Inggris konon merupakan negara asal sepakbola. Namun sejak menjadi juara Piala Dunia pada 1966 lalu, Kesebelasan Negara Inggris seperti sulit meraih gelar juara. Pada gelaran Piala Dunia 2014 lalu misalnya, Inggris tersungkur di fase grup.
Hasil sekali imbang dan dua kali kalah menjadikan mereka juru kunci di bawah Kosta Rika, Uruguay dan italia. Hasil minor juga ditorehkan di Euro 2016. Menghadapi negara debutan Islandia, Three Lions harus mengakui keunggulan Islandia 2-1.
Prestasi Inggris dalam turnamen sepakbola Internasional pun terhitung medioker. Padahal Tim Nasional Inggris selalu diperkuat nama-nama besar seperti Wayne Rooney, Steven Gerard, Frank Lampard, hingga John Terry.
Di tiap turnamennya para pendukung Inggris, selalu dibuat garuk-garuk kepala dengan permainan Inggris. Dalam satu pertandingan Inggris bisa sangat digdaya, namun di pertandingan berikutnya seperti tim debutan. Belum lagi dengan blunder-blunder yang secara konsisten dilakukan, seperti David Seaman di Piala Dunia 2002, atau Joe Hart di Euro 2016 lalu dan jangan lupakan blunder Robert Green di 2010 lalu.
Menyambut Piala Dunia 2018 ini, banyak keraguan turut membayangi langkah Inggris berlaga. Selain dipanggilnya Danny Welbeck untuk berangkat ke Rusia, sang Manajer, Gareth Southgate, juga dianggap belum layak memimpin Inggris di Piala Dunia. Padahal, sejak 2016 setelah menggantikan Sam Allardyce, Southgate sukses tanpa halangan membawa Inggris ke Piala Dunia. Rekor Inggris di bawah Southgate pun cukup impresif. Dari 20 partai, Southgate mencatatkan 12 kemenangan, 6 kali imbang, dan hanya 2 kali kalah.
Gareth Southgate, Dia yang Menyatukan Skuat Inggris
Southgate sejatinya dipromosikan untuk menangani Inggris setelah catatan mengesankannya bersama Inggris U-21. Total rasio kemenangan Southgate dari 33 pertandingan bersama Inggris U-21 mencapai 80%. Namun di balik prestasi tersebut, noda besar ditorehkan Southgate setelah membawa Inggris U-21 menjadi juru kunci di Piala Euro U-21, 2015 lalu.
Menangani tim senior Inggris, tekanan langsung diterima Southgate. Karier manajerial Southgate yang masih minim, dianggap belum pantas menangani Inggris. Pria berusia 47 tahun ini dengan tenang menjawab semua kritikan yang hadir kepadanya, dengan membawa Inggris mencatatkan hasil yang cukup impresif di babak kualifikasi Piala Dunia.
Sebanyak 8 kemenangan, 2 kali hasil seri dan tanpa menelan satupun kekalahan, membawa Inggris melenggang mulus ke Piala Dunia. Tekanan tidak berhenti bagi Southgate. Pergantian kursi Manajer Inggris sempat berhembus menjelang Piala Dunia. Namun FA tetap mempercayai Southgate di Piala Dunia.
Apa yang dilakukan Southgate bersama Inggris sejatinya cukup sederhana. Jermain Defoe menjelaskan bagaimana kecerdasan Southgate dalam menyusun skuat. “Pertama kali saya datang dalam skuat di bawah Southgate, semua langsung menyatu. Terdapat banyak pemain dari Manchester United, dari Chelsea, tapi ketika semua bermain untuk Inggris, tidak ada yang membahas tentang klub, semua menjadi satu tim, arahan dari Southgate yang membuatnya seperti itu,” tutur Defoe di Sky Sports.
Cara Southgate menyatukan skuat pun terbilang unik. Sebelum pertandingan menghadapi Prancis dan Skotlandia, Southgate mengirim para pemainnya berlatih bersama Angkatan Laut Inggris selama 3 hari. Tujuannya? Menyatukan skuat sekaligus mengajarkan mereka untuk tampil lepas.
“Itu tidak akan pernah terjadi di masa lalu. Itu tidak akan terjadi. Apakah Anda pikir Anda akan memberi tahu David James atau Sol Campbell untuk berkemah di hutan? Kami tidak memiliki telepon. Saya melakukan hal-hal yang tidak pernah saya pikir akan saya lakukan.
“Ada saat-saat ketika saya merasa sedikit takut melakukannya tetapi Anda harus karena rekan satu tim Anda mendorong Anda dan itu semua tentang membangun itu. Tidak ada relevansi langsung dengan sepakbola tetapi pada akhirnya adalah tentang mengeluarkan para pemain dari zona nyaman mereka,” kenang Defoe yang juga menjadi bagian dari kamp pelatihan tersebut.
Selain penyatuan skuat, nama-nama yang dipanggil Southgate merupakan nama-nama yang juga dipanggilnya dalam skuat Inggris U-21 yang pernah ia pegang, seperti Jack Butland, Harry Kane, John Stones, Jesse Lingard, hingga Ruben Loftus-Cheek. Bahkan Kane kini menjadi Kapten dari Inggris di Piala Dunia kali ini.
Optimisme Inggris di Piala Dunia
Komposisi skuat yang dibawa Southgate kali ini bisa dibilang memang yang terbaik untuk Inggris saat ini. Namun poin penting dari bagusnya performa Inggris sejauh ini adalah taktik yang digunakan Southgate.
Menggunakan formasi 3-3-2-2, formasi ini memiliki keunggulan dari segi fleksibilitas sekaligus mempermudah transisi dari menyerang ke bertahan. Trio John Stones-Harry Maguire-Kyle Walker, bisa dibilang sangat solid. Hal ini terbantu dengan dua pemain terluar di tengah seperti Kevin Trippier, Dele Alli, juga harus aktif dalam bertahan dan membuat lini tengah lebih padat sehingga pemain lawan kesultan membuat peluang.
Dan ketika menyerang pun, Inggris sangat cepat dengan adanya kehadiran Ashley Young yang kali ini berperan sedikit ke dalam. Seringkali Young bertukar posisi dengan Alli atau Lingard di sayap. Alli dan Lingard diberikan kebebasan untuk menusuk ke jantung pertahanan sedangkan Young mengisi posisi yang ditinggalkan Alli atau Lingard.
Southgate bukan hanya menyatukan skuat Inggris, namun juga menyatukan dukungan terhadap Inggris di Piala Dunia kali ini. dengan menyuguhkan permainan yang apik, para supporter Tim Nasional Inggris optimis bahwa Inggris akan menjadi juara Piala Dunia kali ini. tidak ada drama dalam internal tim, taktik yang sesuai, kekompakan yang terjalin. Membuat Inggris sangat dijagokan untuk menjadi penantang serius gelar Piala Dunia kali ini.
Kini hanya berharap bahwa Inggris bermain konsisten dan mampu menjawab ekspektasi juara Piala Dunia dari para supporter. Dengan chants” footballs coming home” kini bergema di mana-mana. Optimisme juga harus diterapkan para pemain Inggris dilapangan. Atau mungkin kita melihat skenario lain berupa blunder-blunder yang secara konsisten dilakukan dalam beberapa turnamen terkahir?