21 Mei 2004 menjadi tanggal spesial bagi organisasi sepakbola dunia yaitu FIFA. Pada tanggal tersebut, mereka merayakan hari ulang tahunnya yang ke-100. Untuk memeriahkan acara ulang tahun organisasi sepakbola yang saat itu dipimpin Sepp Blatter tersebut, mereka mengadakan sebuah pertandingan persahabatan.
Pertandingan tersebut mempertemukan Prancis melawan Brasil sehari sebelum ulang tahun mereka yang ke-100. Ini merupakan pertandingan ulangan final Piala Dunia 1998 yang saat itu dimenangi oleh Prancis dengan skor 3-0. Latar tempat pertandingan ini digelar juga sama yaitu di Stade de France tempat Didier Deschamps saat itu mengangkat trofi Piala Dunia pertama untuk Prancis. Stadion saat itu diisi oleh 79 ribu lebih penonton yang penasaran terhadap laga tersebut.
Ada pemandangan menarik dari kedua kesebelasan sebelum pertandingan. Mereka tidak menggunakan seragam resmi mereka melainkan mereka memakai seragam replika timnas mereka yang digunakan seratus tahun lalu. Tampilan Prancis saat itu menggunakan kemeja berwarna biru yang mereka pakai saat bermain imbang 3-3 melawan Belgia pada 1 Mei 1904.
Brasil juga memakai kostum lama mereka. Mereka memakai kostum berwarna putih yang mereka gunakan pada 1914. Kemeja putih dengan kerah yang memiliki renda semakin mempertegas timnas Brasil yang sarat akan keindahan.
Para pemain Brasil juga melakukan sesi foto dengan cara yang unik. Alih-alih memakai cara biasa yaitu dua saf dengan saf paling depan berjongkok, mereka justru membuat tiga saf. SAf paling depan diisi lima orang yang duduk bersila, tiga orang pada saf kedua bergaya dengan berlutut, dan saf terakhir diisi oleh tiga orang yang berdiri.
Kesan jadul semakin kentara ketika melihat seragam wasit serta bola yang dipakai. Wasit asal Spanyol, Manuel Mejuto Gonzalez, membawa bola yang kerap dipakai tim sepakbola pada zaman dahulu. Untungnya, Mejuto hanya menggunakan bola tersebut sebagai seremoni sebelum pertandingan saja. Bola yang dipakai tetap bola yang biasa dipakai pada umumnya yang berwarna putih.
Kedua kesebelasan sama-sama membawa pemain-pemain terbaiknya. Dalam skuad Prancis saat itu ada Lilian Thuram, Marcel Desailly, Zidane, Patrick Vieira, Robert Pires, dan Thierry Henry, yang merupakan alumni skuad Prancis pada Piala Dunia 1998. Timnas Brasil juga tidak mau kalah. Mereka memainkan Cafu, Roberto Carlos, dan Ronaldo. Bahkan mereka juga memainkan Kaka dan Ronaldinho, dua pemain yang saat itu namanya mulai melejit sebagai salah satu calon pemain terbaik dunia.
Kedua kesebelasan sama-sama menunjukkan teknik permainan dan kemampuan individu yang mumpuni. Para penonton dibuat terpukau dengan kelincahan Zidane ketika menguasai bola dan kecepatan Ronaldo ketika adu lari dengan pemain belakang yang mengawalnya. Ronaldo bahkan nyaris mencetak gol pada menit ke-10 jika sepakannya tidak melebar dari gawang Prancis yang dijaga Gegory Coupet.
Prancis juga nyaris mencetak gol ke gawang Brasil melalui Thierry Henry. Penyerang Arsenal ini dua kali punya peluang emas tapi saya tidak ada satu pun yang bisa menaklukkan Dida. Pada babak kedua, kedua tim berganti seragam menjadi seragam utama mereka masing-masing. Roberto Carlos nyaris mencetak gol jika usahanya tidak membentur tiang. Begitu juga dengan Henry dan Sylvain Wiltord yang masuk pada babak kedua menggantikan Robert Pires.
Sambutan meriah diberikan publik Prancis kepada Zinedine Zidane ketika ia digantikan oleh Oliver Kapo. Zidane adalah pahlawan Prancis pada final Piala Dunia 1998 melalui dua golnya. Sayangnya, reaksi berbeda justru didapat oleh Marcel Desailly dan Claude Makelele. Keduanya justru mendapat cemooh dari banyak penonton akibat perilaku tidak sportif mereka saat membela Chelsea melawan AS Monaco. Ketika itu, Desailly diusir oleh wasit akibat permainan kasarnya sedangkan Makelele melakukan diving dan membuat Andrea Zikos diusir oleh wasit.
Sayangnya, kedua kesebelasan tidak bisa mencetak gol hingga pertandingan selesai. Skor 0-0 menjadi akhir dari laga yang dipersembahkan untuk merayakan hari ulang tahun FIFA ini. Meski begitu, pertandingan ini tetap menyajikan permainan yang indah mengingat kedua kesebelasan rajin membuat peluang. Akan tetapi, penyelesaian akhir yang buruk menjadi masalah yang membuat laga berakhir imbang tanpa gol.
“Laga ini memang berakhir imbang 0-0, tetapi rasanya tidak seperti itu,” kata pelatih Brasil saat itu, Carlos Alberto Parreira.
Yang paling penting saat itu, kedua tim mendapat pemanasan yang cukup baik sebelum berlaga pada ajang yang menjadi target utama mereka masing-masing. Prancis saat itu sedang bersiap untuk mempertahankan trofi Euro mereka pada Euro 2004, sedangkan Brasil akan berhadapan dengan Argentina dalam kualifikasi Piala Dunia.