Asah Pedang Sampai Tajam, Sheffield United!

Stadion Brammal Lane bergelora menyambut pertandingan Premier League mereka lagi setelah sekian lama. Situasi tambah meriah, karena di akhir pertandingan tuan rumah Sheffield United meraih kemenangan. Gol tunggal John Lundstram menyegel tiga poin divisi teratas perdana milik The Blades, Si Pedang.

Di antara tim promosi, kiprah awal musim Sheffield menjadi yang terbaik. Seolah kerinduan panjang 12 tahun absen mentas di kancah top memang harus dibayar lunas saat kesempatan datang.

Sebagai tim yang berasal dari kota Sheffield, yang memiliki tim sepak bola tertua di dunia Sheffield FC, praktis hanya United yang bisa berbicara di sepak bola era modern. Sheffield FC mangkrak di divisi kedelapan Inggris. Sedangkan Sheffield Wednesday sebagai rival, tidak kunjung kembali ke Premier League sejak tahun 2000.

Sheffield United pun juga bukan tim top. Praktis, hanya ada empat musim bagi mereka merasakan persaingan Premier League. Pada periode 1992-1994, musim 2006-07, dan musim ini. Mereka mangkrak di Divis Championship, sempat pula tenggelam dalam mediokritas League One.

Masa kejayaan mereka direnggut di akhir tahun 1890-an sampai pertengahan 1920-an. Terakhir kali juara kompetisi? 1925. Untuk era 2000-an, sebatas menembus semifinal Piala Liga 2003 dan 2015.

Baru saat Pangeran Kerajaan Arab Saudi, Abdullah bin Musa’ed bin Abdulaziz Al Saud mengambil alih pada 2013, target menembus Premier League dicanangkan. Sekalipun tidak jor-joran seperti apa yang terjadi kepada Manchester City, Chelsea, atau bahkan Wolverhampton Wanderers, tapi ‘uluran tangan’ sang pangeran sangat membantu klub yang saat itu terhantam krisis finansial. Sang Pangeran memang masih berbagi saham kepemilikan 50:50 dengan pebisnis lokal, Kevin McCabe.

Sheffield masih terseok-seok sampai musim 2015/2016. Mereka finis di urutan 11 League One, terendah dalam 33 tahun. Peruntungan berubah saat klub menunjuk manajer yang dikenal sebagai fan besar dan pernah membela lambang pedang di dadanya, Chris Wilder.

Wilder dengan segala antusiasme yang terjaga langsung membawa promosi ke Divisi Championship dengan torehan 100 poin. Perlu satu musim mereka menetap di Divisi Championship, sampai akhirnya menyegel tiket promosi langsung setelah finis di peringkat kedua pada hari terakhir pertandingan.

Pembenahan dilakukan untuk bisa mengimbangi level permainan Premier League. Pada bursa transfer awal musim, klub memboyong beberapa pemain dengan empat kali memecahkan rekor transfer. Justru kebanyakan dari kolega di Divisi Championship.

Awalnya gelandang serang mumpuni Luke Freeman dari Queens Park Rangers. Lantas pemain sayap Callum Robinson yang begitu diandalkan Preston North End. Kemudian satu nama yang punya pengalaman di Premier League, tapi masih belia, Lys Mousset diangkut dari Bournemouth. Terakhir, juru gedor Swansea Oliver McBurnie.

Selain para pemecah rekor transfer, rekrutan lain juga patut diperhatikan. Phil Jagielka pulang dari Everton membawa kenangan selaku satu-satunya anggota tim 2006/2007 yang tersisa. Juga Ravel Morrison, pemain paling berbakat setelah Paul Scholes menurut Sir Alex Ferguson dan peraih Piala FA Junior 2011 bersama Paul Pogba. Kiper Dean Henderson yang sukses dipinjam lagi dari Manchester United juga bagian penting kesuksesan promosi otomatis tim.

Wilder memang menumpukan tim kepada para pemain yang pernah bahu membahu di divisi bawah. Dia meniru model yang dipacak Eddie Howe bersama Bournemouth di Premier League sejak 2015.

Howe masih mematenkan peranan para pemain seperti Simon Francis, Charlie Daniels, dan Marc Pugh yang sempat berkutat di League One. Dia ogah merombak skuat drastis seperti yang dilakukan Fulham musim lalu ataupun Aston Villa musim ini. Berambisi meningkatkan level permainan dengan memboyong pemain-pemain mentereng berbanderol tinggi, nyatanya malah butuh waktu lama saling beradaptasi.

