Meski meraih tiga gelar dalam wujud dua trofi Piala FA dan satu Community Shield serta konsisten finis di empat besar, manajemen Manchester United ternyata tetap merasa tidak puas terhadap kinerja Ron Atkinson. Start amburadul pada kompetisi 1986/1987 menjadi alasan manajemen Setan Merah memilih untuk memecatnya pada 6 November 1986.
“Saya pergi meninggalkan United dengan rekor terbaik saat itu. Rekor terbaik sejak era tim legendaris Sir Matt Busby,” kata Ron ketika ditanya tentang perjalanan kariernya di sana.
Sebuah ucapan yang mengandung rasa tidak puas. Wajar saja mengingat Ron saat itu benar-benar sedang membangun tim ke arah yang lebih baik. Pada musim 1985/1986, Ron sempat membawa Setan Merah berada pada peringkat pertama klasemen Liga Inggris hingga bulan Januari. Sayangnya, inkonsistensi pada paruh kedua membuat mereka merosot ke peringkat 4.
Musim berikutnya keadaan semakin parah. Alih-alih mengulangi awal musim yang hebat seperti sebelumnya, United justru lebih rajin bolak-balik zona degradasi. Posisi tim yang terdampar pada urutan ke-19 pada awal November membuat pekerjaannya harus berakhir.
Satu hari sebelum pemecatan Ron, manajemen Manchester United sudah bertemu dengan Alex Ferguson di sebuah rumah di Bishopbriggs. Di sana, kedua belah pihak sudah menjalin kesepakatan verbal. Setelah pengumuman pemecatan Ron dibuat, pria asal Govan tersebut akhirnya diangkat sebagai manajer Manchester United.
“Saya tidak bisa menggambarkan betapa sedihnya saya meninggalkan Aberdeen setelah delapan tahun. Akan tetapi, pekerjaan di Old Trafford adalah salah satu tawaran yang tidak bisa saya tolak,” kata Ferguson.
Penunjukkan Ferguson tidak lepas dari latar belakangnya yang cukup sukses bersama Aberdeen. Derajat klub Skotlandia tersebut berhasil diangkat setinggi-tingginya setelah sukses meraih delapan gelar domestik dan dua gelar Eropa. Manajemen United berharap Ferguson bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
“Satu hari sebelumnya, kami sudah bertemu dengannya pada malam itu dan keputusan kami sudah bulat untuk memilih Sir Alex. Kami tahu keberhasilan yang ia miliki di Aberdeen yang merupakan klub kecil. Dia sukses mematahkan dominasi Rangers dan Celtic, serta mengalahkan Real Madrid pada Piala Winners 1983,” kata Martin Edwards.
Satu hal yang dibawa Ferguson ke Manchester United adalah perubahan. Satu yang ia lakukan sejak tiba di United adalah memerintahkan untuk para pemainnya agar tidak lagi menenggak minuman keras. Di mata Fergie, kebiasaan ini dianggap menjadi penyebab mengapa United tidak bisa meraih kejayaan bersama Ron Atkinson.
Manajer sebelumnya memang membebaskan pemain United untuk menenggak minuman sebelum bertanding. Bahkan ketika masih menangani Sheffield Wednesday, ia pernah membiarkan pemainnya bermain dalam kondisi mabuk. Fergie tidak ingin hal itu terus terjadi kepada timnya karena minuman keras jelas menggerogoti fisik para pemainnya.
Beberapa pemain United saat itu seperti Norman Whiteshide, Paul McGrath, dan Bryan Robson dikenal suka mabuk. Dua nama pertama akhirnya hengkang di era kepelatihannya. Hanya Robson yang bertahan cukup lama karena karakter dan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin United saat itu.
Tidak hanya itu, kedisiplinan lain ia tanamkan ketika di Carrington. Ferguson akan menjadi orang yang datang lebih dulu ke tempat latihan dan pulang paling akhir. Selain itu, dia juga berani untuk mengkritik para pemainnya yang melakukan kesalahan termasuk pemain bintang sekalipun.
“Saya lebih suka mengkritik pada hari ketika kami bertanding. Saya tidak mau menunggu hingga hari Senin. Saya harus lakukan saat itu juga, kemudian barulah kita fokus ke pertandingan selanjutnya. Ketika saya bekerja dengan talenta terbaik, saya juga mengatakan kalau kerja keras adalah talenta. Artinya, mereka juga harus bekerja keras. Jika mereka tidak bisa menjaga disiplin di klub ini, silahkan pergi,” kata Ferguson.
Pada awalnya, pembinaan yang dilakukan Ferguson tidak menemui hasil. Debutnya melawan Oxford United berakhir dengan kekalahan. Musim pertamanya, United hanya finis di urutan 11. Semusim berselang, United sukses menyelesaikan liga pada urutan kedua. Namun pada musim ketiganya, United kembali finis pada urutan ke-11.
Musim 1989/90 menjadi puncak pergolakan diantara para penggemar United dan manajemen klub terkait nasib Ferguson. Ancaman pemecatan mulai berdatangan. United bahkan mendapat hasil memalukan seperti kekalahan 1-5 dari Manchester City dan puasa kemenangan liga dari tanggal 25 November 1989 hingga 3 Februari 1990. Beruntung, pada akhir musim ada gelar Piala FA yang memenuhi lemari trofi United.
“Kami harus bersabar dan menunggu tiga hingga empat tahun untuk piala pertama, tetapi kami tahu betapa sulitnya dia bekerja. Kami pikir itu hanya masalah waktu sebelum ia menjadi sukses. Tekanan pada tahun 1990 dikarenakan kami yang belum membaik,” kata Edwards.
Sisanya kemudian menjadi sejarah. Rentetan gelar demi gelar dan para pemain terbaik berdatangan ke klub ini. Hingga kemudian pada 8 Mei 2013 ia memutuskan untuk pensiun pada usianya yang ke-26 setengah tahun bersama Setan Merah.
Ferguson yang mengawali harinya di Manchester dengan sedih karena harus meninggalkan kesuksesan di Aberdeen, akhirnya melenggang keluar dengan senyum dan raihan 38 piala di semua kompetisi serta deretan rekor yang berhasil ia ciptakan.
Setelah Ferguson pergi, United seolah kembali ke kehidupan mereka seperti saat Sir Matt Busby memutuskan pensiun dari United yaitu gemar bergonta-ganti pelatih dan menjadi kesebelasan yang sulit untuk meraih prestasi sehingga mereka begitu payah untuk mempertahankan kejayaan mereka di mata Inggris maupun Eropa. Ole Gunnar Solskjaer kini mencoba untuk mengulangi kejayaan tersebut, namun saat tulisan ini naik status Ole sebagai manajer United justru sedang terancam.