Pasang Surut Karier Kepelatihan Roy Hodgson

Absennya Roy Hodgson dari sepakbola, berakhir setelah manajer berusia 70 tahun itu menandatangani kontrak dua tahun di Crystal Palace. Ia masuk menggantikan Frank de Boer setelah pemecatan pria asal Belanda pada awal pekan ini.

Pelatih berpengalaman itu keluar dari aktivitas sepakbola sejak Inggris dieliminasi oleh Islandia pada babak 16 besar Euro 2016. Tapi untuk setiap kekecewaan yang dialaminya dengan Inggris dan tim lainnya, ada banyak sorotan selama karir yang panjang dan terhormat.

Dari memiliki pengaruh besar pada sepakbola Skandinavia hingga bertahan dalam masa sulit dengan Liverpool. Berikut adalah titik tertinggi dan terendah karir dari seorang Roy Hodgson.

Karier Tertinggi

Kesuksesan di Skandinavia

Setelah karir bermain yang terbilang sederhana di Inggris, Hodgson menjadi manajer tim asal Swedia, Halmstad, pada tahun 1976. Ia kemudian menghasilkan salah satu prestasi paling luar biasa dalam sejarah sepakbola negara tersebut. Hodgson membimbing Halmstad memenangi gelar liga setahun setelah lolos dari degradasi. Mereka memenangkan gelar lagi pada 1979.

Hodgson kemudian mengambil alih kepelatihan Malmo pada 1985 dan membawa mereka meraih lima gelar liga berturut-turut. Sosok Hodgson dianggap telah merevolusi sepakbola Swedia dengan penerapan strategi zonal dan strategi intensitas tinggi, dan dihormati sampai saat ini.

Swiss di Piala Dunia

Pada 1992, Hodgson dan Uli Stielike bertukar posisi di Neuchatel Xamax dan timnas Swiss, memberi pria asal Inggris itu pekerjaan di tim nasional pertamanya. Dia sukses seketika, dengan Swiss hanya kalah dalam satu pertandingan di kualifikasi Piala Dunia 1994, menempati posisi kedua di belakang Italia di Grup 1.

Swiss belum mencapai kompetisi besar sejak tahun 1966 di Inggris dan mereka kemudian ditarik ke dalam grup yang menguntungkan bersama tuan rumah Amerika Serikat, Rumania, dan Kolombia.

Hodgson membimbing mereka lolos dari fase grup sebagai runner-up sebelum kalah 0-3 dari Spanyol, yang mengakhiri impian mereka di Piala Dunia, namun Swiss sama sekali tidak dipermalukan.

Menaiki karir di Inter Milan

Hodgson hijrah ke Inter pada awal musim 1995/1996 dengan klub itu sedang terpuruk di klasemen Serie A dan dalam bentuk yang mengerikan. Pria asal Inggris itu berhasil menyelamatkan sang raksasa Italia dengan menempati klasemen akhir di posisi ketujuh.

Dia tinggal selama satu musim lagi dan menambah perbaikan lebih lanjut karena berhasil membawa klub finish ditempat ketiga dan kemudian presiden Massimo Moratti sangat berterima kasih atas pekerjaan yang dia lakukan.

Berbicara di tahun 2010, Moratti mengatakan, “Roy Hodgson adalah orang penting dalam pengembangan Inter Milan sampai ke titik yang telah kita capai hari ini. Dia menyelamatkan kita pada saat yang tepat. Ketika dia datang, kita dalam masalah dan keadaan tampak gelap. Di saat yang lain panik, dia merasa tenang dan membuat kami tenang, bencana dihindari pada saat yang paling penting, semua orang di Inter akan mengingat kontribusinya.”

Fulham menapaki kompetisi Eropa

Sama seperti Inter, Fulham juga dalam masalah besar saat Hodgson mengambil alih posisi sebagai manajer pada musim 2007/2008, namun pada akhir pertandingan berikutnya ada hal yang sangat berbeda di Craven Cottage, saat ia membawa mereka ke posisi ketujuh, pencapaian tertinggi mereka di Premier League.

Itu artinya mereka berhasil menapaki kompetisi Europa League di musim 2009/2010. Fulham pun melangkah sampai ke final dengan mengalahkan Basel, Shakhtar Donetsk, Juventus, Wolfsburg, dan Hamburg.

Akhirnya Atletico Madrid menghentikan mereka di final, dengan tim asuhan Quique Sanchez Flores meraih kemenangan 2-1, namun prestasi Hodgson dengan Fulham tetap mengesankan dan membuat dia pindah ke Liverpool.

Terendah

Bristol City alami “bencana”

Setelah awalnya mengikuti Houghton ke Bristol sebagai asisten manajer pada tahun 1980, dua tahun kemudian Hodgson menggantikan temannya dan mengambil pekerjaan tersebut. Namun, pada saat itu Bristol terperosok dalam masalah keuangan dan Hodgson bertahan empat bulan sebelum dipecat setelah serangkaian hasil buruk.

Hodgson, yang berbicara dengan BBC Sport pada tahun 2012, melukiskan masa-masa suram mengenai situasi ini.

“Bristol City mengalami bencana karena kami sulit bertahan dan bank tidak akan membiayai apapun. Saya akhirnya mengambil alih pekerjaan sebagai manajer sementara, cukup mudah untuk melanjutkannya setelah semua pemain meninggalkan klub dan hanya memenuhi sisa pertandingan,” kenang Hodgson.

Gagal menangani Liverpool

Setelah dianggap pahlawan di Fulham, tidak mengherankan jika Hodgson menarik perhatian klub-klub besar dan Liverpool datang memanggil pada bulan Juli 2010 setelah berpisah dengan Rafa Benitez.

Tapi waktunya di Anfield yang tampak baik di awal, justru berbalik ketika dia dianggap sulit untuk menangani para pemain Liverpool dan mengalami kemerosotan dari internal.

Meskipun ia sempat memberikan serangkaian kemenangan sebelum pergantian tahun, Hodgson dan klub berpisah pada awal Januari.

Kesengsaraan di Piala Dunia 2014

Setelah membangun kembali reputasinya dengan West Brom, Hodgson meraih puncak karirnya ketika ditunjuk untuk menggantikan Fabio Capello sebagai manajer timnas Inggris pada Mei 2012, menjelang Euro 2012 yang berakhir dengan sebuah kekalahan melawan Italia di perempat final (melalui adu penalti, 4-2).

Kendati demikian, Hodgson menmasih dipercaya untuk tetap memimpin, dengan Inggris kemudian melaju ke kualifikasi Piala Dunia dengan catatan tak terkalahkan.

Inggris gagal memenangkan satu dari tiga pertandingan grup dan gagal lolso ke tahap gugur untuk pertama kalinya di Piala Dunia sejak 1958. Namun Hodgson tetap bertahan pada pekerjaannya.

Rasa malu di Euro 2016

Roy Hodgson gagal membawa Inggris juara di Piala Eropa 2016.

Kualifikasi untuk Euro 2016 juga cukup sederhana untuk Inggris yang dipimpin Hodgson, memenangkan semua pertandingan dan dia mendapat pujian karena mulai membawa beberapa talenta muda ke tim nasional.

Tapi tim tersebut terlihat meragukan pada putaran final, dengan penampilan timnas Inggris dirasa buruk dan jauh dari kata konsisten, bahkan dianggap sebagai tim yang tidak siap menghadapi turnamen.

Dan akhirnya  terjadilah “bencana” bagi Hodgson ketika Inggris harus menerima kekalahan 2-1 di tangan Islandia pada babak 16 besar, yang membuat manajer tersebut mengundurkan diri dari pekerjaannya.