Bundesliga siap kedatangan tim promosi spesial musim depan. Setelah menundukkan VfB Stuttgart dalam laga play-off promosi-degradasi, Union Berlin akhirnya promosi ke divisi tertinggi sepakbola Jerman untuk pertama kali. Union datang dari sisi merah ibu kota, bagian yang dulu masuk ke dalam teritori Jerman Timur.
Stuttgart finis di peringkat ke-16 Bundesliga musim ini mesti lakoni hidup mati. Melalui keunggulan gol tandang, Union sukses mengangkangi Benjamin Pavard, dkk. Stuttgart kecolongan dua gol di kandang sendiri lantas tertahan 0-0 di kandang Union. Harga kelewat mahal yang mesti ditebus klub juara Bundesliga musim 2006/2007 tersebut.
Sejak menerapkan lagi laga promosi-degradasi di akhir musim 2007/2008, sangat sedikit tim dari divisi lebih rendah meraih promosi lewat jalur ini. Tim peringkat ketiga Bundesliga 2 tidak cukup kuat meladeni tim peringkat ke-16 Bundesliga. Pasca dihapus di tahun 1992, hanya ada dua tim peringkat ketiga Bundesliga 2 yang sukses naik kelas. Mereka yakni FC Nuernberg (2008/2009) dan Fortuna Duesseldorf (2011/2012).
Selain menyajikan jaminan ketegangan, diterapkannya kembali sistem ini alih-alih ada tiga tim promosi langsung, karena jumlah klub kontestan hanya 18 tim. Dalam lima edisi sebelum ini, tim tradisional Hamburg dan Wolfsburg dua kali terhindar dari lubang jarum pada laga khusus tersebut. Sial, Stuttgart tidak bernasib serupa.
Kegigihan Union untuk merespons cepat gol Stuttgart menjadi kilasan alasan mereka buat sensasi. Dalam laga pertama, mereka langsung menjawab gol pembuka Stuttgart lewat Christian Gentner di menit ke-41 hanya dalam satu menit. Stuttgart berhasil unggul lagi saat penyerang veteran Mario Gomez menjaringkan bola enam menit pasca turun minum. Union lebih banyak menembak daripada Stuttgart, meski didominasi penguasaan bola, lantas mendapati skor penyama kedudukan dari lesatan Marvin Friedrich di menit ke-68. Gentner dan Gomez, dua anggota tim juara Stuttgart yang tersisa. Jika keduanya tidak mampu menolong, tentu sulit berkilah die Roten tidak dalam masalah.
Pada laga kedua, ketahanan Union mampu meredam agresivitas Stuttgart menjadi poin penting. Mereka layak bersorak di akhir. Tepat saat peluit ditiup panjang wasit, seisi tribun Stadion An der Alten Forsterei tumpah ke lapangan. Union promosi ke Bundesliga? Ah, sialan!
Klubnya Masyarakat, Anti Kemapanan
“Scheisse, wir steigen auf.” (Sial, kita bakal promosi.)
Begitu tulisan spanduk di stadion Union Berlin dua tahun lalu. Mereka ‘terancam’ promosi ke Bundesliga. Seolah para suporter tidak menginginkannya. Ada peluang lolos, tapi pada akhirnya mereka finis di peringkat keempat Bundesliga musim 2016-17.
Meski sekadar banyolan, keluh kesah pada spanduk tersebut benar-benar terwujud mengikuti keinginan pembuatnya. Meski sebatas candaan, tapi itu bukan sekadar kekonyolan seperti candaan acara sahur yang begitu-begitu saja. Sebab, melihat Union promosi ke Bundesliga memang sedikit menyenggol idealisme tim yang dibangun lewat nafas ‘klubnya masyarakat’.
Mentas di Bundesliga membawa ancaman komersialisasi besar-besaran. Ini berbenturan dengan semangat Union yang sedari awal terbentuk sebagai klub kelas pekerja di distrik Koepenick, Berlin. Pada periode awal pendirian, julukan mereka “Schlosserjungs” (para pekerja logam). Seragam mereka awalnya biru, identik dengan istilah ‘kerah biru’ merujuk para buruh. Sedangkan ujaran ‘Eisern Union!” yang terus dipajang di stadion sampai saat ini punya arti, “Serikat Besi!!”.
