Barcelona vs Inter Milan 2010 (2): Kemenangan Perang Psikologis Jose

Foto: FourFourTwo.

Remontada, menjadi tekad Barcelona kala menjadi tuan rumah, mereka harus menang aggregate minimal dua gol atau lebih. Tugas yang sebenarnya mudah dengan adanya pemain semewah yang dimiliki Pep.

Namun Inter Milan yang menang aggregat, bermain lebih defensif, mereka tidak mengihraukan bagaimana mencetak gol, namun mempersempit ruang dan membuat Barcelona mati kutu. Mou tahu, nihil kemungkinan Inter Milan bisa mencuri gol di laga ini, maka pertahanan kokoh adalah harga mati.

Secara skema, Barcelona tidak banyak melakukan perubahan, kecuali di sisi tengah dimana Keita bermain lebih kedalam menggantikan Maxwell yang dieksploitasi di leg pertama, Yaya Toure dimankan sebagai jangkar. Di kubu Inter Milan, mereka mencadangkan Eto’o dan memainkan Chivu di lini tengah, Milito menjadi striker tunggal di depan.

Semua berjalan lancar bagi Barcelona dan Inter Milan. Barcelona dominan, Inter Milan bertahan cukup dalam. Hingga telenovela Busquets mengubah alur, dengan penuh drama, Busquets seolah-olah terkena tamparan kala berebut bola dengan Thiago Motta. Kartu merah bagi Motta membuat Inter Milan bermain dengan 10 pemain, namun Mou sudah memperhitungkan itu.

https://www.youtube.com/watch?v=Ft_xGZhhto0

Inter Milan sejak awal diminta waspada terhadap permainan penuh drama Barcelona, bahkan Mou meminta jangan ada yang bersentuhan tanpa bola dengan pemain Barcelona. Pun apabila ada pemain mendapatkan kartu merah, Inter masih memiliki kekuatan bertahan.

Kuncinya ada di psikologi pemain. Sejak awal para pemain yang membutuhkan pembuktian ini, adalah serdadu terbaik yang bisa didapatkan Mourinho, mereka sangat menghormati dan tidak membantah, Eto’o yang disuruh bermain melebar oleh Mou, atau Chivu yang harus bisa bermain di sektor gelandang, adalah hal-hal yang sulit terjadi apabila Mou tidak punya otoritas yang kuat.

Inter bertahan sangat dalam, Chivu menjadi pemain yang paling bekerja keras, Samuel menjadi sweeper dan Chivu menjadi pemain “half-back” pertahanan berlapis Inter Milan membuat pemain Barcelona kesulitan, terutama sekali lagi karena sosok Ibrahimovic.

Pergrakan statisnya dalam satu jam pertandingan, membuat serangan Barcelona tidak lancar dan minim inovasi. Baru setelah ditariknya Ibra dan memasukkan Bojan Krikic, permainan Barcelona lebih cair. Namun itu tidak cukup, Inter Milan benar-benar bertahan total, dan gol tunggal Pique tidak mengubah hasil bahwa Inter Milan melaju ke Final dan Mou menikmati malam yang indah di Camp Nou.

Semua mengkritik apa yang dilakukan Mou, kecuali kiper Barcelona, Victor Valdes. Menurutnya Inter Milan diperkuat prajurit “siap mati” demi Mourinho, terbukti, Maicon kehilangan satu giginya dalam laga ini, namun tetap bermain dengan spartan. Valdes memuji kemampuan psikologis Mou dalam membangun mental bermain Inter Milan. “Ketika anda bermain seperti permainan yang anda lihat, itu bukan lagi tentang skill,tapi pertumpahan darah, seperti prajurit,” ujar Valdes.

Benar saja, Inter Milan melaju ke Final dan di akhir musim meraih treble winners usai menjuarai Liga Champions, Liga Italia dan Coppa Italia. Pembuktian pemain lapar pengakuan pun terwujud, Diego Milito tidak lagi disandingkan dengan sang adik, Lucio kemudian menjadi pilihan utama Brasil, Sneijder menjadi tumpuan Belanda di Piala Dunia 2014 dan Eto’o membuktikan kepada Barcelona, adalah hal yang salah melakukan pertukaran dengan Ibrahimovic.

Dari semua itu, Mourinho membuktikan, dirinya adalah pelatih dengan pendekatan psikologis terbaik, taktik memang berperan penting dalam konsistensi di sebuah Liga atau turnamen, namun di tangan Mou, psikologis adalah bagaimana membentuk mental yang akan mengarah ke kekuatan fisik dan rasa lapar meraih kemenangan atau gelar.

Baca bagian pertamanya: Barcelona vs Inter Milan 2010 (1): Berkah Meletusnya Gunung