“Dia adalah Tuhan,” sebuah kalimat yang mungkin akan merujuk ke pesepakbola arogan asal Swedia, Zlatan Ibrahimovic. Namun, pernyataan tersebut bukanlah hal yang merujuk pada Zlatan, namun kalimat yang dilontarkan oleh supporter Inter Milan di Camp Nou pada tahun 2010 kepada sang manajer, Jose Mourinho.
Mungkin mengemas dari pertandingan antara Inter Milan dan Barcelona pada semi final Liga Champions 2010, laga berkesudahan 3-2 secara agregat, Inter Milan menyingkirkan Barcelona yang sangat digdaya di Eropa. Tangan dingin Pep Guardiola benar-benar membuat El Barca menjadi tim yang sulit dikalahkan. Inter Milan tahu bahwa mereka tidak mungkin mencuri kemenangan di kandang Barcelona, pun sulit mengalahkan mereka di San Siro. Tetapi kontrastrategi dan “Ketuhanan” Mourinho membuat Barca gigit jari.
Skuat yang butuh pembuktian
Inter Milan menunjuk Jose Mourinho sebagai manajer pada 2 Juni 2008, kala itu ia menggantikan Roberto Mancini. Mou dikontrak tiga tahun masa bakti dengan Inter. Mou tidak mampu berbuat banyak di musim perdananya. Namun di musim 2009/2010, Jose Mourinho dan Inter Milan melakukan sebuah perubahan besar.
Zlatan Ibrahimovic ditukar dengan Samuel Eto’o, Snijder didatangkan dari Real Madrid, Diego Milito dari Genoa, dan Lucio didatangkan dari Bayern Munchen. Kedatangan deretan pemain ini sangat membantu Mourinho dan keputusan Mou sangatlah tepat.
Baik Eto’o, Milito, Lucio dan Sneijder membuktikan kualitas yang mereka miliki. Pertukaran Eto’o misalnya. Pemain Kamerun ini menyumbangkan banyak gelar bagi Barcelona, tentu ketika dirinya ditukar dengan Ibra, ada rasa dendam untuk membuktikan diri bahwa yang dilakukan Barcelona adalah keliru, dan pada akhirnya memang keliru.
Lucio dan Sneijder didatangkan dengan status berbeda, Sneijder dianggap gagal bersinar di Real Madrid, karena cedera membuatnya gagal menampilkan permainan terbaik. Sedangkan Lucio, ia dilepas oleh Bayern Munchen bersama dengan Podolski, Tim Borowski dan Luca Toni dalam rombongan yang tidak masuk skema Louis van Gaal.
Diego Milito, datang dari Genoa, di usia 30 tahun dan hanya memperkuat tim-tim gurem seperti Zaragoza dan Genoa, karir Diego selalu dibandingkan dengan sang adik Gabriel Milito yang lebih moncer. Meskipun bersama Zaragoza dan Genoa penampilan Diego tidak pernah mengecewakan.
Skuat haus pembuktian ini sedikit terbantu di Serie-A di mana saat itu Juventus masih berkompetisi di Serie-B karena kasus Calciopoli. Inter Milan digdaya di Liga Italia. Namun Moratti menunjuk Jose Mourinho bukan untuk menjadi juara liga domestik, tapi memuaskan rasa lapar meraih gelar yang lebih bergengsi: Liga Champions.
Di Liga Champions, Inter Milan berada satu grup dengan Barcelona, Dynamo Kyiv, dan Rubin Kazan, di Grup F. Nerazzuri lolos sebagai runner-up di bawah Barcelona. Ujian besar Inter Milan adalah di babak 16 besar, Chelsea menjadi penantangnya. Mou membuktikan pada mantan timnya tersebut, dirinya masih layak menjadi manajer. Chelsea disingkirkan secara aggregate 3-1.
Di babak perempat final, Inter Milan datang ke Rusia, untuk menantang CSKA Moscow. Sempat kesulitan di leg perdana, Inter Milan melaju ke babak semi final dengan agregat 2-0. Penantang Inter Milan adalah tim yang paling ditakuti seantero Eropa: Barcelona.