Pasca Perang Dunia kedua, Berlin terpecah ke dalam bagian Barat dan Timur, ditegaskan dengan adanya tembok pemisah. Jerman Timur yang masuk ke blok timur pada Perang Dingin berhaluan sosialis. “Para buruh di seluruh dunia, bersatulah!” menjadi moto negara tersebut. Distrik Koepenick masuk teritori Jerman Timur.
Atas latar belakang sejarah itu, Union Berlin punya keguyuban khas kelas pekerja. Berbeda dengan klub Berlin lainnya, termasuk klub dari bagian timur. Misalnya Dynamo Berlin yang justru dikendalikan Stasi, kepolisian rahasia Jerman Timur. Mereka punya rivalitas, tapi Dynamo terlalu dominan berkat sokongan di belakang layar. Selepas Stasi bubar, Dynamo kepayahan dan Union perlahan mencecap manis proses panjang.
Basis suporter Union punya sikap anti-kemapanan. Mereka paham soal anonimitas kerumunan di tribun yang bisa jadi tempat meluapkan kekesalan terhadap sistem yang berlaku. Sekaligus bentuk konsolidasi untuk mencapai kepentingan kolektif mereka. Keguyuban yang tercermin bukan sebatas soal pada waktu pertandingan saja, tapi melampaui itu.
Pada 2012, para suporter melalukan aksi donor darah untuk menyelamatkan kondisi finansial tim yang pailit. Empat tahun sebelumnya, sebanyak 2.500 suporter bekerja sukarela merenovasi stadion mulai dari mengaduk semen, menyusun bata, dan kerja pertukangan lainnya.
Setiap natal, suporter bersama warga lokal berkumpul di stadion merayakan hari raya dengan bernyanyi bersama. Pada Piala Dunia 2014, Union mencuri ruang pemberitaan dengan membuka stadionnya untuk tempat nonton bareng, menyediakan layar besar, dan suporter membawa sofanya sendiri seolah sedang berada di ruang keluarga.
“Penggemar bukan konsumen di sini. Kami berbuat hal berbeda, kami melakukannya bersama-sama,” ucap Christian Arbeit, suporter Union sepanjang 30 tahun.
Setiap laga kandang Union dilakukan dengan cita rasa sepenuhnya sepak bola. Tidak ada pertunjukan pada jeda antarbabak, tidak ada musik pada perayaan gol, tidak ada pengenalan pemain sebelum laga, dan nihil hal kurang substansial lainnya pendukung narasi sepak bola modern di banyak stadion tim lain. Stadion An der Alten Forsterei seutuhnya tribun berdiri, berkapasitas 22.000 orang. Kelak, mereka merencanakan meningkatkan kapasitas tribun menjadi 33.000, mengalahkan jumlah tribun berdiri kandang Borussia Dortmund.
Percobaan Perbaikan Nasib
Sejak sepak bola Jerman turut alami unifikasi, Union Berlin tidak pernah menembus Bundesliga. Mereka mesti tidak alergi berkutat di kasta bawah non profesional. Ketika berpeluang promosi ke Bundesliga 2 pada 1993 dan 1994, lisensi mereka ditolak karena masalah keuangan. Baru pada 2000-01, mereka akhirnya main di divisi tersebut.
Pada musim itu, ada dua capaian besar mereka rengkuh. Die Eisernen tiba di final DFB Pokal sebagai tim divisi tiga, meski dikalahkan Schalke 04. Semusim berselang mereka berhak main di Piala UEFA (kini Europa League), tercatat satu-satunya tim divisi tiga yang pernah lolos ke sana.
Namun, kebangkitan benar-benar dirintis saat klub diambil alih Dirk Zingler. Sejak diambil alih, banyak pergerakan penting. Misalnya, menginisiasi Bundesliga 3 pada 2008-09 dan stabil bermain di Bundesliga 2 sepanjang satu dekade ke belakang. Tentu saja capaian penting main di Bundesliga musim depan.
