Aspire Academy, Inspirasi Kesuksesan Qatar

Foto: Squawka

Qatar membuat kejutan di Piala Asia 2019. Mereka datang tidak sebagai unggulan. Status tuan rumah Piala Dunia 2022 awalnya dianggap hanya jadi beban tersendiri bagi anak-anak asuh Felix Sanchez Bas. Apalagi ditambah segala kontroversi yang menyelimuti semua itu: Pelanggaran hak asasi manusia, jadwal, hingga kasus korupsi dan suap dalam pemilihan.

Namun, beban tersebut diubah Sanchez menjadi motivasi. Sejak awal mata Qatar sudah tertuju pada gelar juara. “Semuanya ingin menjadi juara Piala Asia. Begitu juga Qatar,” kata Sanchez. Meski demikian, Sanchez sadar bahwa menjadi juara adalah hal sulit bagi Qatar.

Australia, Jepang, dan Korea Selatan merupakan favorit di awal kompetisi. Ditambah lagi kehadiran pelatih-pelatih kelas dunia seperti Marcelo Lippi (Tiongkok), Sven-Goran Erikssen (Filipina), dan Carlos Queiroz (Iran), Qatar tidak diperhitungkan. Nama Felix Sanchez tidak setenar pelatih-pelatih di atas meski memiliki latar belakang sebagai mantan pemain FC Barcelona.

Bukan unggulan, tapi Qatar punya beban. Beban untuk membuktikan diri bahwa mereka bisa menjadi kekuatan baru sepakbola dan layak tampil di Piala Dunia. “Kami ingin beri pembuktian ke dunia bahwa Qatar bisa sejajar dengan negara-negara Asia lainnya. Piala Asia akan menjadi persiapan kami sebelum 2022,” kata Sanchez.

Satu Negera Satu Kesebelasan

Untungnya, Qatar sudah melakukan persiapan tersebut setidaknya sejak 2014 lewat Aspire Academy. Aspire Academy dibuka sejak 2004, tapi baru 10 tahun kemudian akademi ini jadi tulang punggung sepakbola Qatar. Tampil di Piala Asia U19 ke-38, semua pemain Qatar berasal dari Aspire Academy.

Sebelum bisa membentuk tim untuk Piala Asia U-19 2014, Qatar melakukan pencarian bakat ke seluruh dunia. Dibantu mantan pemain-pemain ternama yang pernah main di Qatar seperti Josep Guardiola (Al-Ahli), Ronald De Boer (Al-Rayyan dan Al-Shamal), dan Frank Leboeuf (Al-Sadd dan Al Wakrah), talenta-talenta yang diinginkan mendarat di Doha. Salah satu dari pemain itu adalah pemuda kelahiran Lhokseumawe, Aceh, Andri Syahputra.

Membangun sebuah tim nasional dari satu kesebelasan juga bukan sesuatu yang salah. Ada beberapa contoh lain selain Aspire Academy dan Qatar. Young Lions Singapura misal, mereka bermain di liga domestik (Singapore Premier League) dengan diisi pemain-pemain dari tim nasional U23. Harimau Muda di Malaysia juga sama sebelum dibubarkan di 2015.

2008, Indonesia bahkan mengirim tim nasional U16 ke Uruguay, membentuk kesebelasan, dan bermain di liga junior. Meski hasilnya tidak begitu cemerlang, SAD Indonesia, Young Lions, dan Harimau Muda adalah contoh bahwa kebijakan Qatar adalah hal lumrah.

Kabasele merupakan produk akademi Eupen
Foto: Watford FC

Koneksi di Eropa

2017, Aspire melebarkan sayap mereka ke Eropa. 2 kesebelasan di Benua Biru tak sekedar menjadi rekan untuk menyalurkan talenta tapi dijadikan klub milik Aspire. Kedua klub itu adalah Cultural Leonesa (Spanyol) dan KAS Eupen (Belgia).

