Cerita Satu Musim Jurgen Klinsmann di Liga Inggris yang Tak Pernah Terbayangkan

Jurgen Klinsmann datang ke Inggris pada musim panas 1994, hanya dua musim setelah era Premier League dimulai. Bintang tim nasional Jerman itu direkrut oleh Tottenham Hotspur dari klub Prancis, AS Monaco dengan biaya mencapai 2 juta paun, yang terbilang besar pada masa itu. Padahal saat itu, usianya sendiri sudah memasuki kepala tiga, setelah merayakan ulang tahun ke-30 pada 30 Juli 1994.

Kedatangan Klinsmann ke Inggris pun disertai dengan padangan sinis dari banyak pihak, termasuk fans yang membencinya karena sikap negatifnya di lapangan dan statusnya sebagai bintang Jerman. Meski begitu, ternyata sang striker mampu membalikkan rasa benci itu menjadi cinta dari seluruh penggemar, setelah melakukan banyak hal baru hanya dalam satu musim keberadaannya di Inggris.

Kedatangan

Klinsmann datang ke London, ketika Tottenham baru saja menghadapi musim yang berat. Mereka mengakhiri musim 1993/1994 hanya tiga poin di atas zona degradasi, setelah klub menjalani bolak-balik masuk pengadilan karena urusan di luar lapangan. Namun, berkat kekayaan pemilik anyar Alan Sugar dan keuntungan dari kompetisi baru, The Lilywhites masih mampu membayar pemain bintang.

Klinsmann menjadi salah satu pilihan, sebagai rekrutan besar dan glamor untuk mendorong mereka naik di klasemen dan menjadikan Tottenham punya daya tarik. Tak ada yang salah dengan pilihan itu. Ada banyak pemain asing di Liga Inggris pada masa itu, termasuk di antaranya Eric Cantona dan Peter Schmeichel di Manchester United. Namun, dari sekian banyak, tak satu pun yang bisa menyamainya.

Dengan status juara Piala Dunia 1990, dua kali jadi pesepakbola terbaik Jerman, memenangkan Piala UEFA bersama Inter Milan, dan mencetak 168 gol dalam 388 penampilan papan atas di tiga liga top berbeda, Klinsmann adalah perpaduan sempurna antara bakat dan ketenaran untuk Premier League yang masih muda dan sedang haus publisitas. Meski sambutan dingin harus dihadapinya di Inggris.

Pembuktian

Penampilan Klinsmann saat mengalahkan Inggris di semi final Piala Dunia 1990 ternyata telah jadi kenangan abadi bagi publik Inggris, tetapi bukan dalam hal positif. Belum lagi, aksi diving-nya yang membuat bek Argentina Pedro Monzon diusir dari lapangan dalam partai final. Tidak heran jika The Guardian memuat artikel berjudul “Why I Hate Jurgen Klinsmann”, sebelum Liga Inggris dimulai.

Namun, rupanya pemain Jerman itu bisa mengubah persepsi publik. Dia muncul sebagai sosok yang lucu dan menyenangkan, dibarengi dengan prestasi dan penampilan yang agresif. Dalam debutnya melawan Sheffield Wednesday, Klinsmann mencetak gol gol telat untuk kemenangan 4-3 bagi tim. Dia lalu melakukan selebrasi diving yang mengundang tawa, dan berhasil memenangkan hati publik.

“Begitu status kultusnya sebagai master diving tarif tinggi telah terkikis di bawah penampilan setiap minggu, ada banyak hal yang disukai tentang Klinsmann,” tulis The Times. Yang lain paling jelas, The Guardian memuat artikel kedua dari jurnalis Andrew Anthony, dengan judulnya “Why I Love Jurgen Klinsmann”, hanya berselang enam minggu setelah tulisan sebelumnya yang banyak memberi kritik.

Berikutnya dia mencetak tujuh gol dalam enam laga pertama liga musim itu. Momen puncaknya, gol menit ke-89 ketika Tottenham bangkit dari tertinggal satu gol untuk mengalahkan Liverpool di babak perempat final Piala FA. Klinsmann pun tampak tak kenal lelah sepanjang musim, selalu jadi starter dan tampil full time di semua kompetisi dengan hanya melewatkan satu laga saja sepanjang musim.

Kepergian

Periode pertama Klinsmann di Inggris memang hanya berlangsung satu musim. Tapi itu adalah salah satu musim individu terbesar yang pernah ada dalam sepak bola Inggris, klaim Planet Football. Meski tanpa gelar bagi tim, namun pencapaiannya secara individu memang cukup menarik. 30 gol dalam 50 penampilan di semua kompetisi jadi pembuktian, dengan 21 gol dalam 41 laga di Premier League.

Klinsmann pun menutup musim sebagai pemain pertama yang meraih pernghargaan FWA Footabller of the Year atau Pemain Terbaik Asosiasi Penulis Sepak Bola dalam musim pertamanya di Inggris. Dia juga terpilih dalam PFA Team of the Year bersama duo maut Blackburn Rovers, Chris Sutton dan Alan Shearer, menjadi pemain terbaik Tottenham 1994, dan diakhiri dengan runner-up Ballon d’Or 1995.

Namun yang paling penting, Klinsmann telah membantu mendobrak sikap skeptis terhadap pemain asing di Premier League. Dia berhasil menaklukkan penggemar Tottenham dan mendapat tempat di hati mereka, termasuk publik Inggris. Setelah mengabdi untuk Bayern Munchen dan Sampdoria di Italia, sang striker sempat kembali ke London pada musim dingin 1998. Dia membukukan sembilan gol dalam 15 laga Premier League, untuk semakin menguatkan kenangan publik Britania padanya.

Sumber: Planetfootball, Wikipedia