Chris Kirkland dan Depresi yang Menghantui Kariernya

“Semua terasa gelap saat aku memasuki ruang ganti, aku bahkan merasa seperti tidak bernafas, hanya ketakutan yang masuk kedalam pikiranku, yang aku pikirkan hanyalah merakhiri semua ini tetapi semua berlangsung begitu saja,” kenang Chris Kirkland pada The Guardian.

Kirkland menceritakan momen kelam ketika dia hampir mengakhiri hidupnya di ruang ganti bersama Sheffield Wednesday. Apa yang menghinggapi Kirkland merupakan bentuk anxiety yang ia derita semenjak 2012 lalu.

Kirkland pensiun pada 2016 lalu. Sepanjang 17 tahun berkecimpung di dunia sepakbola, ia mencatatkan total 321 penampilan dan meraih satu trofi. Sepanjang kariernya, dia sempat menjadi penjaga gawang paling potensial di Inggris.

Kemudian Kirkland melanjutkan karier bersama Wigan Athletic yang menjadi puncak kariernya. Ia mencatatkan lebih dari 100 penampilan bersama Wigan, sebelum dilepas dan bermain di kompetisi tingkat bawah.

Anxiety yang diderita Kirkland bermula ketika Roberto Martinez memutuskan untuk tidak memasukkan Kirkland dalam rencananya. Kirkland bercerita, Wigan menjadi tempat yang nyaman untuknya karena dekat dengan keluarga dan dukungan yang luar biasa.

Pada 2011, Gary Speed ditemukan tewas gantung diri. Hal ini turut memengaruhi kondisi kejiwaan Kirkland.

“Saya seolah merasakan apa yang Speed rasakan dan saya akhirnya berfikir untuk mengakhiri semuanya,” kenang Kirkland.

Sampai pada satu momen ketika dia sedang berlatih bersama Sheffield Wednesday, Kirkland merasa tidak nyaman dengan semuanya. Banyak pertanyaan yang terpikir di kepalanya dan tidak ada yang mengetahui kondisi kejiwaannya kala itu. Bahkan sang istri, Leoona, yang tidak mengetahui apa yang dipikirkan Kirkland kala itu.

Di tahun yang sama, ia pun kehilangan sahabat karibnya, Callum. Hal ini kian menambah rasa depresi Kirkland. Belum lagi, anjing kesayangannya, Max, juga meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Dua hal tersebut membuat Kirkland hampir tak bisa berpikir secara rasional. Ia pun mesti merelakan tempatnya sebagai kiper utama Sheffield Wednesday saat Kieran Westwood didatangkan.

Cerita suram Kirkland berlanjut jelang 10 menit menjelang perpanjangan kontraknya ditandatangani. Kirkland yang sudah tidak kuat meutuskan untuk pensiun. Ia pun memilih bunuh diri sebagai opsi lanjutan.

“Tidak ada yang mengerti apa yang saya pikirkan, dan saya melihat selang di lorong ganti. Lantas, semuanya berlalu begitu saja,” ungkap Kirkland.

Namun, satu hal yang menghentikannya adalah sosok Lucy, anak semata wayangnya dari hubungannya dengan Leoona. “Saya kemudian berpikir, tidak mungkin menjadikan Lucy dalam keadaan tanpa ayah.”

Kirkland kemudian pindah ke Preston North End. Meski mencatatkan empat penampilan, itu tak membantunya merasa lebih baik. “Ketika musim dimulai, saat itu juga saya ingin segera mengakhiri musim tersebut,” ungkap kiper setinggi 198 sentimeter tersebut.

Hanya bertahan satu musim di Preston, Kirkland memutuskan untuk pindah ke Bury. Namun, Kirkland bahkan sudah mengundurkan diri bahkan sebelum sesi pramusim dihelat di Portugal. Hal ini disebabkan karena Kirkland merasa dirinya tak bisa jauh dari keluarga. Untungnya, petinggi dan dewan direksi Bury pun memahami apa yang dirasakan Kirkland.

Kirkland punya beban berat di pundaknya. Manajer Inggris kala itu, Sven-Göran Eriksson, melabelinya sebagai kiper Inggris masa depan. Sementara manajer Inggris U-21, David Platt, menjulukinya sebagai kiper potensial dan bertalenta.

Hal ini, membuat delapan juta paun yang digelontorkan Liverpool kala menginginkan jasanya terbilang pemborosan. Apalagi, Kirkland kala itu masih berusia 20 tahun.

Kirkland sebenarnya termasuk dalam skuat Liverpool musim 2004/2005 di Liga Champions. Ia bahkan mencatatkan 4 penampilan fase grup termasuk pertandingan kunci yang meloloskan Liverpool 3-1 melawan Olympiakos. Namun, ia tidak termasuk dalam skuat “Miracle of Istanbul”. Dia dan istrinya hanya duduk di kursi penonton.

Kirkland menceritakan dia bahkan tidak diberikan kesempatan untuk mengikuti parade juara di kota. “Mereka meninggalkan kami di Istanbul. Mereka bahkan tidak memberiku medali apapun. Mungkin, medali milikku diberikan ke orang lain dan aku hanya melihat parade tersebut di TV yang hanya sebentar dan rasanya menyakitkan”, kenang kiper kelahiran 2 Mei 1981 ini.

Tekanan pada Kirkland adalah selalu disalahkan. Saat Wigan menghadapi ancaman degradasi, Kirkland terus ditekan untuk bisa menjaga gawangnya dari kebobolan. Saat Wigan selamat dari degradasi, tidak ada ucapan terima kasih untungnya. Padahal, ia sering mendapatkan cacian bahkan kekerasan secara fisik dari suporter lawan.

Anixiety akan banyaknya beban yang ia terima menjadikannya sangat tertutup. Namun saat ini Kirkland bersama istri yang rutin melakukan konseling dengan PFA. “Saya sangat merasa bersalah. Leoona kehilangan sosok suami yang ia nikahi. Lucy kehilangan sosok ayah karena depresi yang saya alami,” kata Kirkland.

Kirkland kini mengisi waktunya dengan mendirikan Chris Kirkland Goalkeeper Academy yang dikhususkan untuk kiper-kiper muda di masa depan. Anaknya, Lucy, turut bergabung di tim U-11

Kirkland menjelaskan banyak pesepakbola atau orang lain yang menderita hal yang sama. Namun, tak banyak dari mereka yang mau terbuka. Oleh karena itu, Kirkland menganjurkan rekan-rekan pesepakbola lainnya untuk terbuka akan penyakit kejiwaan yang mereka miliki sebelum berakhir buruk.