Ketua Federasi Sepakbola Irak. Kebrutalan dari Uday Hussein yang sangat terkenal menjalar hingga ke olahraga di mana setiap atlet yang gagal berprestasi akan dihukum sangat berat.
Uday Hussein memiliki klub sepakbola bernama Al-Rasheed yang juga sangat culas. Klub ini mengambil semua pemain terbaik dari tiap kesebelasan di Irak. Apabila mereka menolak, maka hukuman mati mengancam mereka.
Jorvan Vieira datang ke Irak 4 tahun setelah kematian Uday Hussein di tangan para tentara Irak, hanya berselang tiga bulan sebelum Piala Asia 2007 bergulir. Kematian Uday tidak lantas membuat semuanya berubah. Perang masih berkecamuk di Irak, pembunuhan masih terjadi di setiap penjuru kota.
Jorvan saat itu dilanda ketakutan, apalagi setelah sang supir dibunuh beberapa saat setelah mengantarnya pulang. Namun tekadnya tetap teguh melihat pemain-pemain Irak yang sudah kehilangan keluarga ataupun traged-tragedi yang melanda para atlet di Irak.
Bersama Timnas Irak, Vieira bukan hanya menjadi sosok pelatih, tapi juga ayah, saudara, sahabat bahkan ibu bagi para pemain timnas Irak. “Bagaimana anda bisa berlatih dengan baik ketika adikmu baru saja meninggal?” ujar Vieira pada Esquireme, “Saya adalah pelatih, psikolog, teman, saudara, ayah bagi semua pemain, karena bagaimanapun saya harus mengubah energy negatif yang ada di tim menjadi kekuatan untuk menang.”
Timnas Irak pun berlatih di Yordania yang lebih kondusif namun ternyata tidak semudah itu. Hampir setiap hari para pemain mendapatkan kabar mengenai saudara yang meninggal, seperti yang diderita Nashat Akram yang kehilangan adiknya sesaat sebelum Piala Asia bergulir. Dan permasalahan tidak berhenti sampai disana.
Irak terpecah menjadi tiga golongan: Sunni, Syiah, dan Kurdi. Ketiganya membentuk blok perang saudara, yang membuat suasana tim tidak kondusif. Hal ini dikarenakan tekanan dari suku asal para pemain untuk memusuhi rekan mereka yang berbeda suku. Inilah peran vital dari Vieira untuk menyatukan timnya.
“Itu memberi kami oksigen baru,” kata Vieira. “Para pemain mengerti betapa banyak penggemar di belakang kami, betapa mereka mencari inspirasi bagi kami. Mereka tahu betapa mereka harus bekerja untuk keluarga mereka, negara mereka, orang-orang yang tewas dalam perang.”
Jorvan Vieira pun sempat ditertawakan ketika berkata ingin mencapai final Piala Asia 2007. “Aku bilang pada mereka (Anggota federasi) aku akan pergi ke final, percayalah padaku. Kami menetapkan bonus dan memungkinkan saya untuk melakukan apapun saya inginkan, Federasi menyatakan itu (Lolos ke Final) tidak akan pernah terjadi. Tapi saya tahu. Saya ditawari pekerjaan di Arab Saudi pada saat yang sama tetapi saya hanya menginginkan Irak. Saya tahu para pemain seperti gladiator – mereka adalah pejuang. Saya tahu saya bisa melakukan sesuatu.” ujarnya.
Vieira segera mulai membentuk pasukannya, dimulai dengan kamp pelatihan ddikuti 55 pemain yang berlangsung di lapangan kumuh dekat perbatasan Yordania. Vieira sempat akan mencoret dua pemain utama Irak, Nashat Akram dan Younis Mahmoud, hal tersebut dilakukan karena keduanya mengatakan ingin kembali ke tim klub mereka. Namun perlahan Vieira kemudian meminta kedua pemain terebut bertahan bersama tim Nasional Irak, Vieira mendapatkan rasa hormat dari kedua pemain itu.
Salah satu keputusan Vieira yang paling kontroversial terbukti adalah pemilihan Jassim Ghulam, yang dipilih Vieira dan mencoret Haytham Khadim yang merupakan Kapten tim.
