Ademola Lookman, Melarikan Diri dari Kemiskinan Lewat Sepakbola

Ademola Lookman langsung mendapatkan kontrak lima tahun setelah menyelesaikan masa peminjamannya di RB Leipzig. Namanya langsung menanjak sebagai pemain muda potensial Inggris. Padahal, dulu, Everton pun sengaja melepasnya ke Leipzig.

Kehidupan Lookman di masa kecil cukup memprihatinkan. Seringkali ia tak punya makanan untuk makan malam. Hidupnya sulit dan hanya mengandalkan ibunya yang berjuang untuk menghidupi ia dan saudara-saudaranya.

“Dia melakukan yang terbaik dan dia memastikan makanan tersedia di meja dan aku punya baju buat dipakai. Semua yang kuminta dari ibu, dia selalu memberikan. Aku bahagia, tapi seiring bertambahnya usia, Anda sadar betapa sulitnya hidup seperti itu buat dia,” kata Lookman.

Di awal perjalanannya main bola, Lookman ditolak oleh sejumlah klub profesional di London. Sampai pada usia 16 tahun, ia bergabung dengan Akademi Charlton Athletic pada 2013. Ketajamannya di tim junior, membuatnya naik tingkat dengan cepat. Ia pun menjalani debut profesionalnya pada 2015, di usia 18 tahun.

Masa depan Lookman mulai cerah saat Everton memberinya kontrak empat setengah tahun pada 5 Januari 2017. Di Everton, ia tak mendapatkan menit bermain yang reguler. Sepanjang 2017, ia cuma main 15 kali di liga. Ini yang membuatnya memilih untuk dipinjamkan ke klub lain.

Peminjaman ini sempat menjadi masalah karena manajer Everton, Sam Allardyce, ingin Lookman dipinjamkan ke Derby County di Divisi Championship. Akan tetapi, sang pemain memilih jalur lain: ia ingin dipinjamkan ke RB Leipzig di Bundesliga.

Keberanian yang dimiliki Lookman tidak lepas dari latar belakangnya. Ia ingin berjuang dan melakukan sesuatu untuk mengangkat keluarganya. “Aku ingin membuat ibu dan teteh-ku bangga,” kata Lookman.

Melihat latar belakang, kedua orang tua Lookman lahir di Nigeria. Pun dengan kedua kakak perempuannya. Hanya Lookman yang lahir di Inggris, tepatnya di Wandsworth, London. Ayah dan satu kakak perempuannya tetapi di Nigeria, sementara ibu dan kakak perempuannya yang lain tinggal di Inggris.

“Jadi, ibu membesarkan saya dan teteh saya sendirian. Dia mengerjakan segala jenis pekerjaan, seperti bersih-bersih dan apapun yang bisa ia lakukan. Ia selalu mencari pekerjaan,” tutur pemain dengan tinggi 174 sentimeter ini.

Masa kecil yang keras membuat Lookman mencari cara untuk “melarikan diri” dari kondisi seperti itu. Dan sepakbola adalah jawabannya, karena sepakbola memberinya energi dan antusiasme baru, juga memberinya kebebasan.

Lookman mengaku kalau teman-temannya yang lain juga punya bakat, karena mereka datang dari daerah tenggara London. Sampai sekarang, ia masih bertanya-tanya mengapa teman-temannya yang lain tak menjadi pesepakbola seperti dirinya.

Sebenarnya, Lookman juga bisa saja mengalami seperti teman-temannya itu. Soalnya, sejumlah akademi di London tak menemukan bakatnya. Oleh karena itu, ia bermain buat tim amatir, Waterloo FC yang main di Sunday League. Karena ini pula, Lookman fokus sekolah dan mencari teman bergaul yang tepat.

Lookman awalnya tak begitu khawatir karena ia belum bergabung dengan klub profesional. Sampai akhirnya ia menginjak 16 tahun dan teman-temannya yang lain mulai melamar ke universitas untuk melanjutkan studi. Kebimbangan pun hadir di hatinya.

Sampai akhirnya ia terpilih buat tim London Counties dalam pertandingan persahabatan melawan Akademi Charlton Athletic pada 2013. Ia duduk di bangku cadangan, dan baru main saat salah seorang pemaincedera. Di pertandingan itu, Charlton menang 1-0, tapi Lookman mendapatkan undangan trial.

“Aku merasa seperti sebuah pintu terbuka di hari itu. Tapi aku tidak merasakannya sampai saat setelah pertandingan, mereka mengatakan akan menawarkan beasiswa. Ibuku terkejut karena dia mengira aku pasti akan kuliah. Tawaran dari Charlton itu tiba-tiba saja. Itu adalah tahun-tahun bahagia bagi saya di Charlton. Tidak ada apa-apa selain kemajuan dari tim U-18 ke U-23 ke tim utama,” kenang Lookman.

Salah satu alasan Lookman bisa naik dengan cepat adalah kehadiran Karl Robinson, manajer Charlton. Robinson adalah pelatih yang mengorbitkan Dele Alli di MK Dons dan ia melihat ada kesaman antara Lookman dengan Alli.

Benar saja, tak perlu waktu lama bagi Lookman untuk menebar pesona. Pada Januari 2017, Everton merekrutnya dengan nilai 11 juta paun. Namun, Lookman mesti diyakinkan kalau Everton adalah klub yang tepat buatnya.

Di pertandingan debutnya, Lookman mengawali dari bangku cadangan. Lawannya adalah Manchester City. Hebatnya, ia mencetak gol di pertandingan itu.

“Itu adalah hari yang gila. Besoknya, aku mestinya main buat tim U-23, tapi karena aku mencetak gol, mereka bilang ingin aku latihan di tim utama,” kata Lookman.

Enam bulan kemudian, Lookman tak pernah membayangkan kalau ia akan membela timnas Inggris di Piala DUnia U-20 yang digelar di Korea Selatan. Lebih gilanya lagi, ia turut membantu Inggris menjuarainya.

Karena momen tersebut pula, Lookman merasa dirinya tak mendapatkan menit bermain yang cukup. Ia pun memilih untuk dipinjamkan. Allardyce ingin agar ia pindah ke Derby County yang memberinya jaminan di tim utama. Akan tetapi, Lookman menolak. Ia memilih Leipzig.

“Everton ingin aku main di Inggris. Tapi aku punya pikiran lain. Aku ingin pergi ke Jerman untuk menerima tantangan baru dengan tim top di Leipzig dan mempelajari gaya sepakbola yang berbeda. Banyak yang harus dilakukan dengan platform yang dimiliki Leipzig dan sepakbola yang mereka mainkan,” kata Lookman.

Di Leipzig, Lookman melakukan hal yang sama seperti di Everton. Ia mencetak gol di pertandingan debutnya. Ia pun mendapatkan wejangan dari sang pelatih, Ralph Hasenhuttl, untuk lebih egois saat di depan gawang.

Hanya perlu setengah musim untuk meyakinkan Leipzig dengan mengubahnya dari pinjaman menjadi transfer permanen. Pada musim panas 2019, ia pun dipermanenkan dengan kontrak lima tahun. Pada September 2020, ia dipinjamkan ke Fulham untuk mendapatkan menit bermain yang reguler.

Saat ditanya apakah kembali ke Fulham mengingatkannya perasaan kembali ke rumah? “Ya semacam itu. Bermain bola, dimanapun itu, membuatku merasa seperti di rumah,” kata Lookman.

Sumber: The Guardian.