“Saya rela memberikan ginjal saya agar saya dan juga dia bisa mendapatkan karma baik,” kata salah seorang biksu Vietnam bernama Dong Phap. Pria berusia 32 tahun ini rela memberikan organ terpenting dalam kehidupan manusia meski yang menerimanya tidak memiliki ikatan darah bahkan kewarganegaraannya berbeda.
Dong Phap bermaksud untuk membantu Alfred Riedl yang pada kisaran tahun 2006 sudah memiliki masalah dengan ginjal. Ketika itu, Riedl menjalani peran sebagai pelatih tim nasional Vietnam. Saat mengetahui kalau Riedl akan melakukan operasi, Lebih dari 80 orang pendukung Vietnam dari berbagai latar belakang berbondong-bondong menawarkan diri untuk menjadi pendonor. Salah satunya Dhong Pap tadi.
Itulah sekelumit cinta dari para pendukung timnas Vietnam kepada sosok Alfred. Mereka ingin pelatihnya sembuh. Mereka merasa hanya Alfred yang bisa memberikan prestasi bagi sepakbola Vietnam. Sayangnya, mencari ginjal yang tepat dengan kondisi tubuh sang pelatih cukup sulit. Alfred baru bisa melakukan operasi cangkok pada bulan keempat 2007 atau kurang dari tiga bulan sebelum Piala Asia digelar.
Alfred akhirnya pulih. Ginjal yang cocok membuatnya tidak lagi harus menjalani tiga kali cuci darah. Kebaikan dari rakyat yang mendukungya berhasil dibayar tuntas dengan prestasi yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Untuk kali pertama sejak 1960, Vietnam melaju hingga perempat final Piala Asia. Mereka menjadi satu-satunya tuan rumah yang lolos dari babak grup.
Sebelum membuat sejarah di Piala Asia, Alfred telah lebih dulu melakukannya pada Piala AFF. Pada awal masa baktinya tahun 1998, ia sukses membawa Vietnam lolos ke final untuk pertama kalinya. Dua tahun kemudian, mereka melangkah ke semifinal.
Membicarakan sepakbola Asia Tenggara memang tidak bisa lepas dari sosok Alfred. Meski pernah melatih di banyak negara, namun rekam jejak prestasinya justru hadir jauh dari tanah kelahirannya. Banyak sejarah yang sukses dia buat. Hanya Alfred yang bisa merasakan ajang Piala AFF hingga enam kali. Mengalahkan Radojko Avramovich yang merupakan pelatih timnas Singapura.
Kekurangan Alfred hanya satu yaitu piala. Enam kali bermain di AFF, ia bisa melangkah tiga kali ke partai puncak. Apes bagi dirinya karena tiga-tiganya selalu berakhir dengan kekalahan. 12 tahun sejak keberhasilannya bersama Vietnam, Alfred kembali ke final Piala AFF. Kali ini, dia datang sebagai pelatih timnas Indonesia.
Tugas Riedl cukup berat. Indonesia ketika itu sudah tidak bisa lagi melangkah ke final Piala AFF sejak 2004. Masalah lain juga hadir dari pembahasan kontraknya yang berlarut-larut. Belum lagi fakta kalau Indonesia harus satu grup dengan Malaysia dan Thailand.
Namun, semua itu tidak membuat Alfred gentar. Dengan caranya sendiri, semua lawan dari babak grup hingga semifinal berhasil dilibas. Sayangnya, kekalahan dari Malaysia saat bertemu lagi pada babak final membuat langkah timnas menjadi sulit sehingga mereka gagal menjadi juara.
