22 Oktober 1969: Kebrutalan Pemain Estudiantes

Foto: En.as

Dalam daftar pemenang kompetisi terbaik Amerika Selatan, Copa Libertadores, Argentina menempatkan empat wakilnya dalam lima daftar teratas. Salah satunya adalah Estudiantes yang sepanjang sejarah meraih gelar sebanyak empat kali. Bersama dengan Independiente, Estudiantes bisa dibilang sebagai salah satu tim terbaik karena menjadi tim Argentina yang bisa meraih gelar ini tiga kali beruntun.

Estudiantes melakukannya pada 1968, 1969, dan 1970 sekaligus menjadikan era 60-an sebagai masa-masa terbaik mereka. Dari tiga penampilan ini, mereka hanya bisa mendapat satu gelar Piala Interkontinental, yang merupakan pertandingan mempertemukan juara Liga Champions dan Copa Libertadores. Meski begitu, keberhasilan mereka ini dipandang sinis karena permainan mereka yang cenderung kasar dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan di atas lapangan.

Betapa kotornya Estudiantes bisa dilihat dari ajang Piala Interkontinental 1969 yang terjadi pada tanggal 22 Oktober. Pertandingan yang mempertemukan Estudiantes dengan AC Milan ini disebut sebagai puncak dari kebrutalan permainan Estudiantes. Bahkan salah satu media menyebut kalau pertandingan ini menjadi “puncak dari semua kejahatan dalam sepakbola dunia”.

Perjuangan berat dihadapi Estudiantes yang kalah 3-0 pada pertemuan pertama. Hasil pertandingan ini menunjukkan betapa kalemnya Estudiantes pada saat itu. Akan tetapi, hal itu tidak terlihat ketika mereka balik menjamu Milan di La Bombonera. Strategi kotor Estudiantes akhirnya muncul.

Keadaan tidak bersahabat sebelum sepak mula. Para pemain Estudiantes beberapa kali meenndang bola ke tim tamu yang sedang pemanasan. Bahkan beberapa bola yang dipakai pemain Milan juga dirusak oleh mereka. Keadaan semakin kacau saat beberapa penonton Estudiantes menuangkan kopi panas kepada para pemain Milan saat memasuki lapangan.

Di atas lapangan, keadaan menjadi semakin tidak kondusif. Pada menit ke-17, striker Milan, Pierino Prati tidak sadarkan diri karena mengalami gegar otak akibat serangan dua pemain Estudiantes. Prati bahkan tidak bisa melanjutkan pertandingan dan harus keluar pada menit ke-37.

Striker mereka, Gianni Rivera, mendapat pukulan dari kiper Estudiantes, Alberto Poletti. Kaki Poletti juga menyerang Nestor Combin hingga membuatnya berdarah dan menderita patah hidung. Combin dianggap sebagai pengkhianat bangsa akibat memilih membela tim nasional Prancis. Saul Malatrasi juga tidak luput menjadi korban. Ia digigit oleh Eduardo Manera.

Estudiantes sendiri akhirnya keluar sebagai pemenang setelah unggul 2-1. Setelah tertinggal melalui gol Rivera, mereka balik unggul melalui gol Conigliaro dan Ramon Suarez. Namun pada babak kedua, mereka tidak bisa menambah gol. Kemenangan ini tampak tidak berarti karena mereka kalah agregat 4-2 akibat kekalahan 3-0 pada leg pertama. Mereka gagal mempertahankan gelar Piala Interkontinental.

Tidak hanya gagal mempertahankan piala, para pemain Estudiantes juga mendapat kritikan pedas dari dunia sepakbola internasional akibat permainan kotornya tersebut. Imbasnya, beberapa pemain mendapat hukuman. Tendangan Poletti yang mematahkan hidung Combin membuahkan hukuman larangan bermain seumur hidup. Selain Poletti, Suarez dan Manero juga menerima hukuman meski tidak separah Poletti. Suarez hanya mendapat larangan bermain 30 pertandingan dan larangan bermain di level internasional selama lima tahun sedangkan Manero mendapat larangan bermain 20 pertandingan dan bermain di level internasional selama tiga tahun. Ketiga pemain ini juga menerima hukuman 30 hari penjara.

“Tidak, Estudiantes, ini bukan kejantanan, bukan bentuk temperamen. Ini adalah kebrutalan dan kegilaan. Ini mempermalukan kita semua dan harus mempermalukan mereka semua yang bertanggung jawab. Jika kita benar-benar ingin menyelamatkan sesuatu untuk terus percaya di masa depan, mari kita mulai untuk mengubur episode kelam ini,” kata jurnalis Julio Cesar Pasquato.

Media-media di Argentina sendiri tidak menutupi berita ini. Salah satu koran Argentina memasang headline “Ternyata Inggris Benar”, mengacu pada komentar pelatih Inggris, Sir Alf Ramsey, yang pernah menyebut kalau pemain Argentina bermain seperti binatang. Selain itu, koran Gazzetta dello Sport menulis kalau pertandingan Estudiantes melawan Milan tersebut sebagai “90 menit bersama para pemburu manusia”.

Kebrutalan seperti ini sebenarnya sudah terjadi semusim sebelumnya atau ketika Estudiantes pertama kali bermain pada Piala Interkontinental. Korbannya saat itu adalah Manchester United. Yang membedakannya adalah ketika itu taktik kotor mereka berhasil membawa mereka menjadi juara.