“Pada hari ketiga pelatihan, bocah ini (Jassim) mendatangi saya dan meminta untuk bergabung. Dia tidak termasuk dalam daftar pemain tetapi ia mengatakan dia tinggal di Yordania dengan ibu dan saudara perempuannya. Dia memohon saya untuk kesempatan dan saya memberikannya kepadanya. Asisten saya mengatakan kepada saya bahwa saya gila karena dia sangat tidak dalam kondisi terbaik. Tapi saya ingin melihat sepak bola, bukan kebugarannya. Dia datang keesokan harinya dan segera saya tahu dia akan berada di starting XI saya. ”
Ghulam kemudian memainkan peran penting dalam keberhasilan Irak, salah satu penampilan terbaiknya untuk final melawan Arab Saudi.
Dan Irak pun berangkat ke Thailand untuk mengikuti Piala Asia 2007.
Bantuan Tuhan dan Menyatukan Bangsa
Irak dengan segala permasalahannya menghadapi Thailand di laga perdana, Jorvan Vieira sangat tegang saat itu dan Irak berbagi angka 1-1 di partai perdana menghadapi Thailand dan seolah semua akan semakin buruk karena mereka akan mengahdapi lawanyang cukup sulit, Australia.
Australia saat itu diperkuat pemain bintangnya, mulai dariMark Viduka, Vicenzo Grella, Tim Cahill, Mark Bresciano, hingga Mark Shcwarzer. Diluar dugaan Vieira benar-benar membuat Australia kelimpungan, tiga gol diciptakan masing-masing oleh Nashat Akram, Mulla Muhammad dan Karrar Jasim, sedangkan satu gol Australia diciptakan oleh Mark Viduka.
Hasil imbang kemudian diperoleh di laga terakhir kontra Oman dan memuluskan langkah Irak ke babak selanjutnya.
Di babak perempatfinal, Irak mengalahkan Vietnam lewar dua gol dari Mulla Muhammad yang membawa Irak menang 2-0 dan akan bertanding menghadapi lawan kuat di Semifinal, yakni Korea Selatan yang merupakan calon kuat juara.
Menghadapi Korea Selatan keajaiban Tuhan dianggap terjadi, Korea Selatan mendapatkan banyak peluang namun tidak ada satupun yang menghasilkan gol. Dan tidak berhenti sampai disana kedua tim kemudian berbagi angka 0-0 di waktu normal dan perpanjangan waktu. Pertandingan dilanjutkan dengan di babak adu penalti.
Tiga eksekutor Korea Selatan sukses menjalankan tugasnya, Pun Irak sukses di dua penendang awal, hingga Haidar Abdul-Amer mengeksekusi penalti Lee-Won Jae yang mengawal gawang Korea Selatan, sudah membaca arah dan bahkan sempat tepat dipelukan, namun bola kemudian tetap meluncur ke gawang Korea.
https://www.youtube.com/watch?v=NnVQktmC4Sc
Irak kemudian lolos usai mengalahkan adu penalti Korea Selatan dengan skor 4-3.
Keberhasilan lolosnya Irak ke Final Piala Asia 2007, disambut sukacita di Baghdad, kembang api dinyalakan, pesta semalam suntuk menyambut keberhasilan jorvan Vieira dan anak asuhnya lolos ke final. Namun kebahagiaan ternoda dengan adanya bom bunuh diri dan peluru nyasar dari pesta tersebut.
Pada hari final, Vieira menghabiskan perjalanan bus ke stadion dengan tertidur, ia memilih tidur untuk menenangkan dirinya.
“Mereka tidak percaya, tapi aku merasa tenang setelah tidur. Saya pikir ini memberi mereka perasaan aman – bahwa jika saya begitu santai, mereka seharusnya tidak gugup.
“Sebelum pertandingan, saya hanya mengulangi apa yang saya katakan sepanjang turnamen. Bahwa kami ada di sana untuk tersenyum kepada orang-orang Irak karena selama ini mereka tidak memiliki kesempatan untuk tersenyum. Ini adalah tugas kami. ”
Peran Vieira sangat vital di laga final selain secara taktik ia juga teliti dalam persiapan, ia secara detail mempelajari lawan Irak untuk memastikan para pemainnya tahu apa yang diharapkan.