Satu hal yang disukai publik dari sosok Alfred adalah ketegasannya. Di era kepelatihannya, sosok senior yang dianggap sudah lewat masanya tidak lagi dipanggil. Boaz Solossa juga dicoret karena indisipliner. Ia menyuntikkan nama baru. Pemain muda bertalenta yang punya kemauan dan tampil bagus di level klub. Kurnia Meiga, Yongki Aribowo, Ahmad Bustomi, Zulkifli Syukur, Benny Wahyudi, Johan Juansyah, Okto Maniani, hingga Yesayas Desnam. Berkat Riedl, kita bisa melihat potensi seorang Irfan Bachdim dan Christian Gonzales sebagai pemain yang layak untuk memperkuat timnas.
Berkat Alfred, animo sepakbola Indonesia yang sebelumnya sepi kembali ramai. Garuda jadi fenomena. Tiket kemudian jadi barang langka. Penjualan atribut berbau timnas laris manis. Rating TV timnas sukses mengalahkan sinetron. Semuanya ada andil dari Alfred. Sayangnya, semua berjalan anti klimaks ketika memasuki partai final.
Enam tahun kemudian, ia kembali membawa timnas Indonesia ke final. Ia membayar kegagalan dua tahun sebelumnya yang hanya mentok pada fase grup. Disini, perjalanan Alfred jauh lebih elegan. Situasi yang dia alami sangat sulit. Kompetisi non resmi yang berjalan di tengah gelaran AFF membuat ia hanya punya kesempatan memanggil dua nama dari masing-masing klub peserta. Selain itu, timnas lolos ke final setelah lepas dari sanksi FIFA setahun sebelumnya. Ditunjuknya Alfred sebagai pelatih juga sempat jadi polemik karena tidak ada dalam daftar yang dirilis PSSI serta kegagalannya dua tahun sebelumnya. Namun, semuanya berhasil terbayar dengan kembalinya Indonesia ke final meski harus kalah 3-2 secara agregat dari Thailand.
Selain Indonesia dan Vietnam, Riedl juga pernah memberikan sejarah bagi timnas Laos. Ketika itu, negara yang tidak pernah diperhitungkan di sepakbola Asia Tenggara ini sukses melaju hingga semifinal SEA Games 2009. Ia bahkan sukses mengalahkan Indonesia dan memutus rangkaian tidak pernah menang melawan mereka.
Tegas Tapi Baik
Alfred Riedl terkenal karena ketegasannya dalam melatih. Dia tidak segan mencoret siapa pun yang bertindak sembarangan dalam skuadnya. Wajahnya di lapangan juga terkesan dingin. Senyum adalah barang langka dalam tubuh Alfred. Akan tetapi, Alfred adalah sosok yang adil.
Pada 2010, Boaz dicoret karena tidak disiplin. Empat tahun kemudian, namanya masuk ke dalam skuad. Ketika itu, Boaz memang layak memperkuat timnas karena penampilan apiknya bersama Persipura Jayapura.
“Terima kasih atas jerih payahnya selama ini. Walau mungkin kelihatan tegas, tapi niat hatinya sangat baik. Orang baik seperti opa pasti punya tempat baik di surga,” kata Boaz dalam unggahannya di Instagram.
Riedl juga yang selalu melindungi Gonzales dari kritikan. Ketika itu, naturalisasi dianggap tidak lazim bagi sepakbola nasional. Apalagi yang diubah warga negaranya adalah pemain yang sudah berusia 34 tahun. Namun berkat Riedl, El Loco mampu tampil luar biasa dan mengubah pandangan banyak orang.
Empat tahun setelah membawa Indonesia ke final AFF terakhirnya, Alfred tidak lagi pernah melatih klub manapun. Ia fokus untuk memulihkan kesehatannya yang sudah menurun. Hingga pada Selasa 8 September 2020, Alfred Riedl meninggal dunia. Tidak ada yang bisa diucapkan selain rasa terima kasih atas segala dedikasinya bagi sepakbola Asia Tenggara, khususnya timnas Indonesia. Tidak bisa dibantah kalau setelah Anatoli Polosin, Alfred adalah salah satu pelatih terbaik yang pernah dimiliki oleh sepakbola nasional.
Selamat Jalan, Alfred Riedl!