Dennis Bergkamp dan Ketakutan Untuk Terbang

Patung Dennis Bergkamp. Foto: Arsenal.com

22 Februari 2014 menjadi hari yang bersejarah bagi Dennis Bergkamp. Jelang pertandingan antara Arsenal melawan Sunderland, pihak klub meresmikan patung dirinya di luar Emirates Stadium sebagai penghargaan bagi kariernya yang cukup sensasional bersama Meriam London. Pemain asal Belanda ini adalah orang Arsenal keempat yang diabadikan dalam sebuah patung setelah Herbert Chapman, Tony Adams, dan Thierry Henry.

Selain dikenal karena torehan 120 gol dan 94 asis di Premier League, Bergkamp juga dikenal karena memiliki skill individu dan teknik yang mumpuni. Kontrol bola yang ciamik menjadi keahiliannya. Bergkamp bisa dengan lihai mengontrol bola panjang yang dikirimkan rekan setimnya.

Momen mengontrol bola inilah yang kemudian diabadikan menjadi sebuah patung sekaligus mewakili sosok Bergkamp yang sebenarnya. Dalam sebuah pertandingan melawan Newcastle United pada 2003, ia mengontrol bola

Gaya dari patung Bergkamp sendiri diambil dari momen ketika Arsenal bertanding melawan Newcastle United pada 2003. Dengan dua kaki yang berada di udara, Bergkamp mengontrol bola kiriman rekan setimnya dengan sangat baik. Momen yang memperlihatkan kalau Bergkamp seolah-seolah sedang terbang menjemput bola, meski kenyataannya ia sangat membenci ‘terbang’.

Awan Gelap, Mati Mesin, dan Prank Bom

Jika Robin van Persie mendapat julukan Flying Dutchman, maka Bergkamp mendapat julukan Non Flying Dutchman. Bergkamp yang begitu menakutkan di kotak penalti lawan ternyata memiliki aviophobia yaitu ketakutan untuk naik pesawat terbang. Bahkan ketakutannya ini didapat ketika ia sudah tumbuh dewasa.

Dalam bukunya “Stillness and Speed” Bergkamp mengisahkan awal mula rasa takutnya muncul ketika berada di pesawat terbang. Saat itu, ia masih berusia muda dan memperkuat Ajax Amsterdam. Pesawat yang ia tumpangi tersebut kemudian melintasi Gunung Etna di kawasan Catania, Italia. Pesawat kemudian masuk dalam gumpalan awan yang membuat Bergkamp tidak bisa melihat apa pun. Guncangan yang kuat membuat tubuhnya gemetar.

“Saya tahu terbang seperti apa. Saya sudah berkali-kali merasakannya di pesawat besar, kecil, atau yang lebih kecil lagi. Bersama Ajax, saya pernah terbang dengan pesawat kecil di atas Gunung Etna dekat Napoli dan ketika masuk ke sebuah kantong udara, segalanya menjadi mengerikan. Saya telah melihat semuanya dalam hal terbang, dan saya tidak mau terbang lagi,” kata Bergkamp.

Rasa takut Bergkamp untuk terbang semakin kuat ketika ia membela Inter Milan. Saat itu, juara Liga Champions 2009/2010 ini sedang rutin-rutinnya untuk menuju markas tim lawannya dengan menggunakan pesawat terbang kecil. Saat bersiap bertandang ke Fiorentina, keringat dingin langsung keluar dari tubuh Bergkamp ketika ia melihat baling-baling pesawat. Sebelumnya, ia sempat mengalami perjalanan yang menakutkan ketika pesawatnya kembali masuk dalam gumpalan awan dan bergoncang beberapa kali.

“Anda hanya bisa melihat pemandangan warna putih dan abu-abu. Sulit untuk menemukan ruang karena segalanya menjadi sempit dan sesak. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali duduk dengan badan terguncang sepanjang perjalanan,” kata Bergkamp masih dalam bukunya.

“Saya benar-benar tidak ingin melakukan ini lagi. Sangat buruk sehingga saya hanya menatap langit dan melihat seperti apa cuacanya. Apakah ada awan datang? Bagi saya, perjalanan ketika bermain sepakbola itu seperti neraka,” lanjutnya.

Bergkamp memang tampak ditakdirkan untuk tidak berjodoh dengan penerbangan. Yang menarik, pengalaman buruknya tidak hanya dirasakan ketika ia membela klub melainkan saat ia berbaju timnas Belanda. Rangkaian pertandingan yang memaksa Bergkamp untuk terbang menggunakan pesawat kembali membawanya ke sebuah pengalaman yang mengerikan.

Diceritakan oleh Lee Dixon, rekan setimnya di Arsenal, Bergkamp takut saat pesawat yang ia tumpangi mengalami masalah di mesin pada penerbangan menuju Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat.

“Dennis memiliki penerbangan yang buruk sepanjang Piala Dunia 1994 bersama timnas Belanda. Saya pikir kalau saat itu ada yang salah dengan pesawatnya terutama di bagian mesin. Tetapi, sepertinya insiden itu berbau mistis dan Bergkamp tidak banyak membicarakannya. Tapi bagi saya itu juga menjadi alasan dia kalau terbang bukan pilihan yang tepat untuk kariernya,” tutur Dixon.

Pada penerbangan lainnya, Bergkamp langsung mengalami kejadian mengerikan sebelum pesawat yang ia tumpangi beranjak dari lintasan. Seorang jurnalis Belanda mengacaukan suasana dengan menyebut kalau ia membawa tas berisi bom. Maksud si jurnalis adalah bercanda, namun bercanda seperti itu di dalam pesawat jelas sebuah tindakan yang konyol. Karena hal tersebut, penerbangan sampai ditunda dan si jurnalis ditangkap oleh polisi. Bagi Bergkamp kejadian tersebut jelas semakin membuatnya trauma.

Bergkamp bukannya tidak pernah berusaha untuk menghindari ketakutannya ini. Saat di Inter, ia meminta tolong kepada pelatihnya, Ottavio Bianchi untuk memberikan keringanan untuk tidak ikut terbang, sayangnya permintaan ini ditolak. Bahkan ia sempat meminta keringanan kepada KNVB saat Belanda menuju Turki untuk pertandingan kualifikasi Piala Dunia.

“Saya tidak bisa terbang lagi. Saya membeku dan panik. Saya tidak bisa tidur,” katanya.

Baru ketika ia pindah ke Arsenal, ia mendapatkan sosok Arsene Wenger yang begitu mengerti keadaannya. Lee Dixon sendiri menceritakan kalau Arsenal akan melakukan segala cara untuk membuat Bergkamp tetap terlibat dalam tim utama meski salah satunya adalah tidak pergi dengan rekan setimnya menggunakan pesawat. Meski kadang Arsene Wenger kasihan kalau ia sudah kehabisan tenaga karena lama di perjalanan.

“Jika saya berbicara tentang kontrak di Arsenal, lalu saya meminta satu juta Pounds, maka mereka secara otomatis akan menguranginya sebanyak seratus ribu karena saya tidak ikut terbang. Dan saya menerima keputusan itu,” kata Bergkamp.