Semi-final Liga Champions 2018/2019 mempertemukan Tottenham Hotspur dengan Ajax Amsterdam. Kedua kesebelasan ini awalnya tidak diperkirakan akan melaju jauh di Liga Champions. Mereka kemudian mengejutkan dunia.
Ajax menahan Bayern Munchen dua kali di fase grup. Lalu, mendepak Juventus dan Real Madrid. Sementara Tottenham sukses menahan imbang Barcelona saat fase grup sebelum mengusir Borussia Dortmund dan Manchester City dari perebutan gelar juara.
Ketika keduanya dipertemukan di semi-final, banyak cerita yang bisa disebarkan. Mulai dari perjalanan mereka membungkam prediksi. Hingga solidaritas Yahudi dalam sejarah kedua klub. Selain itu, beberapa pemain andalan Tottenham saat ini adalah mantan binaan Ajax.
Toby Alderweireld, Christian Eriksen, Jan Vertonghen, semuanya pernah merasakan sistem akademi De Toekomst. Hanya Davinson Sanchez yang langsung membela tim senior Ajax ketika dirinya didaratkan dari Atletico Nacional pada 2016.
Ajax bahkan menjadi distributor utama Tottenham jika mereka mencari pemain di luar Premier League. Mengirim tiga nama sejak 2009, Hanya Paris Saint-Germain (PSG) dan Olympique Lyon (2) yang bisa menyaingi Ajax. Swansea City dan Portsmouth yang bisa menyaingi Ajax soal distribusi pemain ke Tottenham. Sama-sama mengirim tiga dalam 10 tahun terakhir, mereka hanya kalah dari akademi Tottenham (24).
Jika bicara soal dana, jelas Ajax meraih lebih banyak dana dibandingkan dua kesebelasan tersebut. Dengan total 59,4 juta pauns dari Tottenham, Ajax unggul jauh dari PSG (48,6jt) dan Lyon (24jt). Mengingat dua dari tiga pemain yang dikirimkan Ajax ke Tottenham adalah jebolan akademi mereka.
Dipertimbangkan De Jong
Foto: Telegraaf
Jumlah tersebut bahkan seharusnya bertambah di awal musim 2018/2019. Frenkie De Jong punya kesempatan pindah ke Tottenham pada bursa transfer musim panas. Namun saat itu dirinya merasa belum siap untuk merantau ke luar Amsterdam.
“Saya benar-benar memperhitungkan Tottenham. Tottenham peduli kepada pemain muda dan Mauricio Pochettino -manajer Tottenham- selalu bisa membuat mereka berkembang. Sepakbola yang mereka terapkan juga sesuai dengan saya. Namun, saya sendiri merasa belum membuktikan diri di Ajax,” jelas De Jong.
Setelah membuktikan diri bersama Ajax, mengantarkan de Godenzonen ke semi-final Liga Champions, harga De Jong melambung tinggi. Tawaran Tottenham di musim panas 2018 kabarnya sekitar 45 juta pauns. Sementara De Jong akhirnya dijual ke Barcelona dengan dana 65 juta pauns.
Selisih 20 juta pauns itu krusial untuk the Lilywhites. Dengan dana itu, mereka bisa mendatangkan dua pemain, Juan Foyth (11,7jt) dan Georges-Kevin N’Koudou (9,9jt) di musim-musim sebelumnya.
Meski De Jong gagal didaratkan, Tottenham terus mengincar pemain dari Ajax. Salah satu pemain yang tengah dikaitkan dengan the Lilywhites adalah bek kiri asal Argentina, Nicolas Tagliafico. Apalagi Danny Rose kabarnya akan segera hengkang dari Tottenham.
Peninggalan van Der Vaart
Foto: World Soccer Talk
Setiap kesebelasan memiliki distributor handal mereka masing-masing. Liverpool gemar dengan talenta Southampton. Barcelona selalu mengincar pemain Sevilla. Ajax jadi pilihan Tottenham. Semua berkat jebolan De Toekomst yang mereka selamatkan dari Real Madrid, Rafael van der Vaart.
Sebelum van der Vaart mendarat di White Hart Lane, Tottenham sudah pernah merasakan jebolan akademi Ajax lewat Edgar Davids. Performa ‘The Pitbull’ tidak buruk di Tottenham. Ia cukup diandalkan oleh Martin Jol. Namun, dirinya gagal mengangkat the Lilywhites ke level lebih tinggi. Sementara van der Vaart membangun Tottenham bersama Luka Modric dam Gareth Bale. Diakui sebagai ikon klub dalam prosesnya.
Jasa van der Vaart dibuang oleh Andre Villas-Boas pada 2012. Setahun kemudian, dengan dana penjualan Bale, AVB mendatangkan Christian Eriksen dari Ajax. Eriksen pun mengaku ingin mengikuti jejak van der Vaart di Tottenham. “Saya mungkin tak berasal dari Belanda. Tapi saya keluar dari sistem yang sama dengan Wesley Sneijder dan van der Vaart. Pergi dari Ajax, saya ingin meraih kesuksesan seperti mereka,” kata Eriksen.
Saat pertama mendarat di London, Eriksen sebenarnya tidak diproyeksi untuk jadi nomor 10 seperti van der Vaart. Mungkin lebih sebagai nomor delapan layaknya Modric. Menurut van der Vaart, posisinya saat itu digantikan oleh Gylfi Sidgurdsson. “Pergi dari Tottenham adalah penyesalan terbesar saya. Namun AVB sudah mengatakan ke saya bahwa dirinya akan menjadikan Sidgurdsson sebagai nomor 10 utama di timnya,” kata vdV.
Regenerasi dan Transformasi
Foto: Sky Sports
Seiring waktu, Eriksen muncul sebagai nomor 10. Mengingatkan publik akan van der Vaart. Usia van der Vaart juga sudah tidak muda, meninggalkan Tottenham hanya tiga bulan beberapa bulan sebelum ulang tahun ke-30. Namun dampak yang ia berikan begitu besar untuk the Lilywhites. Sejak saat itu, Tottenham mulai mencari pemain muda untuk menjadi tulang punggung mereka.
Sebelum van der Vaart meninggalkan Tottenham, mereka masih mendatangkan pemain-pemain veteran seperti Emannuel Adebayor, Scott Parker, dan Louis Saha. Ini memang sudah jadi kebiasaan untuk Tottenham. Dari jaman Les Ferdinand, David Ginola, dan Tim Sheerwood, mereka memang lebih mengandalkan pengalaman. Mereka bahkan membeli Lee Young-pyo dari PSV saat usianya sudah 28 tahun.
Tapi berkat van der Vaart, mulailah muncul nama-nama seperti Erik Lamela, Christian Eriksen, Vincent Janssen, Ben Davies, hingga Son Heung-min. Semua mendarat saat berusia 23 tahun atau lebih muda.
Tidak semuanya berhasil. Namun, Daniel Levy seakan berharap dapat merasakan jasa mereka pada puncak performa untuk waktu yang lebih lama. Tidak seperti van der Vaart yang hanya dua tahun di Tottenham. Hasilnya, Tottenham menjadi salah satu kesebelasan yang ditakuti di Inggris. Hingga lolos ke semi-final Liga Champions 2018/2019.