Mengenang Kekalahan Terburuk Indonesia Sepanjang Sejarah

Foto: Telegraph.co.uk

29 Februari 2012 menjadi tanggal yang mungkin ingin dilupakan oleh 18 pemain yang dibawa pelatih Aji Santoso ke Bahrain National Stadium di kota Manama. Mereka melihat tim nasional Indonesia yang mereka banggakan tersebut hancur lembur. Garuda tidak kuasa menghindari Pejuang Dilmun. Indonesia tumbang 10-0.

Dalam kualifikasi Piala Dunia 2014, Grup E Zona Asia, tim nasional Indonesia sudah tidak punya harapan untuk melaju ke Brasil. Di sisi lain, Bahrain punya misi yang kelewat sulit. Mereka harus menang dengan selisih sembilan gol jika ingin melaju ke putaran berikutnya. Namun hal itu harus disertai dengan kekalahan Qatar dari Iran.

Sebelum pertandingan, Indonesia sebenarnya punya lini belakang yang lebih baik dari Bahrain. Mereka baru kebobolan enam gol. Satu gol lebih baik dari Bahrain. Namun yang terjadi saat pertandingan justru sebaliknya. Lini belakang tampil sangat-sangat buruk. Mereka kebingungan harus seperti apa mengorganisasi lini pertahanan.

Ada alasan mengapa timnas bisa dibobol sebanyak itu. Aji Santoso menurunkan Gunawan Dwi Cahyo, Hengki Ardiles, Abdul Rahman, dan Diego Michiels. Keempatnya adalah pemain yang saat itu caps internasionalnya terbilang minim. Delapan pemain saat itu baru menjalankan debut internasionalnya. Tidak ada nama-nama seperti Maman Abdurahman, Hamka Hamzah, atau Zulkifli Syukur yang sebelumnya membawa timnas melaju ke final AFF 2010.

Hasil laga timnas di Bahrain adalah puncak dari kebobrokan sepakbola kita saat itu. Di luar lapangan, federasi terbelah menjadi dua. PSSI bersaing dengan KPSI untuk merebut status siapa yang lebih layak memegang sepakbola negeri ini. Liga terbelah menjadi dua yaitu ISL dan IPL. Bahkan timnas pun menjadi korban. Masing-masing federasi membuat timnasnya sendiri.

PSSI membela IPL sebagai kompetisi resmi. Sementara Bambang Pamungkas, Firman Utina, Cristian Gonzales, dan Kurnia Meiga adalah penggawa yang membela klub ISL. Pemilihan pemain pun bukan karena ia layak atau tidak melainkan dia bermain di IPL atau ISL karena statuta FIFA menyebut yang boleh membela tim nasional adalah mereka yang bermain di kompetisi resmi. Sayangnya, yang bermain di kompetisi resmi adalah pemain yang dianggap tidak layak membela timnas.

Baru menit ketiga, Syamsidar sudah terkena kartu merah. Pos penjaga gawang diberikan kepada Andi Muhammad Guntur. Inilah awal dari petaka 10 gol yang kemudian bersarang di gawangnya. Ismail Abdul Latif, Tayeb Al Alawi, Mahmood Abdulrahman, dan Sayed Dhiya, bergantian mencetak gol. Parahnya lagi, timnas terkena penalti sebanyak empat kali oleh wasit Andre El Haddad asal Lebanon. Sesuatu yang jarang menimpa timnas. Kekalahan 10-0 juga menjadi rekor buruk yang pernah terjadi sepanjang sejarah sepakbola negeri ini. Mengalahkan catatan sebelumnya saat mereka dihancurkan Denmark 9-0 pada tahun 1974.

Bukan PSSI namanya kalau tidak mencari alasan. Seperti dilansir Fourfourtwo, PSSI menyatakan bahwa timnas senior sebelumnya tidak punya prospek yang menjanjikan. Untuk itu, mereka harus memasukkan nama-nama muda untuk membentuk tim nasional yang tangguh.

“PSSI berharap bisa tampil maksimal untuk meningkatkan poin mereka di FIFA. Pertandingan ini juga sebagai ajang seleksi untuk tampil di Piala AFF 2012 dan persiapan Sea Games 2013 untuk pemain yang berusia di bawah 23 tahun,” kata Djohar Arifin Husein, Ketua Umum PSSI, saat itu.

Kekalahan ini membuat banyak orang berkicau. Dari Menteri, politisi, hingga wartawan olahraga turut berkomentar terkait hal ini. Bahkan Rio Ferdinand, yang tidak ada kaitannya dengan tim nasional pun juga ikut berkomentar soal ini. “Saya tidak suka dengan hasil 10-0 ini. Saya akan pergi ke Indonesia musim panas nanti,” kata Rio dalam akun twitternya.

Bahrain sendiri sebenarnya gagal lolos. Di tempat lain, Qatar bermain imbang 2-2 melawan Iran. Meski Qatar melaju ke babak berikutnya, Paulo Autori, pelatih Qatar, meminta AFC menyelidiki pertandingan tersebut. Pria asal Brasil ini merasa kalau ada pengaturan skor yang terlibat karena di matanya timnas Indonesia tidak selemah itu. Paulo tidak sadar kalau yang ia hadapi sebelumnya adalah timnas dengan para pemain terbaiknya.

“AFC perlu melakukan investigasi untuk pertandingan itu,” kata Autori. Sementara wakil FIFA mengungkapkan, “ada kejanggalan dari pertandingan ini dan kami akan mengadakan pemeriksaan umum.”

Namun setelah serangkaian penyelidikan, Sekjen AFC, Dato Soosay, menyebut kalau tidak ada unsur pengaturan skor pada pertandingan ini. Indonesia kalah teknik dari Bahrain. Kekalahan 10-0 sudah tercatat secara sah sebagai kekalahan terbesar dan terburuk tim nasional Indonesia.

“Setelah membaca laporan beberapa media tentang pengaturan skor, saya merasa yakin kalau tak satu pun tim yang terlibat dalam aksi ini. Bahrain jauh lebih baik dari segi teknik dan taktik,” kata Soosay.

Seluruh pemain, dan jajaran pelatih meminta maaf setelah kejadian ini. Para tokoh sepakbola lain seperti Rahmad Darmawan dan Fakhri Husaini juga meminta publik untuk tidak menyalahkan mereka. Untungnya publik juga tahu siapa yang patut untuk disalahkan.

2012 memang menjadi tahun yang suram bagi sepakbola Indonesia. Sebelum tragedi 10-0 ini, Persipura Jayapura, juara ISL musim sebelumnya, tidak bisa mengikuti kompetisi Liga Champions Asia karena status ISL yang tidak resmi.

Sayangnya, tujuh tahun berlalu, nasib PSSI seperti tidak mengalami perbaikan. Federasi sering ribut yang kemudian berdampak pada pembekuan PSSI pada 2015. Dalam kurun beberapa bulan terakhi, sepakbola kita lebih diributkan dengan kejadian Match Fixing dan mafia bola.

Sumber: BBC, FourFourTwo, Detik