Kemampuan memberikan balasan dari kondisi tertinggal begitu terlihat dari permainan Union Berlin. Seperti pada laga terakhir Bundesliga 2 musim ini, mereka yang ketinggalan 0-2 dari VfL Bochum mampu menyamakan kedudukan di menit 83 dan 86. Seandainya saja bisa membalikan keadaan, Union bisa dapat promosi langsung melewati Paderborn di papan klasemen.
Satu nama yang cukup terkenal dari skuat Union, tentu adik Toni Kroos, yakni Felix Kroos. Selain didompleng nama kakaknya, Felix cukup malang-melintang di Bundesliga selama enam tahun bersama Werder Bremen. Sayang, dia tidak sehebat kakaknya bahkan untuk Union sendiri. Dia hanya tampil 18 kali dan tujuh di antaranya sebagai pemain pengganti dengan kontribusi dua gol dan sebutir asis saja musim ini.
Union patut menggantungkan harapan kepada penyerang Swedia, Sebastian Andersson yang berkontribusi 12 gol dan 5 asis. Juga patut dinantikan kiprah penyerang muda Suleiman Abdullahi yang mencetak gol balasan di kandang Stuttgart. Siapa tahu, mereka bisa seganas dua juru gedor andalan Fortuna Duesseldorf, Dodi Lukebakio dan Benito Raman yang membawa tim mereka mapan di papan tengah Bundesliga meski baru promosi.
Hati yang Tergenggam
Sebenarnya tidak mengherankan kalau dua tahun lalu ada kekhawatiran Union bakal promosi ke Bundesliga. Sekalipun satir, perbincangan semacam itu memang beredar di tengah-tengah kelompok suporter. Mereka enggan Union terpapar komersialisasi sebagai ekses kapitalisme sepak bola modern. Mereka ingin kemurnian Union yang berasas semangat kolektif kelas pekerja anti kemapanan.
Namun, kemurnian sebagai ‘klubnya masyarakat’ dijamin bisa tetap terjaga sekalipun berlaga di divisi elite. Toh, tujuan sepak bola memang mencapai prestasi tertinggi dengan cara yang diyakini masing-masing. Tanpa perlu menabrak aturan yang berlaku.
Tuntutan zaman tidak pernah bisa dihindari. Union pastilah juga bersinggungan dengan komersialisasi meski tidak gila-gilaan. Demi bisa menggaji pemain dan lari dari krisis, maka perlu melakukan bisnis.
“Semacam kesalahan menganggap penggemar Union tidak mau klub promosi. Promosi hal terbesar yang pernah dialami Union. Kami tidak pernah memenangkan kejuaraan, jadi promosi seperti mendapatkan piala bagi kami selaku underdog,” tutur penulis blog Textilvergehen, Sebastian Fiebrig.
Benar-benar kenikmatan yang didustakan seandainya penggemar menolak mendukung tim berseragam merah-putih ini di Bundesliga musim depan. Untuk pertama kalinya, Bundesliga menggelar Derbi Berlin, sejak terakhir kali Hertha BSC bersua Tennis Berlin tahun 1977.
Sejak Energie Cottbus pada 2009 belum ada lagi klub bekas Jerman Timur ‘murni’ yang bermain di sana. Setelah penyatuan Jerman, hanya ada lima klub dari bagian timur yang bisa tembus Bundesliga. Mereka semenjana.
Memang, kini ada RB Leipzig yang secara teritorial berasal dari kawasan Timur. Namun mereka tidak bernasib seperti klub-klub tersebut. Sebab, die Roten-Bullen dahulu tidak main di Liga Jerman Timur (Oberliga) alias baru eksis tahun 2009. Juga paling penting: Berkembang secara instan lewat gelontoran uang korporat global dari Austria dengan model bisnis klub yang berbeda.
“Kini penantian berakhir, genggam jantung di tanganmu.”
Begitu tulisan spanduk suporter Union tepat sebelum laga melawan Stuttgart. Pada akhir waktu, tiada satupun yang mengeluh. Dari sisi merah Berlin timur, mereka bersorak bahagia.
sumber: DW/Bundesliga