Itu terbayar di final, gol kemenangan Younis Mahmoud melalui sundulan sepak pojok adalah buah dari observasi Vieira yang memperhatikan kelemahan Arab Saudi dalam mempertahankan bola mati. Irak mempertahankan keunggulan 1-0 dan setelah masa injury time yang cukup lama, peluit akhirnya berbunyi: Irak resmi menjadi juara Asia.
“Pada saat itu, itu murni sukacita dan kebahagiaan,” kenang Vieira.
“Semua orang mengekspresikan kebahagiaan ini dengan cara mereka sendiri. Mereka tahu bahwa karena perang juga, betapa besar pencapaian itu.Selangkah demi selangkah kami memberikan lebih banyak harapan dan kebahagiaan kepada rakyat Irak -dan selama periode Piala Asia ini, dikatakan bahwa lebih sedikit orang meninggal di Irak daripada di waktu lain selama perang,” ujar Vieira.
“Dalam 22 hari ini orang-orang terikat pada sepak bola, dengan cerita luar biasa yang dimereka ciptakan.”
Ucapan selamat kemudian mengalir, Vieira menerima pesan ucapan selamat dari orang-orang seperti pelatih pemenang Piala Dunia Brasil Luiz Felipe Scolari, serta serangkaian penghargaan sipil. Dia didekorasi sebagai duta besar perdamaian oleh Senat Italia dan, mungkin yang paling membanggakan diangkat menjadi warga negara kehormatan Irak.
“Setelah semua yang kami lalui, ini tentu saja sangat penting bagi saya,” kata Vieira.
“Ingat ada banyak latar belakang yang berbeda dalam pasukan saya Sunni, Syiah, Kurdi dan konflik internal telah menjadi masalah sebelumnya. Pada awalnya jelas ada kesenjangan. Tetapi mereka menjadi saudara Irak, mereka memahami pentingnya apa yang mereka lakukan. ”
Kunjungan pertama Vieira ke Irak terjadi setelah final, tetapi di tengah pemandangan kehancuran di Baghdad, ada perasaan harapan dan kebahagiaan yang luar biasa. Orang-orang dengan bendera berjejer di jalan-jalan untuk melihat sekilas pahlawan mereka, menyanyikan lagu-lagu dan merayakan kisah sukses yang paling mustahil terjadi beberapa tahun kedepannya.
Pelatih asal Brasil tersebut bangga dengan pencapaiannya bersama Irak dan yakin bahwa Irak akan menjadi damai setelah Piala Asia 2007.
“Kamu bisa mati di toilet, kamu bisa mati di jalan mana pun di dunia. Itu tergantung ketika Tuhan memutuskan. Saya tidak pernah takut ke mana saya bepergian dan tidak akan pernah takut di Irak.
“Tahun ini (2012) saya meresmikan stadion di Karbala dan saya berada di sana selama lima hari. Saya pikir saya mengambil foto saya lebih dari 3.000 kali di jalanan. Dalam satu perjalanan kami harus melewati lima pos pemeriksaan dan di setiap pos polisi berhenti untuk mengambil foto. Kemenangan ini di tahun 2007 tetap menjadi bagian dari kehidupan rakyat Irak, dari sejarah mereka. Itu membuat saya sangat bangga. ”
Vieira meninggalkan posisi pelatih Irak segera setelah Piala Asia sebelum kembali kedua kalinya pada tahun 2008. Dia telah melatih di seluruh Timur Tengah yakni di UEA, Iran, Arab Saudi, Kuwait dan Mesir, tetapi hati Vieira akan selalu tetap di Irak.
“Jika Irak meminta saya untuk kembali menjadi pelatih, saya tidak bisa mengatakan tidak. Saya membawa peta Irak dengan saya selalu di hati saya. Bagi mereka saya akan melakukan apa saja. Dalam 10 tahun ini, cinta yang saya terima dari rakyat Irak tidak ada harganya.” tutup Vieira.