“Mark Duffy melangkah di Anfield musim depan, bukankah hebat? Dia seorang Prescot Cabels (tim amatir di Merseyside), seharusnya berada di tribun membayar 50 paun menyaksikan tim Juergen (Klopp). Dave McGoldrick tidak menyangka bisa sedekat ini, tapi dia bakal tampil melawan di kandang Tottenham, Arsenal, di Old Trafford. Juga Jack O’Connell. Suatu pengalaman hebat untuk setiap orang terlibat di klub sepak bola kami,” seloroh Wilder.

Sayang, Mark Duffy dipinjam Stoke City di masa penutupan bursa transfer. Namun secara keseluruhan, fondasi tim berisi para pemain ‘kelas dua’ yang ingin naik level bersama-sama.

Misalnya, sosok kapten Oliver Norwood yang sebenarnya mendapatkan dua promosi beruntun sebelumnya bersama Brighton & Hove Albion (2017) dan Fulham (2018). Namun sayang, dia mesti terabaikan tatkala dua tim naik divisi. Hanya Sheffield yang memberikan apa yang sepenuhnya pantas dimiliki Norwood.

Seperti Ravel Morisson, Norwood pun anggota tim MU muda yang juara Piala FA Junior 2011. Tatkala mesti meninggalkan Old Trafford, Norwood diberi wejangan manajer The Red Devils saat itu, Sir Alex Ferguson.

“Kamu tidak akan melakukannya untuk Manchester United, tapi saya percaya suatu hari nanti kamu bermain di Premier League.”

Penyerang gaek Billy Sharp yang menyumbang 23 gol musim lalu pun punya kisah nyaris serupa. Setelah sukses mengantar promosi Southampton musim 2012/2013 tapi dipinjamkan ke klub Divisi Championship. Setelah tiga periode membela Sheffield, akhirnya, Sharp tiba di divisi puncak.

Kesabarannya berbuah manis tatkala mencetak gol penyama skor di pekan perdana melawan Bournemouth di pekan pertama. Sharp menghampiri kerumunan suporter tandang dengan penuh hasrat menampilkan kepuasan yang tidak tersaingi.

Tiga Angka Itu Tiba

Chris Wilder persembahkan kemenangan Sheffield United untuk penggemar. Foto: Footbal365.com.

Bola liar tepisan kiper Crystal Palace, Vicente Guaita disambar Lundstram tanpa ampun. Sepanjang laga, Sheffield memang tampak sebagai tim yang lebih ingin menang ketimbang Palace.

Mereka memenangi duel perebutan bola. Norwood sepenuhnya mengontrol permainan. Inovasi taktik overlapping centrebacks Sheffield masih asing bagi Palace yang selama bursa transfer limbung mencari pembayar harga kelewat mahal Wilfired Zaha.

Setelah unggul, tampak benar Sheffield sekuat tenaga mempertahankan kedudukan. Anak gawang yang mendadak makan gaji buta. Kontak fisik bawaan dari divisi bawah. Sampai aksi buang bola kemana saja yang penting menjauh dari gawang.

Namun, menang tetaplah menang. Chris Wilder dengan bantalan rompi di badannya bahagia bukan kepalang. Dia menyalami Roy Hodgson yang tahu betul timnya tidak cukup bagus. Anak asuhnya diberi selamat dari pemain Palace yang tetap mengangkat kepala tegak, kecuali Zaha yang terbirit-birit ke luar lapangan.

Tribun belakang gawang Stadion Bramall Lane bersuka ria. Memimpikan tim mereka tidak menumpang lewat. Mereka percaya, Wilder memang seorang warga lokal, penggemar berat, mantan pemain, dan pelatih terbaik untuk Sheffield saat ini.

Wilder bersama-sama para pemain yang penuh antusias mencecap level tertinggi ibarat tengah mengasah tajam pedang perang mereka. Besi adalah meental mereka yang mulanya ditempa di divisi bawah. Sekarang sudah terbentuk menjadi pedang yang tajam atau tumpulnya, berfungsi atau nirguna, tergantung kecakapan mereka mengoyak.

Sheffield kota industri penghasil besi, beserta produk olahannya seperti alat potong. Sheffield United berjuluk Si Pedang, siap memotong nasib buruk mereka sebagai tim medioker.

Asah terus sampai tajam, The Blades!

Sumber: The Guardian/BBC