Kisah Tangis Mourinho Saat Tinggalkan Inter Milan

Tidak ada yang memungkiri, bahwa Jose Mourinho memang termasuk salah seorang pelatih terbaik di dunia saat ini. Dia sudah memenangkan berbagai trofi bergengsi di level Eropa, termasuk dua gelar juara Liga Champions, musim 2003/2004 bersama klub Portugal Porto dan musim 2009/2010 bersama tim Serie A Italia Inter Milan. Bahkan, manajer asal Portugal ini juga sudah mencatatkan diri sebagai salah seorang pelatih yang pernah meraih treble winners ketika dia membawa Inter Milan menjuarai Liga Champions; hanya tujuh pelatih dengan prestasi serupa di dunia.

Semasa menukangi klub berjuluk I Nerazzurri itu pula yang disebut-sebut sebagai masa-masa terbaik dalam karier kepelatihan Mourinho. Ketika itu dia berada di Giuseppe Meazza, markas Inter Milan selama dua musim pada periode 2008-2010. Total lima trofi berhasil dipersembahkannya bagi klub tersebut; termasuk Scudetto alias juara Serie A 2008/2009 dan juara Piala Super Italia 2008, selain juga treble winners di musim berikutnya. Di akhir musim 2009/2010, setelah dia meraih prestasi tertinggi dalam kariernya sejauh ini, Mourinho pun kemudian menerima pinangan raksasa Spanyol, Real Madrid.

Tetapi, tidak banyak yang tahu, pelatih yang menjuluki dirinya sebagai The Special One itu sempat merasa berat hati untuk meninggalkan kota Milan, di mana Inter Milan bermarkas; sekota dengan raksasa Italia lainnya, AC Milan. Dia sempat berpikir ulang sebelum mengambil keputusan.

Namun, tawaran dari klub yang berjuluk El Real tersebut terbukti memang sulit untuk ditolak. Bahkan, kompensasi yang diterima Mourinho atas kepindahannya ke Madrid berhasil memecahkan rekor dunia, ketika disepakati pada 28 Mei 2010; meskipun keputusan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah baginya.

Sebenarnya, sehari setelah memenangkan Liga Champions pada 22 Mei 2010, Mourinho memang sudah memberi sinyal soal rencana kepergiannya itu. “Sedih, karena hampir pasti ini pertandingan terakhir saya bersama Inter,” ungkapnya ketika itu. “Jika Anda tidak melatih Real Madrid, maka Anda akan selalu memiliki celah dalam karier Anda,” tambahnya.

Namun, tetap saja keputusannya itu terasa sangat berat. Bahkan, eks Presiden Inter Massimo Moratti menyebut Mourinho sempat menangis, seperti diceritakannya baru-baru ini.

“Final Liga Champions adalah akhir sebuah perjalanan dan sebagai Interisti [julukan fans Inter], kami lebih menghargai perjuangan menuju final daripada hasilnya. Kami tidak bisa merayakan kesuksesan secara penuh, karena setelahnya Jose pergi dengan cepat. Setahun sebelumnya, dia memberitahu saya soal ketertarikan Madrid.”

“Lalu hal itu berulang. Anda tak bisa menahan seseorang, tetapi harus diakui memang tidak menyenangkan melihat Florentino Perez [Presiden Madrid] menanti Mourinho dalam mobil saat final Liga Champions di Stadion Santiago Bernabeu,” ungkap Moratti dilansir Goal.

Menurut Presiden Inter di masa Mourinho melatih klub tersebut itu, sang pelatih menyesal telah pergi, dan sebenarnya dia pun tidak pernah benar-benar berniat meninggalkan Italia. “Jose sendiri menyesali, bahkan sebelum mengambil keputusan. Beberapa jam kemudian di kantor saya di Milan, dia mengatakan akan pindah ke sebuah bisnis, bukan keluarga. Jose juga mengatakan, jika bisa, dia ingin bertahan di Inter. Saya bebaskan dia untuk mengambil pilihan. Air matanya saat pergi memang nyata, dan saya senang hingga detik ini dia masih mengatakan mendukung Inter,” tambah Moratti.

Pelatih berusia 54 tahun itu sendiri baru-baru ini memang juga mengakui bahwa dirinya merupakan seorang fan Inter. Mourinho pun masih terus mendukung klub berjuluk La Beneamata tersebut, dan berharap mereka bisa meraih kesuksesan di masa mendatang.

“Saya adalah Interisti dan akan selalu berharap bagi mereka untuk sukses, bahkan dari jauh,” kata pelatih yang juga pernah berkarier di Premier League Inggris bersama Chelsea dalam dua periode, sebelum pada awal musim 2016/2017 lalu mulai menukangi United tersebut, ketika dimintai komentar tentang Inter oleh Sky Sport Italia.

Namun, Mourinho enggan dibandingkan dengan Luciano Spalletti, pelatih Inter saat ini. “Luciano punya kisahnya sendiri, saya punya kisah saya, tapi saya ikut senang ketika mereka ada di peringkat pertama. Kami memiliki metode bekerja masing-masing,” pungkasnya.

Pelatih yang baru direkrut pada awal musim 2017/2018 ini memang tengah berada di atas angin, setelah membawa Inter memimpin klasemen sementara Serie A dengan koleksi 40 poin dan belum terkalahkan sejauh ini hingga pekan ke-16. Spalletti tentu saja memiliki peluang besar untuk meraih Scudetto musim ini, trofi yang terakhir kali dimenangkan klub tersebut ketika masih dibesut Mourinho pada 2009/2010.