Leg Pertama Inter Milan vs Barcelona
San Siro mendapatkan kesempatan menggelar leg pertama. Mourinho sejak awal meyakini, Inter Milan akan lolos dengan menang telak di leg pertama. Ia bahkan menyebut, Inter Milan akan menang 3-0 atau 4-0 dari Barcelona. Tampak percaya diri namun itulah Mourinho. Keyakinannya adalah perang psikologis. Bagi Barcelona tentu ucapan Mou seolah meremehkan mereka, sedangkan bagi Inter, itu menjadi motivasi.
Barcelona saat itu diisi trinitas suci: Ferran Soriano, Txiki Begiristain, dan Marc Ingla, di jajaran direksi, dan disempurnakan dengan Pep Guardiola yang diangkat dari pelatih tim Barcelona B. Pep membuat permainan Barcelona sangat enak dinikmati, juga efektif di depan gawang. Namun bersama dengan itu selalu ada celah di balik kesempurnaan.
Seolah pernyataan mengenai Ketuhanan Mou, sebelum leg pertama digelar di San Siro, Gunung Eyjafjallajökull Meletus 20 Maret 2010, membuat seluruh langit Eropa tertutup abu dan kabut. Akibatnya penerbangan terganggu, beberapa pertandingan di liga-liga Eropa ditunda. Pun aspek lain seperti kesehatan pernapasan menjadi terganggu.
Hal tersebut memengaruhi Barcelona. Mereka harus menunggu hingga menit terakhir agar bisa pergi ke Milan dengan pesawat terbang. Namun hingga empat hari sebelum pertandingan, tidak ada maskapai yang berani terbang. Bahkan skuat Barcelona sempat berpikir untuk terbang dari Prancis atau Portugal. Namun pada akhirnya, jalan darat menjadi satu-satunya jalan.
14 jam perjalanan yang melelahkan membuat kondisi pemain Barcelona tidak dalam kondisi fisik yang baik. Ketika wartawan Independent berkelakar “Barcelona menempuh perjalanan dengan bis selama 14 jam, namun Anda bermain dengan parkir airbus, bagaimana komentar Anda?,” dengan senyum simpul Jose menjawab “Itu berhasil dengan baik.”
Leg pertama, Mourinho turun dengan 4-2-3-1, dengan pendekatan berbeda, sisi kiri pertahanan menjadi perhatian Mou, pasalnya di sinilah letak Messi dan Dani Alves berkreasi. Mou menugaskan Pandev, Cambiasso, Zanetti, menutup ruang ini secara bergantian dan mengantisipasi akselerasi Dani Alves di sisi luar, apabila Messi melakukan cut inside.
Mou juga mengamati Ibra dan Maxwell sebagai sisi yang bisa diincar. Ibra tidak punya kecepatan, bahkan konon Ibra bukanlah pemain incaran Pep. Posisi Ibra yang statis mempengaruhi pergerakan penyerang Barcelona. Sedangkan Maxwell tidak begitu baik dalam bertahan, sisi ini yang di eksploitasi Milito di sisi kanan penyerangan. Milito akan menahan bola sembari menunggu pergerakan dari lini kedua.
Hasilnya, meskipun kecolongan lewat gol Pedro hasil akselerasi Maxwell di sisi kanan pertahanan, tiga gol Inter Milan berasal dari sisi yang sama, apa yang diperhitungkan Mou tidak meleset. Hadirnya Ibra membuat lini depan Barcelona statis dan nihil inisiatif kecuali dari Messi, sedangkan lini Maxwell selalu menjadi titik lemah di pertahanan.
Aggregat 3-1 dikantongi Inter Milan untuk melanjutkan leg kedua yang akan digelar di Camp Nou satu pekan setelahnya. Mou tetap optimis dan menyiapkan taktik berbeda yang akan membuat semua suporter Barcelona berang, namun tidak dengan kiper Barcelona, Victor Valdes.