Baik Leonesa dan Eupen mungkin bukan kesebelasan ternama di negara mereka. Namun, keduanya memiliki reputasi yang cukup bagus dalam mengembangkan talenta muda.

Tony Villa yang kini bermain di La Liga bersama Real Valladolid merupakan mantan pemain dari Leonesa. Valladolid membuang Villa ke Leonesa pada musim panas 2016, setahun kemudian mereka kembali menginginkan dirinya. Leonesa yang memboyong Villa secara gratis mendapat keuntungan sekitar 500 ribu Euro dari penjualan Villa.

Sementara KAS Eupen merupakan tempat Christian Kabasele mempelajari sepakbola. 4 tahun di Eupen sejak masih remaja, Kabasele tampil untuk Tim Nasional Belgia dari U17 hingga U21. Bahkan debut untuk tim senior pada 2016, di tahun yang sama pula, Watford menginginkan jasanya untuk mengarungi Premier League.

Dengan memiliki kedua kesebelasan tersebut, Aspire bisa mengirim talenta lokal untuk bermain di Eropa. Per 31 Januari 2019, Leonesa sudah pernah mencoba delapan talenta Qatar, sementara Eupen mencapai 14 pemain.

2018, mereka memperluas koneksi dengan sepakbola Eropa dengan menjalin kerja sama dengan Leeds United. Namun belum ada pemain Qatar yang berhasil menembus tim utama The Peacocks. Meski demikian Aspire berhasil membawa mata mereka hingga dipandang dunia. Bayern Munchen, PSV Eindhoven, dan Paris Saint-Germain merupakan beberapa tim kelas berat Eropa yang memilih Aspire sebagai tempat berlatih saat musim dingin 2019.

Akhram Afif (kanan) jadi arsitek andalan Qatar
Foto: Inside World Football

Piala Asia Sebagai Musim Panen

Membangun koneksi dengan kesebelasan-kesebelasan di Eropa sembari mengembangkan talenta lokal membuat Aspire menjadi inspirasi sepakbola Qatar. Piala Asia 2019 menjadi bukti dari segala kerja keras mereka untuk membangun talenta muda.

Hampir setengah dari skuat Tim Nasional Qatar di Piala Asia 2019 merupakan jebolan Aspire Academy. Tidak semuanya mengawali karir di Aspire karena akademi tersebut juga mencari talenta dari seluruh dunia, tapi tempat tersebut menjadi batu loncatan mereka.

Pada Piala Asia 2019, Qatar adalah kesebelasan paling produktif dengan mencetak 16 gol dari enam pertandingan (belum termasuk final). Mereka juga belum pernah kebobolan di turnamen tersebut.

Pemain paling subur di Piala Asia 2019, Almoez Ali, adalah jebolan Aspire Academy. Begitu juga dengan raja umpan, Akhram Afif yang kini berstatus pemain Villarreal. Mengenal satu sama lain sejak kecil membuat keduanya sangat mudah melakukan komunikasi ketika ada di atas lapangan. Afif mencatat delapan umpan hingga semi-final, dan setengahnya diubah menjadi gol oleh Ali. Ali sendiri mencetak delapan gol di Piala Asia 2019.

“Ali dan Afif sudah kenal satu sama lain sejak kecil. Mereka tahu apa yang disukai dan dibenci satu sama lain. Itu sangat membantu,” kata Bassam Al-Rawi, bek Tim Nasional Qatar.

Felix Sanchez yang membawa Qatar hingga partai puncak juga merupakan pelatih Ali dan Afif saat di Aspire Academy. Mereka sudah lama mengenal satu sama lain dan itu berkat Aspire Academy.

“Kami punya Aspire Academy yang sangat membantu tim nasional. Para pemain kenal satu sama lain sejak masih anak-anak atau remaja. Itu menjadi kunci dari semua ini [lolos ke final]. Aspire juga dibantu pihak asosiasi karena memiliki target yang sama dengan Tim Nasional Qatar,” aku Sanchez.